Wartawan geosurvey.co.id Choirul Arifin melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – AIDS Healthcare Foundation (AHF) Indonesia mendesak negara-negara Asia untuk mengupayakan keadilan dan keadilan dalam negosiasi Perjanjian Pandemi WHO yang mendekati tahap akhir.
AHF Indonesia percaya bahwa negara-negara Asia harus berupaya menciptakan sistem yang dapat membangun kesiapsiagaan dan respons terhadap epidemi serta melindungi semua negara.
AHF adalah organisasi AIDS terbesar di dunia, memberikan pengobatan kepada 2 juta orang di 48 negara, termasuk Afrika, Amerika, Asia-Pasifik dan Eropa.
“Melalui kesepakatan bersama untuk keadilan, kita dapat menciptakan Perjanjian Pandemi yang tidak hanya bermanfaat bagi Asia, namun juga membangun ketahanan, memastikan tidak ada wilayah yang berisiko terkena krisis di masa depan,” kata Asep Eka Nurhidayat, Direktur Program Nasional AHF. Indonesia. pada jumpa pers di Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Ia mengatakan, upaya besar negara-negara Asia, termasuk Indonesia, dalam memerangi sistem peradilan akan memberikan manfaat bagi negara-negara Asia, termasuk negara-negara miskin di seluruh dunia.
Potensi keberhasilan negara-negara Asia dan kerja sama di ASEAN dipandang sebagai kemungkinan untuk meningkatkan keamanan kesehatan di semua negara Asia dan negara-negara selatan.
Menurut Asep, apa yang terjadi selama pandemi Covid-19 menunjukkan sulitnya peluang mengakses layanan kesehatan, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Selama pandemi, akses terhadap vaksin dikendalikan oleh negara-negara kaya dan maju.
“Dengan mendorong pembangunan sektoral dan memanfaatkan berbagi teknologi, Asia dapat memimpin upaya menciptakan sistem global yang lebih baik dan terorganisir,” kata Asep.
AHF Indonesia membuat empat rekomendasi utama:
Pertama, produksi energi regional
Harus ada cara nyata untuk mendukung pengembangan vaksin, penyakit, dan perawatan medis umum di negara-negara selatan di dunia.
Hal ini memerlukan peta jalan yang berkomitmen pada transfer pengetahuan, keahlian, dan investasi berkelanjutan jangka panjang, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9, 10, dan 11 perjanjian pandemi.
Kedua, Transfer Teknologi
Hal ini untuk memastikan bahwa transfer teknologi tidak terbatas pada hasil yang bersifat sukarela dan terkoordinasi, namun memberikan fleksibilitas yang sama kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) seperti negara-negara kaya seperti Amerika Serikat dalam menanggapi keadaan darurat kesehatan dan pengambilan keputusan lainnya.
Ketiga, Keuangan Berkelanjutan
Kesepakatan mengenai hal ini harus memastikan komitmen jangka panjang yang mengikat negara-negara berpendapatan tinggi untuk mendukung kesiapsiagaan dan respons negara-negara berkembang dan berkembang. Kontribusi sukarela saja mungkin tidak cukup, sebagaimana dinyatakan dalam Bagian 20.
Keempat, Partisipasi Masyarakat Sipil
Tata kelola kesehatan global yang efektif kini mengakui pentingnya peran masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah lainnya dalam pengambilan keputusan.
Infrastruktur keamanan global harus seragam dan efektif untuk melindungi, mempersiapkan, dan merespons ancaman global.