Teknologi LiDAR untuk pemetaan belum terlalu populer di kalangan komunitas kelapa sawit Indonesia. Selain karena memang terbilang baru, juga karena banyak komunitas perkebunan yang belum begitu mengenal peta. Padahal di bidang pertambangan, posisi LiDAR bisa dibilang sangat berperan. Sertifikat JORC (Joint Ore Reserves Committee) dalam dunia pertambangan menyaratkan untuk menggunakan teknologi LiDAR dalam proses pemetaan di area IUP mereka. Sertifikat JORC ini selanjutnya berlaku bankable. Sehingga pemegang IUP, baik kecil maupun besar harus melakukan pemetaan dan spesifik menggunakan teknologi LiDAR.
Secara garis besar di bidang perkebunan, teknologi LiDAR bisa membantu mulai dari manajemen perencanaan pembuatan kebun sampai dengan manajemen kebun yang telah tertanami. Dalam manajemen pembuatan kebun, LiDAR bisa masuk sampai ke tahap Feasibility Study (FS) dengan memberikan peta topografi sampai dengan skala 1:2000 dan 1:1000. Dalam tulisan ini akan difokuskan pada pembahasan penggunaan teknologi LiDAR untuk membantu manajemen kebun yang telah tertanami.
Prinsip Kerja Airborne LiDAR
Teknologi pemetaan Airborne LiDAR memadukan antara gelombang laser inframerah, kamera foto udara, GPS untuk penentuan posisi, dan IMU (Inertial Measurement Unit) untuk mengetahui attitude pesawat. Alat LiDAR dan kamera foto udara ditempatkan di pesawat yang sebelumnya telah dilubangi bagian bawah badannya. Alat LiDAR menembakkan laser infra merah ke permukaan bumi dan merekam kembali gelombang pantulannya. Laser yang ditembakkan sebanyak 500.000 tembakan setiap detik. Pantulan laser terdiri dari pantulan semua obyek di atas permukaan tanah seperti kanopi dan struktur tumbuhan, bangunan, power lines, rumput, tanah, dll. Nilai pantulan gelombang selanjutnya diterjemahkan menjadi titik-titik bernilai koordinat 3D. Titik-titik berkoordinat 3D yang disebut dengan istilah point cloud adalah harta karun untuk berbagai aplikasi.

Pantulan laser yang mengenai tanah/ground menggambarkan profil permukaan tanah (naik turunnya tanah). Pantulan yang mengenai kanopi tumbuhan menggambarkan struktur tanaman dan layer tanaman. Pantulan yang mengenai kabel listrik akan bisa didapatkan informasi kelengkungan kabel, dan ada tidaknya obstacle/ganggungan di sepanjang jalur transmisi. Pantulan yang mengenai bangunan akan bisa digunakan untuk memodelkan kenampakan 3D-nya.

Apa Yang Bisa Diberikan LiDAR Untuk Membantu Manajemen Kebun Sawit Lebih Efektif Agar Lebih Efektif?
Kebun yang sudah tertanami artinya manajemennya sudah berjalan. Berbeda dengan pembukaan kebun baru yang memang membutuhkan informasi topografi dalam bentuk peta. Informasi topografi digunakan untuk membantu perencanaan desain kebun, desain irigasi, land suitability maupun pembangunan sarana prasarana. Di kebun yang telah tertanami, informasi dari LiDAR akan membantu pihak manajer dan pemilik kebun untuk melakukan internal QC, memonitor keefektifan dan keefisiensian penanaman kelapa sawit, memonitor kesehatan tiap-tiap tanaman, mengecek sistem hidrologi kebun seperti ada tidaknya genangan di lokasi kebun, mengecek area konservasi, pemodelan akumulasi pestisida, penghitungan Stand Per Ha (SPH), dan informasi atribut kelapa sawit seperti ketinggian pohon, lebar kanopi, dan diameter batang.
Berikut beberapa data yang dihasilkan oleh LiDAR kombinasi dengan foto udara, berikut aplikasinya.
Point Cloud Kelapa Sawit

Pantulan laser yang ditembakkan dari pesawat mengenai kanopi kelapa sawit sampai dengan permukaan tanah. Dalam 1 meter persegi, terdapat 6 – 7 titik pantulan. Setiap titik pantulan mempunyai koordinat 3D, sehingga bisa dilakukan pengukuran ketinggian dan lebar kanopi masing-masing pohon. Hitungan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan software. Hasil otomatisasi akan dicek QC oleh operator dan hasilnya kemudian dibandingkan dengan data sampel lapangan yang telah diambil. Iterasi dilakukan dengan menggunakan pemodelan regresi untuk memperbaiki hasil hitungan.

Hasil akhir dari hitungan kelapa sawit akan didapatkan informasi jumlah pohon, dimana setiap pohon akan mempunyai identitas (ID) disertai informasi tinggi pohon, lebar kanopi, dan diameter batang. Dari ID masing-masing pohon akan bisa dihitung Stand Per Ha (SPH).

Statistik Stand per Ha (SPH) seluruh blok kebun dalam satu perusahaan akan menggambarkan tingkat efektifitas dan efisiensi dalam penanaman. Bila SPH efektif adalah 136, maka blok-blok kebun yang mempunyai SPH kurang dari nilai tersebut akan bisa dilacak sebaran lokasinya. Dengan ditambah data-data lain yang dihasilkan LiDAR akan bisa dicari penyebabnya.

Penghitungan jumlah kelapa sawit memang memakan waktu paling lama dari rangkaian pekerjaan penyediaan data LiDAR untuk kebun sawit. Waktu paling lama berada pada level QC, dimana QC ID harus dilakukan dengan seksama agar tidak ada satu sawitpun yang terlewat. Karena bagi perusahaan, kelapa sawit inilah asset mereka sehingga harus dipastikan tidak ada satupun kelapa sawit yang terlewat.
Intensity LiDAR
Intensity LiDAR adalah gambar atau imagery yang memberi informasi kuat lemahnya pantulan balik gelombang inframerah. Warna hitam pada intensity LiDAR menunjukkan obyek berair, baik itu air laut, sungai, rawa, kolam, maupun genangan air. Dengan pembedaan hitam putih akan lebih mudah mengenali dimana terdapat obyek berair. Pada pembangunan kebun baru, intensity membantu untuk mencari sumber air permukaan tanah. Cukup mengenali warna gelap di dalam gambar dan melihat koordinatnya, tim lapangan akan lebih mudah untuk melacak keberadaan sumber air di lapangan.

Digital Elevation Model (DEM)
Digital Elevation Model (DEM) adalah gambaran model permukaan tanah, profil tinggi rendah tanah dan ketinggian tanah. Gelombang inframerah yang mengenai permukaan bumi dikelompokkan menjadi kelas ground dan non-ground. Point cloud ground akan membentuk model permukaan tanah. Dari DEM akan bisa didapatkan informasi sistem hidrologi berupa keberadaan unsur air (sungai, alur, kolam); arah aliran air (flow direction); dan akumulasi aliran air (flow accumulation). Informasi ini digunakan untuk mengevaluasi sistem irigasi, penanganan genangan, dan rencana pembendungan. Dari sisi penanganan lingkungan, arah aliran bisa digunakan untuk memodelkan akumulasi pestisida yang terbawa oleh aliran air. Dari DEM juga bisa didapatkan tingkat kemiringan tanah/slope sehingga bisa dilakukan kalkulasi area tanam yang diperbolehkan untuk kemiringan tertentu.

Foto Udara
Selama melakukan akuisisi data dengan pesawat, alat LiDAR bekerja bersamaan dengan kamera udara. Kamera udara yang digunakan adalah kamera jenis metrik dengan resolusi sampai dengan 60 Mega piksel. Kamera metrik adalah kamera yang memang didesain khusus untuk kegiatan pemetaan dimana distorsi lensa sudah dikoreksikan dengan cara kalibrasi dari pabrik pembuatnya. Kamera metrik akan memberikan gambar yang tidak melengkung sehingga ketika dimosaikkan antar foto tidak meleset antar obyek bersebelahan.
Resolusi piksel hasil gambar sampai dengan 15 cm di lapangan. Dengan resolusi yang tajam, akan terlihat setiap pokok sawit. Sehingga pengenalan daun sawit sehat dengan tidak sehat akan lebih terlihat.

Selain foto dengan warna natural dimana daun sehat akan terlihat hijau segar, juga bisa didapatkan foto udara inframerah. Dengan menggunakan prinsip fotosintesis, daun yang sehat akan banyak menyerap gelombang merah dan memantulkan gelombang inframerah, dan sebaliknya juga untuk daun yang tidak sehat. Pada foto inframerah, daun yang sehat akan berwarna merah segar sedangkan daun yang tidak sehat akan berwarna abu-abu pucat. Perbedaan warna ini akan memudahkan agronom untuk mengetahui pohon-pohon mana yang sehat dan mana yang tidak sehat sehingga bisa langsung diambil tindakan penanganan. Karena setiap foto mempunyai koordinat sehingga pohon yang tidak sehat bisa langsung ditrack dengan menggunakan GPS handheld di lapangan.

Peta Penggunaan Lahan
Peta penggunaan lahan dalam bentuk peta garis memberikan informasi jenis-jenis penggunaan lahan yang ada di lokasi kebun. Penggunaan lahan seperti lebungan, nursery, emplasment, hutan, area konservasi, rawa, kebun sawit dll dibuat dalam bentuk basis data spatial yang langsung bisa diketahui luasannya.

Yang menarik dari hasil peta penggunaan lahan adalah kita bisa melihat dimana sebaran lebungan (area yang dilewati air dan tidak untuk ditanami) dan area kebun kosong yang masih bisa disisipi dengan sawit. Manajer dan pemilik kebun bisa mengetahui dimana sebaran dan berapa luasannya sehingga bisa dihitung akan ada berapa jumlah sawit yang masih bisa disisipkan.

Semua informasi yang diberikan LiDAR dan foto udara akan sangat memudahkan dalam manajemen kebun sawit yang sangat luas. Bila dibandingkan dengan pengukuran dan pengamatan konvensional menggunakan tenaga manusia. Hasil dari teknologi LiDAR mempunyai kelebihan pada pengadaan data yang lebih cepat, akurat, simple atau sederhana, informasi yang diberikan banyak dan murah bila dilakukan pada area yang luas. Untuk area kebun seluas kira-kira 50.000 ha, maka waktu yang dibutuhkan adalah 4 – 6 bulan mulai dari persiapan sampai dengan serah terima hasil kerjaan.
*) Tulisan telah dimuat dalam artikel Majalah Sawit Indonesia Vol. III Edisi 33 terbit tanggal 15 Juli – 15 Agustus 2014