geosurvey.co.id – Inilah kumpulan teks budaya pendek tentang Isra Miraj 2025 lengkap dengan berbagai tema.
Isra Miraj merupakan peristiwa penting yang diperingati setiap tanggal 27 Rajab atau yang tahun ini jatuh pada tanggal 27 Januari 2025.
Dalam rangka memeriahkan peringatan Isra Miraj 2025, biasanya diadakan beberapa kegiatan antara lain penyampaian khutbah singkat seputar Isra Miraj 2025.
Khotbah singkat tentang Isra Miraj 2025 biasanya berisi penyampaian nasehat keagamaan terkait perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW saat menerima wahyu.
Artikel ini akan menyajikan sejumlah teks kultum pendek tentang Isra Miraj 2025, sebagai referensi dan mudah dihafal.
Baca selengkapnya, contoh teks aliran sesat singkat tentang Isra Miraj 2025 dilansir geosurvey.co.id dari berbagai sumber di bawah ini. Teks Kultum tentang Isra Miraj 2025 1. Kultum Isra Miraj 2025 : Ketawa Nabi Saat Mi’raj
Dari : KH. A. Musta’in Syafi’i إِنَّ الْحَمْدَلِلِ, نَحْمَدُهُ وَ نْسْتَعِيْنُهُ وَ نْسْتَغْفِر ُُ, وَ نَعُوذُ بِهِ وَ نَعُوذُ بِهِ ئَاتِ اَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُدْلْ فَلَا حَادِيَ لَهُ عَنَّ سيِّ دَنَا حَدَنَا مُحَمَدً عبْدُ وَرُسُولُ Ya Allah, Allah menghendaki kedamaian تَسْلِيْمِ كَثيْرًا, َاَيْمَ Tuhan memberkati Tuhan ingin Tuhan menginginkan Tuhan menginginkan Tuhan yang dia inginkan
Salah satu pentingnya dunia akademis dalam Islam adalah karena ajaran agamanya dapat dibuktikan. Hingga saat ini, terdapat sekitar 400 ajaran Islam, baik Al-Quran maupun Hadits, yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Seperti yang terjadi dalam surah Al-Isra’ yang menjelaskan perjalanan suci Hadraturasul Muhammad SAW.
Meskipun pada dasarnya al-Isra’ disebutkan dalam surah Al-Isra’ dan Mi’raj disebutkan dalam surah tersendiri yaitu Al-Najm. Meskipun itu adalah serangkaian perjalanan. Surat Al-Isra’ diawali dengan tasbih, سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ
Dan ditutup dengan tahmid, وَقُلِ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدً وَلَمْ يَكُنْ لَّ هِ شريْكٌ فِى المْلَكُمْ َلِيٌّ مِّنَ ذُّلِّ وَكَبِّرُ تَكْبِيْرًا
Neraca redaksi ini sesuai dengan surah berikutnya, jika surat Isra’ diawali dengan tasbih dan diakhiri dengan tahmid, maka surah berikutnya (Al-Kahfi) diawali dengan tahmid. Ada kesinambungan yang besar.
Dalam surat Al-Isra Allah menyebutkan Hadraturasul Muhammad SAW dalam kedudukan alamiahnya sebagai ‘abd (hamba). Untuk itu kita bisa mempelajari apa saja yang dapat mendekatkan Hadraturrasul kepada Tuhan. Yang menembus perjalanan luar angkasa dan melintasi 7 langit dan Sidratul Muntaha.
Secara matematis, perjalanan terjauh menuju galaksi adalah sekitar 35 juta tahun cahaya. Artinya, dibutuhkan 245 juta tahun cahaya. Perjalanan pulang pergi memakan waktu 490 tahun cahaya. Jika perjalanan dilakukan dengan kecepatan cahaya, maka perjalanan tersebut tidak akan lengkap.
Bahasa yang digunakan dalam surah Isra’ menggunakan bahasa tasbih dan bentuknya masdar (subhan). Al-Qur’an menunjukkan beberapa surah yang diawali dengan tasbih, semuanya bersifat supranasional. Apakah menggunakan bentuk kata kerja madhi (sabbaha lillah), kata kerja mudhori (yusabbihu lillahi) atau ejaan amr (sabbih al-mas robbika).
Namun dalam surat Al-Isra’, bentuk masdarnya ditambah dengan Alif Nun (سُبْحٰنَ).
Bedanya, jika rosario menggunakan kata kerja, maka unsur ibadahnya harus berupa makhluk. Ada hubungan antara rosario. Namun jika tasbihnya menggunakan bentuk masdar, maka ibadahnya lepas dari unsur penciptaan.
Tidak peduli ada makhluk atau tidak yang memuliakan Tuhan, sama saja. Tuhan sendiri tetap Kudus.
Mari kita bandingkan penggunaan kata tasbih dalam Al-Quran. Pertama, Nabi Musa AS. Allah menyebut namanya ketika ia bertemu Allah. dan gunung
Dan ketika Musa datang ke (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Allah telah berbicara kepadanya (secara langsung), (Musa) berkata kepadanya: “Ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku (Dirimu) agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Kamu tidak (dapat) melihat Aku, tetapi kamu melihat ke gunung, jika kamu diam di tempatnya (seperti biasa) kamu akan dapat melihat Aku.” Oleh karena itu, ketika Tuhan menampakkan diri di gunung, gunung itu runtuh dan Musa pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepadaMu dan aku orang pertama yang beriman”. (Surah Al-A’raf: 143)
Di sana dikatakan bahwa pendengaran Tuhan dengan Musa melibatkan campur tangan permintaan Musa agar Tuhan berdiri di hadapannya. قَالَ رَبِّ أَرِنِیۤ أَنظُري إِلَیۡكَۚ. Tapi apa yang terjadi?
Musa pingsan dan tidak sadarkan diri. Dalam bahasa masa kini, jangan mencoba mendekati Tuhan seperti Musa, atau hard drive Anda akan rusak.
Bandingkan dengan peristiwa Mi’raj. Nabi Muhammad SAW dekat dengan Tuhan. Dan dia berdialog, menerima instruksi, berbicara. Mengapa? Karena Hadraturrasul bukan karena permintaan.
Keberhasilan dialog Nabi Muhammad SAW dengan Tuhan bukanlah miliknya, namun merupakan anugerah dari Tuhan. Dia sudah tiada, kedudukannya sudah tiada, yang tersisa hanya hambanya. Artinya, orang yang mempunyai tingkat tawa yang tinggi adalah orang yang akan sukses di kemudian hari. Tuhan memberkati Anda, Insya Allah, Insya Allah, dan Insya Allah.
Sumber : website resmi Pondok Pesantren Tebuireng Jombang 2. Isra Miraj Kultum 2025: Memahami Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Dari: Dr. KH. Junaedi Hidayat نَسْتَغْفِرُهُ, وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرْوْرِ Allah menghendaki agar Allah tidak menyesatkannya, dan orang-orang yang menyesatkannya. Jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan. مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, اَلَّهُمَِ Jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan. Tuhan memberkatimu. Layanan Pelanggan
Maasiral Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah
Melalui aliran sesat ini, marilah kita bersungguh-sungguh meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT, dengan menjalankan apa yang diperintahkan Allah selamanya. Artinya ketaatan mutlak dan tanpa syarat.
Dalam situasi apa pun dan dalam situasi apa pun, kita selalu berserah diri kepada Tuhan.
Inilah hakikat persatuan kita di Jum’at ini, karena ketakwaan adalah modal paling berharga dalam hidup kita. Muslim Maasiral Rahimakumullah
Hari ini kita mengenang kembali peristiwa sejarah dalam kehidupan manusia khususnya umat Islam, yaitu Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Dua acara namun dilakukan dalam satu paket wisata.
Isra’ di jalan Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Mi’raj adalah perjalanan menuju Sidratul Muntaha.
Isra’ didasarkan pada dalil yang qha’iyyu ad-dilalah karena berdasarkan surah Isra’ satu ayat. Adapun mengenai mi’raj, para ulama berbeda pendapat mengenai dasar mi’raj.
Dalam Al-Qur’an disebutkan dalam surat an-Najm, ada juga dalam hadis hari Minggu namun tidak sampai pada hadis mutawatir. Jadi kedudukan dalilnya adalah dzonniyyu ad-dilalah. Namun kedua peristiwa tersebut diyakini pernah terjadi oleh para ulama.
Suatu peristiwa yang diluar logika manusia. Itu sebabnya disebut keajaiban.
Sesuatu yang bersifat khoriqatun itulah yang bersifat al-‘adah. Itu luar biasa, itu luar biasa. Dalam hidup ini, Tuhan berhak menciptakan segalanya.
Bisa terjadi karena ‘adiyyah, bisa juga karena ghoiru ‘adiyyah. Dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani, segala sesuatu terjadi karena ‘adiyyah’.
Setiap kejadian yang terjadi karena ‘adiyyah, kehidupan kita menjadi teratur. Ini dapat membantu kita membuat rencana, agenda, apa yang ingin kita lakukan dalam tahap kehidupan ini.
Masyarakat awam menyebutnya Sabab al-‘adiyyah yang berlandaskan Allah dalam hukum alam atau sunnatullah. Jika ingin pintar maka jadilah pintar, tentu saja ‘adiyyah dengan menuntut ilmu. Belajar itu mendengarkan, membaca, merenung, menelaah, itulah sababun ‘adiyyah.
Jika masyarakat ingin sehat, tentunya harus bisa menjaga keseimbangan gaya hidup. Baik dari segi makanan, pola istirahat dan lain sebagainya. Hal-hal yang demikian adalah sabubun ‘adiyyah.
Jika orang ingin mendapat uang, mereka harus bekerja. Sabubun ‘adiyyah diberikan Allah kepada setiap orang.
Dalam kehidupan di dunia ini, setiap orang mempunyai hak (f sababun ‘adiyyah). Asalkan mampu melewati dan melewati sababun ‘adiyyah.
Anda perlu mengikuti proses kejadian di alam semesta ini. Jadi siapapun dia, baik Muslim atau non-Muslim, Indonesia atau asing, setiap orang berhak mendapatkan apa yang diinginkannya.
Seorang muslim berhak menjadi pintar jika ia belajar dengan baik. Seorang muslim berhak menjadi kaya, jika ia bekerja dengan baik.
Langkah yang baik itu sunnatullah, ada langkah yang jelas harus memenuhi standar kerja, standar usaha yang harus dijalankan dalam proses kehidupan ini. Itulah yang disebut sabubun ‘adiyyah. Jika Nabi berkata,
Tuhan memberikan masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia ini kepada seseorang, baik orang itu dicintai Tuhan maupun orang yang tidak mencintai Tuhan.
Semua (orang) ini telah diberikan kepada dunia. Orang yang membenci Tuhan, bisa menjadi kaya dan sukses. Sebagai seorang pemimpin, dia bisa menjadi seorang perwira.
Semua itu terjadi ketika seseorang mampu melakukan sesuatu sesuai hukum yang berlaku untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun untuk akhirat, wa yu’thi ad-din li man yuhibuhbuhu. Untuk urusan agama dan akhirat, Allah berikan kepada orang yang dikasihi Allah.
Tentu saja, yang dicintai Allah adalah orang yang beriman dan senantiasa taat kepada-Nya. Inilah yang layak mendapatkan kehidupan bahagia di akhirat.
Di dunia ini berlaku hukum alam dan disebut sabubun ‘adiyyah. Ada rumus, aturan, konsep, manajemen yang harus dilakukan setiap kita ingin mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kedua, sesuatu bisa terjadi karena sabubun ghoiru ‘adiyyah. Kedua hal tersebut adalah jaizun fi haqqihi ta’ala. Sesuatu itu sepenuhnya hak dan wewenang Tuhan untuk dilakukan atau tidak. Keajaiban tersebut adalah khoriqatun li al-‘adah. Isra’ dan Mi’raj terjadi di luar jangkauan akal manusia.
Itu bisa terjadi karena asro bi ‘abdihi. Yang menginginkan perjalanan ini terjadi adalah Allah. Jangankan dua pertiga malam, Allah bisa membuatnya lebih cepat dari itu kalau Dia berkehendak.
Karena jatuh di daerah jaizun. Namun ghoiru ‘adiyyah tidak terjadi apa-apa, kejadian aneh terus terjadi. Hal ini tidak boleh terjadi terlalu sering, apalagi terus menerus, maka yang namanya ghoiru ‘adiyyah akan hilang.
Dan tentunya jika hal ini terjadi maka mengganggu sistem kehidupan itu sendiri. Allah hanya ingin menunjukkan (melalui Isra’ dan Mi’raj) bahwa Dia Maha Kuasa.
Itulah sebabnya Nabi Isa AS ada di sana. yang lahir tanpa ayah. Ada Hawa yang lahir tanpa ibu. Nabi Adam AS ada disana. yang lahir tanpa ayah dan ibu.
Semua ini menunjukkan bahwa “akal budi” terhadap Tuhan bukanlah suatu keharusan. “Alasan” bagi Allah adalah jaizun fi haqqihi ta’ala. Bersifat opsional, bisa sababun ‘adiyyah atau ghoiru ‘adiyyah.
Namun bagi kehidupan manusia biasa, agar manusia mempunyai rencana yang jelas, agar kehidupannya jernih, maka hidup bergantung pada sababun ‘adiyyah yang disebut dengan hukum alam yang terjadi dalam kehidupan kita. Jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan. Dan Tuhan berkehendak.
Sumber : Website resmi Pondok Pesantren Tebuireng Jombang 3. Kultum Isra Miraj 2025 : Peristiwa Besar Rasulullah SAW
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi ketika Nabi SAW sedang mengalami masa keresahan. Sebab pada suatu ketika Nabi SAW sangat terpukul dengan meninggalnya dua orang yang menjadi ujung kekuatannya dalam dakwah Islam, yaitu Khadijah RA dan Abu Thalib RA.
Sementara itu, tekanan fisik dan psikis yang terus dilakukan oleh kaum kafir Quraisy menambah kegelisahannya. Seolah-olah tidak ada kekosongan atau harapan bagi masa depan Islam saat itu.
Saat itu Rasulullah SAW. dia meninggalkan pamannya, Abu Thalib, dan istri tercintanya, Khadijah. Sepeninggal dua orang istimewa ini, kehidupan Nabi SAW. sering kali ditimpa duka dan dihujani berbagai duka yang sangat menyakitkan.
Namun yang paling meresahkan Rasulullah adalah tertutupnya pintu dakwah untuk menyebarkan Islam. Sepeninggal kedua orang ini, kemanapun dia menganut Islam, pasti ada penolakan. Siapapun kini berani menjadi musuh Rasulullah. di tempat terbuka. (Lihat: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah, hal. 97)
Oleh karena itu, malam tanggal 27 Rajab ini seolah menjadi momen penyejukan di tengah kegersangan yang menyelimutinya. Perjalanan Isra’ dari Masjid Haram di Mekkah hingga Masjid Aqsa di Batul Muqaddas merupakan sebuah langkah penjajakan perjuangan para nabi terdahulu.
Begitu pula dengan proses Mi’raj, ia dapat melihat secara langsung seluruh dunia dan singgasana keagungan di alam semesta. Secara umum, semua yang dialaminya malam itu turut menghilangkan keresahan yang dialaminya selama ini dan menambah semangat dakwah serta tekad yang lebih kuat di masa depan.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Haram di Mekkah menuju Masjid Aqsa di Batul Muqaddas (Yerusalem). Kemudian melanjutkan perjalanan dari Qubbah Ash-Shakhrah menuju Sidratul Muntaha (ujung barisan). (Lihat: Abu Ja’far Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XVII/333)
Kronologi peristiwa Isra’ dan Mi’raj sebenarnya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Al-Isra’ ayat 1:
“Maha Suci Allah yang menjadikan hamba-Nya berjalan satu (sebagian) malam dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa yang Kami berkahi disekitarnya, agar Kami tunjukkan kepadanya beberapa tanda (kebesaran Kami). Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1)
Syair ini merupakan irama yang paling dasar dan paling instrumental. Melalui perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Allah memberikan kesempatan kepada Rasulullah. menyaksikan dan merasakan sendiri suatu pengalaman luar biasa, yang melampaui teori umum tentang apa yang terjadi di bumi dan surga. Kalian lihat ayat-ayat kebesaran Allah, jelajahi tujuh lapisan surga dan keagungan alam semesta, saksikan sendiri Baitul Makmur, Sidratul Muntaha, surga, neraka, al-Kursy, Mustawa, pemandangan -besar (Rafraf), al- ‘Arsy, dan lain – lain.
Lebih lanjut, Fakhruddin Ar-Razi—seorang mufasir terkemuka—menyimpulkan, “Firman Allah swt. “Bahwa Kami dapat menunjukkan kepadanya beberapa ayat kekuasaan Kami,” menunjukkan bahwa fungsi perjalanan Isra’ dan Mi’raj khususnya adalah untuk kembali kepada Nabi Muhammad SAW. (Lihat: Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib, X/122)
Mengenai waktu terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj, para ulama masih berbeda pendapat. Ada pula yang mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh zaman nabi. (Lihat: Badruddin Al-‘Aini, ‘Umdah Al-Qori’ ‘Ala Sahih Al-Bukhari, XVII/20)
Dalam sejarah, Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu peristiwa yang sangat bersejarah bagi perjalanan umat Islam. Peristiwa ini menunjukkan betapa berkuasanya Allah SWT. Sebagai budak dengan jiwa dan raganya ia menempuh perjalanan jutaan kilometer hanya dalam satu malam.
Sebuah hadits yang agak panjang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Dalam cerita ini diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengendarai Buraq.
Dan disebutkan juga bahwa ketika berada di Masjid Aqsa Palestina, Nabi SAW melakukan shalat dua rakaat. Setelah itu malaikat Jibril datang dengan membawa bejana berisi arak dan bejana lain berisi susu, namun Nabi SAW memilih bejana berisi susu.
Dan dalam kisah itu, kronologi Mi’raj Nabi SAW ke pertama, kedua, dan seluruh langit hingga mencapai Sidratul Muntaha (akhir pencapaian), ‘Arsy, dan Mustawa. Dari situlah ia mendapat wahyu dari Allah SWT.
Dan sejak saat itu shalat lima waktu menjadi wajib bagi seluruh umat Islam. Pada mulanya jumlah shalat fardhu adalah lima puluh rakaat.
Keesokan paginya, Nabi SAW melaporkan peristiwa yang dialaminya bersama masyarakat Mekah. Orang-orang kafir di Mekkah langsung menyebarkan berita yang mereka anggap bohong kepada para sahabat sambil mengolok-olok Nabi SAW.
Karena Nabi SAW mengaku pernah datang ke Baitul Muqaddas di Palestina, beberapa orang kafir menantangnya untuk menjelaskan semuanya di sana.
Bahkan, saat berkunjung ke Baitul Muqaddas malam itu, tak pernah terlintas dalam benak Nabi SAW untuk mengamati seluruh detail bangunan Baitul Muqaddas, apalagi menghafal jumlah tiangnya. Ketika menerima tantangan tersebut, Allah SWT menurunkan Baitul Muqaddas di hadapan Nabi SAW.
Beliau juga dapat menjelaskan segala sesuatu tentang Baitul Muqaddas secara detail seperti yang ditanyakan oleh orang-orang kafir.
Berkaitan dengan hal tersebut Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadits Nabi SAW yang bersabda:
“Ketika kaum Quraisy mengira aku berbohong, aku sedang berada di Hijr Ismail, dan Allah menurunkan Baitul Muqoddas kepadaku. Maka aku beritahukan kepada mereka semua tanda-tanda bangunan itu ketika aku melihat bangunan itu.” (Lihat: Sahih Al-Bukhari, V/52)
Sementara itu, beberapa orang kafir Quraisy mendatangi Abu Bakar As-Sidiq RA untuk menyampaikan apa yang baru saja disabdakan Nabi SAW. Awalnya mereka mengira para sahabat terdekat Nabi SAW menganggap kejadian tersebut adalah kebohongan besar. Mereka pun berharap agar Abu Bakar As-Sidiq RA tidak lagi mempercayai Nabi SAW.
Ternyata Abu Bakar As-Sidiq RA justru berkata, “Seandainya benar Dia (Muhammad SAW) mengatakan demikian, niscaya saya akan beriman. Faktanya, jika dia mengatakan hal lain (yang lebih ajaib) dari itu, saya akan tetap mempercayainya. (Lihat: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah, hal. 108-109)
Pagi hari setelah Isra’ Mi’raj, malaikat Jibril datang memberitahukan kepada Nabi SAW tentang tata cara shalat dan waktu pelaksanaannya. Sebelum shalat lima waktu ditetapkan, Nabi SAW biasa shalat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di malam hari, seperti halnya Nabi Ibrahim (AS). (Lihat: Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fath Al-Bari, I/465)
Melihat konteks situasi dan keadaan peristiwa Isra’ dan Mi’raj memberikan pelajaran berharga bagi manusia untuk menghadapi suatu perjuangan. Segala kendala dan hambatan yang dihadapi akan diselesaikan dengan cara dan cara yang diketahui Allah SWT. Karena yang terpenting bagi manusia adalah terus berjuang, bertekad, dan tetap konsisten dalam segala keadaan. wa Allahu a’lam.
Sumber: Resmi Pondok Pesantren Lirboyo halaman 4. Kultum Isra Miraj 2025: Mengalami Perjalanan Isra’ Mi’raj
Dalam pernyataan yang terdapat dalam kitab Tafsir At-Thobari, peristiwa Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Haram di Mekkah menuju Masjid Aqsa di ‘Baitul Muqaddas (Yerusalem). ), lalu melanjutkan perjalanan dari Qubbah As-Sakhrah menuju Sidratul Muntaha (akhir pencapaian).[1] Garis waktu ini sebenarnya sudah dijelaskan dengan jelas oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an: Jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan, jika Tuhan menghendaki Tuhan.
“Maha Suci Allah, pada suatu malam hamba-Nya bepergian dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami berkahi disekelilingnya, agar Kami tunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar. , Semua Orang Melihat” (QS. Al-Isro’: 1).
Waktu terjadinya peristiwa ini masih diperdebatkan oleh para ulama. Beberapa di antara mereka mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh masa kenabian.
Namun dalam kitab Al-Thobaqot Al-Kubro karya Ibnu Sa’d disebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi 18 bulan sebelum Nabi SAW mendapat perintah untuk hijrah ke kota Yatsrib (Madinah).
Dalam catatan sejarah, Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah bagi umat Islam. Peristiwa ini menunjukkan betapa berkuasanya Allah SWT.
Bagaimana seorang hamba Nabi Muhammad SAW dengan jiwa dan raganya menempuh jarak jutaan kilometer hanya dalam satu malam?
Sebuah hadits yang agak panjang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Dalam cerita ini diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengendarai Buraq.
Dan disebutkan juga bahwa ketika berada di Masjid Aqsa Palestina, Nabi SAW melakukan shalat dua rakaat. Setelah itu malaikat Jibril datang dengan membawa bejana berisi arak dan bejana lain berisi susu, namun Nabi SAW memilih bejana berisi susu. Dan dalam kisah itu, kronologi Mi’raj Nabi SAW ke pertama, kedua, dan seluruh langit hingga mencapai Sidratul Muntaha (akhir pencapaian), ‘Arsy, dan Mustawa. Disanalah ia mendapat wahyu dari Allah SWT, dan sejak itu pula shalat lima waktu menjadi wajib bagi seluruh umat Islam. Pada mulanya shalat wajib adalah 50 rakaat.
Keesokan paginya, ketika Nabi SAW meriwayatkan peristiwa yang dialaminya bersama masyarakat Mekah. Orang-orang kafir di Mekkah langsung menyebarkan berita yang mereka anggap bohong kepada para sahabat sambil mengolok-olok Nabi SAW.
Karena Nabi SAW mengaku pernah datang ke Baitul Muqaddas di Palestina, beberapa orang kafir menantangnya untuk menjelaskan semuanya di sana.
Bahkan, saat berkunjung ke Baitul Muqaddas malam itu, tak pernah terlintas dalam benak Nabi SAW untuk menaruh perhatian besar terhadap segala detail bangunan Baitul Muqaddas, tak terkecuali menghafal jumlah tiangnya. Ketika menerima tantangan tersebut, Allah SWT menurunkan Baitul Muqaddas di hadapan Nabi SAW.
Beliau juga dapat menjelaskan segala sesuatu tentang Baitul Muqaddas secara detail seperti yang ditanyakan oleh orang-orang kafir. Berkaitan dengan hal tersebut Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadits Nabi SAW yang bersabda:
“Ketika kaum Quraisy mengira aku berbohong, aku berada di Hijr Ismail, dan Allah menurunkan kepadaku Baitul Muqoddas, maka aku menceritakan kepada mereka semua tanda-tanda bangunan itu ketika aku melihatnya.”[3]
Sementara itu, beberapa orang kafir Quraisy mendatangi Abu Bakar As-Sidiq RA untuk menyampaikan apa yang baru saja disabdakan Nabi SAW.
Mereka berharap para sahabat terdekat Nabi SAW menganggap kejadian tersebut sebagai kebohongan besar. Mereka pun berharap agar Abu Bakar As-Sidiq RA tidak lagi mempercayai Nabi SAW. Ternyata Abu Bakar As-Sidiq RA justru berkata,
“Jika benar Beliau (Muhammad SAW) mengatakan demikian, saya akan mempercayainya. Faktanya, jika dia mengatakan hal lain (yang lebih ajaib) dari itu, saya akan tetap percaya padanya.”
Pagi hari setelah Isra’ Mi’raj, malaikat Jibril datang memberitahukan kepada Nabi SAW tentang tata cara shalat dan waktu pelaksanaannya.
Sebelum shalat lima waktu ditetapkan, Nabi SAW biasa shalat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di malam hari, seperti halnya Nabi Ibrahim AS.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi ketika Nabi SAW sedang mengalami masa yang penuh kegelisahan. Sebab pada suatu ketika Nabi SAW sangat terpukul dengan meninggalnya dua orang yang menjadi ujung kekuatannya dalam dakwah Islam, yaitu Khadijah RA dan Abu Thalib RA.
Sementara itu, tekanan fisik dan psikis yang terus dilakukan oleh kaum kafir Quraisy semakin bertambah seiring dengan kegelisahannya, seolah-olah tidak ada celah atau harapan bagi masa depan Islam saat itu.
Oleh karena itu, malam tanggal 27 Rajab ini seolah menjadi momen penyejukan di tengah kegersangan yang menyelimutinya. Perjalanan Isra’ dari Masjid Haram di Mekkah hingga Masjid Aqsa di Batul Muqaddas merupakan sebuah langkah penjajakan perjuangan para nabi terdahulu.
Begitu pula dengan proses Mi’raj, ia dapat melihat secara langsung seluruh dunia dan singgasana keagungan di alam semesta. Secara umum, semua yang dialaminya malam itu turut menghilangkan keresahan yang dialami selama ini dan menambah semangat berdakwah serta tekad untuk semakin kuat di masa depan.
Melihat konteks situasi dan keadaan Isra’ dan Mi’raj memberikan pelajaran berharga bagi manusia untuk menghadapi perjuangan tersebut. Segala kendala dan hambatan yang dihadapi akan diselesaikan dengan cara dan cara yang diketahui Allah SWT.
Karena yang terpenting bagi manusia adalah terus berjuang, bertekad, dan tetap konsisten dalam segala keadaan. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوُوَ وَأَخِيهِ وَلَا ت َيْعُسوا مِنْ رَإُِوا مِنْ رَإُِوا مِنْ رَإِهِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Wahai anak-anakku, pergilah carilah berita tentang Yusuf dan saudara-saudaranya dan jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.” (QS.Yusuf:87). Wa Allahu a’lam
Sumber: Resmi Pondok Pesantren Lirboyo halaman 5. Isra Miraj Kultum 2025: Isra Mi’raj dan Pentingnya Safar
Nabi Muhammad mendapat mukjizat berupa perjalanan ke surga ketujuh dalam satu malam yang disebut Isra Miraj.
Peristiwa yang diperingati setiap tanggal 27 Rajab Hijriah ini sering disebut-sebut sebagai anugerah Tuhan kepada Rasul-Nya yang sedang dilanda kesedihan karena ditinggal istri dan paman tercintanya.
Sepeninggal istri tercinta Khadijah dan paman tercintanya, Nabi juga mengalami tekanan kekerasan dari pihak Quraisy.
Rasulullah mendapat tekanan penuh dari dalam dan luar sehingga menyebabkan penolakan dari segala arah. Jadi, Isra Mi’raj adalah cara Tuhan menenangkan hati Rasulullah SAW.
Isra dan Mi’raj sekilas terbagi menjadi dua peristiwa, yakni Isra dan Mi’raj. Isra artinya perjalanan malam yang dilakukan Nabi SAW dari Ka’bah (Mekkah) menuju Baitul Maqdis (Yerusalem/Madinah).
Sedangkan Mi’raj diartikan kenaikan, dimana Allah SWT mengangkat Nabi Muhammad SAW dari Baitul Maqdis melalui langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Peristiwa Mi’raj inilah yang kemudian berujung pada perintah salat lima waktu bagi umat Islam. Semoga Tuhan mengampuni beliau dan memberinya ketenangan pikiran, Insya Allah.
Artinya: “Maha Suci Allah yang menjadikan hamba-Nya (Muhammad) berjalan pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami berkahi di sekelilingnya, agar Kami tunjukkan kepadanya beberapa tanda (kebesaran Kami). Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Faktanya, peristiwa Isra dan Miraj termasuk peristiwa sejarah paling dahsyat dalam Islam.
Pertama, peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi pada peristiwa lainnya, dimana Nabi Muhammad SAW berteleportasi (memindahkan materi dari satu titik ke titik lain tanpa melintasi jarak antara dua titik) dengan jiwa dan raganya. Dalam sejarah Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad SAW diperlihatkan oleh Allah tempat terakhir bagi manusia yaitu surga dan neraka, diperlihatkan peristiwa-peristiwa akhir zaman.
Hal ini hampir sama dengan kejadian Ashabul Kahfi, dengan izin Allah, penghuni gua tersebut tertidur selama 300 tahun. Bedanya, para penghuni gua melakukan perjalanan 300 tahun ke depan dan bukan ke saat mereka tertidur pertama kali, sedangkan Nabi Muhammad melakukan perjalanan ke Hari Kiamat dan kembali ke zamannya.
Peristiwa ini menunjukkan tanda kekuasaan Tuhan kepada umat manusia yang waktu tidak menentu.
Kedua, yang tersirat dari peristiwa Isra’ Mi’raj adalah mengenai shalat dan masjid. Kita tahu peristiwa ini berlangsung dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa padahal kita yakin Allah ingin mengantarkan Nabi Muhammad SAW langsung ke Sidratul Muntaha.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya masjid yang bukan sekedar tempat melainkan ruh dan aktivitas.
Dalam redaksi sejarah Isra Miraj tertulis Juilal Ardhu Masjidaa (tanah Masjid), sehingga umat Islam bisa salat dimana saja. Masjid juga harus menjadi pusat utama umat Islam.
Ketiga, peristiwa Isra-Mi’raj memberikan pemahaman tentang peristiwa-peristiwa dalam kehidupan keimanan umat Islam.
Gara-gara kejadian tersebut Nabi Muhammad dihina oleh kaumnya, dianggap halusinator karena menunjukkan perjalanan yang tidak masuk akal dan orang-orang beriman hanya percaya pada sejarah Mi’raj.
Dari kisah inspiratif Isra Mi’raj ini dapat disimpulkan bahwa salah satu hikmah yang dapat dipetik adalah kisah Nabi Muhammad SAW yang kehilangan dua orang penting yaitu Khadijah, istrinya dan Abu Thalib, pamannya. .
Selain itu Nabi Muhammad juga mengalami ketakutan fisik dari pihak Quraisy dan tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Madinah.
Akibat kejadian silih berganti yang dialami Nabi Muhammad SAW, layaknya manusia biasa jelas mengalami jalan buntu, sehingga Allah mengkonsultasikan Nabi Muhammad SAW dengan mengambil surga.
Sebagai manusia, kesulitan hidup bisa kita hadapi dengan melakukan perjalanan yang disebut juga jalan-jalan.
Oleh karena itu, dengan berziarah biasanya banyak ditemukan ide-ide yang tidak biasa, namun perjalanan tersebut untuk tujuan yang baik.
Selain hikmah perjalanan, hikmah lainnya adalah setiap manusia akan melalui proses hidup, manusia menuju suatu tujuan.
Kalau Nabi bersabda begini dan begitu, berarti akan melalui suatu proses.
Ilmu terakhir yang disampaikan Saiful adalah tentang pentingnya keimanan.
Sebagai manusia awam, kita tidak akan percaya akan keajaiban jika tidak ada keyakinan dalam hati. Jadi keimanan merupakan modal utama seseorang yang hidup di bawah naungan Islam.
Sumber: website resmi UMJ.
(geosurvey.co.id/muhammad Alvian Fack)