Manajemen Sumber Daya Alam Lewat Foto Multispectral

Para penggelut bidang fotogrametri, pasti tidak asing lagi dengan kamera udara dari Leica, RC30. Si hijau besar ini telah banyak digunakan untuk pemotretan udara di Indonesia, bahkan sampai dengan beberapa tahun terakhir. Kamera tangguh dengan kualitas bagus. Hanya saja media film dengan ukuran besar 23 cm x 23 cm telah lama ditinggalkan, dan susah didapat di pasaran. Sulitnya mendapatkan film format besar, menjadi kendala bagi pengguna kamera RC30 untuk pekerjaan pemetaan udara saat ini.

Leica kemudian mengembangkan format baru dari RC30, yaitu RCD30. RC(Digital)30, dengan menggunakan digital back untuk penyimpanannya, bukan lagi film ukuran besar. RCD30 hanya sekitar 30 cm untuk tingginya, jauh lebih kecil dibandingkan dengan RC30 yang membutuhkan 1 mobil sendiri untuk mengangkutnya. Di tulisan ini, tidak akan dibahas detil tentang spesifikasi teknis dari RCD30. Tetapi akan difokuskan pada kemampuan RCD30 untuk mendapatkan foto udara multispectral berikut aplikasinya.

Gambar 1- Kamera RC30 dan kamera RCD30 keluaran Leica

RCD30 selain mampu menghasilkan pekerjaan orthophoto juga piawai foto udara multispectral, dengan 4 gelombang yaitu red, green, blue, near infra red. Seperti yang dijumpai pada citra satelit SPOT (8 m) dan AVNIR ALOS (10 m). Resolusi spasial piksel tergantung tinggi terbang pesawat. Dengan tinggi terbang 1 Km di atas tanah, bisa didapat resolusi piksel sekitar 12 cm.

Sampai dengan saat ini, citra multispectral masih didominasi oleh citra satelit. Tentu saja peruntukannya berbeda, mengingat harganya juga pasti berbeda. Produk multispectral merupakan produk turunan yang didapat bersamaan dengan akuisisi airborne LiDAR dan foto udara digital, bersama dengan produk turunan seperti DSM (Digital Surface Model), DEM (Digital Elevation Model), Intensity LiDAR, orthophoto RGB, slope, water flow, analisa vegetasi dan peta topografi. Pengolahan multispectral masuk pada turunan peta analisa vegetasi.

Bidang yang sering menggunakan analisa vegetasi sampai dengan saat ini adalah kehutanan dan perkebunan, terutama kelapa dan kelapa sawit. Pihak agronomi memiliki perangkat untuk bisa menganalisa vegetasi dan setiap pokok pohon yang dimiliki.

Multispectral Aerial Imagery

Dengan kamera metric medium format RCD30 bisa didapatkan foto udara RGB, RGBN, RGB+NIR, NIR, CIR, dan NDVI. NIR atau near infrared adalah kenampakan foto udara yang hanya menampilkan hasil refleksi gelombang inframerah dekat. Sedangkan CIR (Color Infrared) adalah pseudo color dari gelombang NIR. Bila NIR berwarna hitam putih, maka CIR akan berwarna lain misalkan warna merah untuk obyek yang mempunyai nilai pantulan inframerah besar.

Gambar 2-Perbedaan tampilan antar foto yang dihasilkan oleh RCD30

Dengan hasil foto udara empat band, akan bisa dilakukan penggabungan warna dan kombinasi band untuk mendapatkan informasi tematik, seperti analisa sebaran vegetasi dan analisa kesehatan tanaman. Analisa tanaman yang paling sering digunakan adalah NDVI atau Normalized Difference Vegetation Index.

Prinsip dari NDVI adalah bahwa tumbuhan hidup akan menyerap gelombang matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Pada tanaman berklorofil, cahaya tampak (RGB) akan diserap sampai dengan setengahnya sedangkan gelombang inframerah (0,7 – 1,1 µm) akan dipantulkan. Sehingga pada tanaman yang sehat, daun-daunnya akan menyerap gelombang tampak paling banyak dan memantulkan inframerah dekat paling banyak juga. Pada citra inframerah dekat yang berwarna hitam putih, menandakan hitam adalah NIR paling banyak diserap, sedangkan putih adalah NIR paling banyak dipantulkan.

Sehingga NDVI berkorelasi dengan kemampuan fotosintesis tumbuhan dan energi yang terserap dari kanopi tumbuhan. Tumbuhan sehat akan mempunyai kenampakan nilai NIR paling cerah dan nilai NDVI paling tinggi.

Persamaan NDVI adalah (NIR – RED)/(NIR + RED), atau NDVI = (band 4 – band 3)/(band 4 + band 3).

Gambar 3- Hasil pengolahan NDVI

Rentang nilai NDVI antara -1 sampai dengan +1. NDVI dengan nilai -1 sampai 0 adalah perairan, nilai 0,1 0,2 menunjukkan tanah, sedangkan nilai 0,3 – 0,8 menunjukkan vegetasi. Dari nilai 0,3 – 0,8 akan bisa dilihat lebih detil untuk masing-masing tanaman atau masing-masing tumbuhan mengingat resolusi piksel foto udara yang digunakan adalah sekitar 12 cm.

Gambar 4- Hasil CIR dan NDVI yang bisa dilihat untuk masing-masing tumbuhan

Di sinilah perbedaan analisa spectral antara citra satelit multispectral dengan foto udara multispectral. Bila pada citra satelit, resolusi spasial tiap piksel masih dalam rentang meter (SPOT 8 meter & AVNIR 10 m), sedangkan hasil analisa spektral pada foto udara sangat detil sampai dengan level sentimeter. Dengan resolusi besar ini, analisa spectral foto udara bisa dilakukan tiap obyek atau tiap vegetasi.

Cakupan luasan analisa akan lebih sempit dibandingkan dengan cakupan luasan analisa vegetasi pada citra satelit. Satu frame citra bisa mencapai ukuran kilometer. Analisa citra satelit banyak digunakan untuk analisa wilayah regional, sedangkan analisa dengan foto udara multispectral fokus pada area tertentu yang ditentukan oleh klien untuk di LiDAR dan di foto tetapi memiliki informasi yang dalam.

Analisa Vegetasi

Informasi sebaran tanaman dan kesehatan tanaman dari hasil pengolahan NDVI dan kenampakan foto CIR, akan lebih lengkap dengan adanya informasi tinggi tanaman, lebar kanopi, dan diameter batang pohon yang bisa diekstrak dari data ketinggian LiDAR. Point cloud LiDAR yang mengenai tumbuhan mulai dari daun sampai dengan tanah, dilakukan pemodelan struktur tanaman.

Data sampel lapangan digunakan sebagai cek hasil pemodelan sekaligus untuk meningkatkan model yang telah dibuat untuk menjadi model struktur tanaman baru dengan menggunakan rumus regresi. Pemodelan struktur tanaman dilakukan untuk masing-masing vegetasi dan tersimpan dalam format basis data GIS.

Gambar 5- Point cloud LiDAR dimodelkan struktur tanamannya

Inventarisir tanaman dengan memberikan identitas setiap pohon disertai informasi atribut tinggi pohon, lebar kanopi, dan lebar diameter batang akan memudahkan dalam manajemen dan pengelolaan SDA dalam hal ini untuk kegiatan kehutanan dan perkebunan.

Untuk aplikasi perkebunan khususnya sawit dan kelapa, sangat bermanfaat mengingat satu batang sawit sangat berharga karena berhubungan dengan pembibitan, perawatan sampai dengan panen. Maka informasi jumlah sawit yang dimiliki, ketinggian dari masing-masing sawit dan juga analisa kesehatan sangat bermanfaat.

Daun sawit yang sakit akan menyerap visible light lebih sedikit dibandingkan daun yang sehat untuk fotosintesis. Nilai inframerah dekatnya akan lebih sedikit dibanding pohon yang sehat, sehingga nilai NDVI-nya juga lebih kecil dibandingkan pohon sehat.

Gambar 6. Kenampakan daun tanaman yang tidak sehat

Informasi tinggi pohon memudahkan pihak kehutanan dalam melakukan pengkelasan tanaman hutan berdasarkan ketinggian. Kesehatan tanaman dapat dilihat dari hasil pengolahan NDVI dan kenampakan foto CIR. Sedangkan jenis tanaman hutan bisa dilihat dan dianalisa dari struktur daun dari foto resolusi besar.

Gambar 7- Pengkelasan vegetasi pada area hutan berdasarkan ketinggian tanaman

 


*) Tulisan telah dimuat dalam artikel Majalah Survei Pemetaan Edisi 01 Tahun II Tahun 2013

Writer:

Listiyo Fitri

Listiyo Fitri is a qualified geodetic engineer with a wide range of experience and has roughly 5 years experience in the topographic mapping, GIS project, satellite imagery processing and airborne LiDAR mapping on various projects in Indonesia. Listiyo Fitri served as Head of Data Processing Division at PT ASI Pudjiastuti Geosurvey, an Airborne LiDAR company. Her portfolio has exceeded over 2,000,000 hectares LiDAR project for PT ASI Pudjiastuti Geosurvey in 2011 to present.

Tinggalkan sebuah komentar