Dilansir reporter geosurvey.co.id Danang Triatmojo
geosurvey.co.id, JAKARTA – Ulama Rocky Gerung turut berduka atas meninggalnya Benny Laos di Rumah Duka Sentosa, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Senin (14/10/2024).
Rocky mengenang Benny Laos sebagai sosok yang percaya diri dan ingin jujur dalam berpolitik.
Rocky mengaku sudah lama tidak mengenal Benny Laos.
Namun periode waktu yang singkat ini memungkinkan dia untuk lebih memahami pikiran orang yang meninggal.
“Tidak lama, tapi dalam waktu singkat saya tahu apa yang dipikirkan Benny Laos dan saya tahu dia menginginkan integritas dalam politik,” kata Rocky.
Benny bahkan menceritakan hal itu saat hendak mencalonkan diri pada pemilihan gubernur Maluku Utara. Saat itu, Rocky langsung menegaskan dirinya mendukung penuh niat Benny.
Namun, saat itu Benny enggan mencalonkan diri karena ia termasuk minoritas.
Pak Rocky saat itu juga mengatakan bahwa dirinya tidak peduli dengan kelompok minoritas. Yang terpenting, yang melamar kepemimpinan di daerah adalah tokoh-tokoh yang menginginkan perdamaian di Indonesia.
“Jadi Pak Benny adalah contoh warga negara yang ingin semua warga negara mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan keadilan. Secara sosial ada kebahagiaan dan saya mendukung Pak Beni ketika beliau mengatakan saya ingin memegang posisi memerintah negara.
“Katanya, saya minoritas. Saya bilang, saya tidak peduli siapa minoritas. Saya hanya peduli pada mereka yang menginginkan perdamaian di Indonesia, kesetaraan dalam pelaksanaan cita-citanya.”
Atas dasar itu, Rocky memandang keberagaman sosok Benny Laos harus didukung.
Terakhir, Rocky pamit kepada mendiang Benny Laos. Semasa hidupnya, beliau meninggalkan teladan yang baik di Morotai, Moluku Utara, yang dapat dijadikan pembelajaran bagi seluruh pemimpin, dan rasa percaya diri adalah langkah awalnya.
“Jadi Benny Laos santai saja. Segala kebaikan yang ditinggalkan di Morotai akan menjadi contoh bahwa pemimpin harus dimulai dengan rasa percaya diri,” kata Rocky.
“Jadi, Ben, halo. Saya masih berteman dengan Anda dan keluarga Anda, ”katanya. Sherly Tjoanda menceritakan saat terjadinya ledakan speed boat
Saat terbaring di ranjang rumah sakit, istri mendiang Benny Laos, Sherly Tjoanda, tangan kanannya masih infus, menemukan jenazah suaminya dimakamkan di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Subroto Jakarta pada Senin (14/10/2024) malam.
Masih mengenakan gaun pasien dan gaun medis berwarna hijau cerah, Sherly tiba di kamar mayat dengan ambulans RSPAD TNI.
Dokter rumah sakit yang mendampingi Sherly memperingatkan anggota keluarga di lokasi kejadian untuk tidak melakukan kontak fisik dengan pasien.
Sesampainya di rumah duka, kerabat dan keluarga menyambut Sherly. Sebuah suara menyemangatinya: “Bergembiralah, Ibu.”
Sherly membalasnya dengan tersenyum sambil melambai, tanda menyapa tanpa kontak fisik.
Kemudian dia didorong ke dalam kamar, di sebelah kanan peti mati suaminya. Di sana, Sherly memberikan sambutan seperlunya sebagai ungkapan rasa terima kasihnya kepada pihak keluarga atas dukungan moril yang begitu berharga bagi keluarga.
Sherly memperlihatkan kakinya yang dibalut perban mulai dari kaki hingga lutut.
“Maaf, suaraku agak pelan karena obat pereda nyeri,” ucap Sherly yang tampak menahan air mata sambil membuka tirai yang menutupi kakinya.
Bersama ketiga anaknya, Edberd, Edelin, dan Edrick, Sherly mengaku selalu mengira suaminya yang baik hati kepada orang lain itu akan berumur panjang.
“Saya selalu berpikir Benny akan panjang umur karena dia baik hati, selalu membantu orang, dia selalu, bahkan kepada orang yang belum terlalu mengenalnya,” ujarnya saat menggelar pertemuan. Kabinet. .
Ia kemudian bercerita tentang speedboat yang ditumpanginya dan suaminya meledak. Saat terbaring di ranjang rumah sakit, istri mendiang Benny Laos, Sherly Tjoanda, tangan kanannya masih infus, menemukan jenazah suaminya dimakamkan di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Subroto Jakarta pada Senin (14/10/2024) malam / Danang Triatmojo (Trunnews / Danang Triatmojo)
Perjalanan ini merupakan bagian dari kampanye aktif Benny Laos pada Pilgub Malut 2024.
Awalnya Sherly membujuk suaminya agar membatalkan niatnya beriklan di Taliabu. Penyebabnya karena Kabupaten Taliabu tidak mempunyai sumber daya dan fasilitas umum yang memadai, bahkan apoteknya pun tidak memiliki obat seperti panadol.
Setelah membujuknya untuk kedua kalinya, kakaknya Benny Lao setuju dengan Shirley untuk pulang lebih awal, dari yang semula 4 hari menjadi hanya 2 hari di Talibou.
Kelompok ini menghentikan pasokan pangan di Bobong, sebelah barat Taliabu. Saat merapat, Lambela 72 terisi minyak. Mendiang Benny Laos dan Sherly berada di atasnya.
Selama berada di atas kapal, Sherly awalnya berada di area terluar dan duduk di samping Benny Laos. Karena sudah menunggu sekian lama, ia memilih istirahat sendirian di kamarnya dan tertidur
Saat terbangun, Sherly mendapat informasi bahwa kapal telah selesai mengonsumsi bahan bakar. Namun perasaan aneh muncul saat bau minyak masuk ke dalam ruangan.
Katanya, baunya bukan seperti bahan bakar biasa, melainkan baunya tidak sedap. Saat hendak keluar, asistennya meminta Sherly tetap di kamar karena bau gas di luar lebih menyengat.
Beberapa saat kemudian, kapal itu tiba-tiba meledak. Sisi ruangan terkoyak akibat ledakan dan Sherly terlempar ke depan kapal.
“Biasanya bahan bakar yang kita suplai ke kapal bagus, saya tidak tahu kenapa kali ini kapalnya meledak,” ujarnya.
Saat itu, dia mencoba menyelam untuk mencari suaminya. Namun, dia tidak bisa menggerakkan kakinya karena luka akibat ledakan. Setelah itu dia ditarik ke darat.
Sherly dibawa ke puskesmas terdekat, sedangkan suaminya dilarikan ke rumah sakit.
Saat menghampiri suaminya yang sedang dalam masa pemulihan, hati Benny Laos masih ada. Sherly langsung berdoa untuk keselamatan suaminya.
Namun rumah sakit tempat Benny Laos dirawat tidak memiliki ruang gawat darurat. Peralatan pernapasan hanya sebatas pompa tangan, tanpa inkubator atau peralatan darurat medis lainnya.
“Pak Benny denyut nadinya masih ada, tapi dia belum bisa bernapas sendiri. Kalau sampai ada serangan jantung mungkin semuanya akan berbeda,” kata Sherly.
“Aku berdoa semoga tak mungkin Pak Benny berakhir di sini,” lirih Sherly sambil menangis tersedu-sedu.
Sherly penuh harap ketika dijanjikan helikopter akan menjemputnya. Namun hari sudah gelap dan Taliban tidak memiliki landasan pacu yang sesuai, sehingga helikopter bisa Tiba di lokasi kejadian keesokan harinya.
Ia khawatir karena suaminya hanya mendapat bantuan pompa air sederhana. Sementara itu, mereka harus menunggu 15 jam lagi hingga helikopter dapat menjemput mereka.
Setelah 3 jam berlalu, tubuh Benny Laos yang dibantu bom sederhana mulai mengeras dan wajahnya membiru. Dokter mengatakan tidak bisa melakukan perawatan karena tidak ada peralatan medis di rumah sakit.
“Di Taliabu mereka tidak punya apa-apa dan jalan rusak semua,” kata Sherly.
Sebagai penutup, Sherly mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dirinya dan almarhum hingga bisa kembali ke Jata.
Ia mengucapkan terima kasih dan permintaan maaf kepada masyarakat Maluku Utara. Sherly bersyukur atas sambutan antusias masyarakat Malut selama aktif kampanye.
Sherly juga mengucapkan terima kasih kepada kerabatnya termasuk Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang menjadi rekan golfnya mendiang dimana almarhum juga bertugas sebagai anggota tim khusus KSP.
Saya atas nama Benny meminta maaf karena tidak memenuhi harapan masyarakat Malut, ujarnya.
Bapak Sherly mengatakan, “Atas nama Bapak Benny Laos, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah menjadi bagian dari kehidupan Bapak Benny Laos.
Setelah itu, Sherly beserta keluarga dan kerabat dekatnya menghadiri upacara keagamaan.
Setelah 50 menit, Sherly dibawa kembali ke rumah sakit. Saat melintasi halaman luar, Sherly kembali mendapat tepuk tangan dari kerabatnya. Sekali lagi dia menanggapinya dengan mengucapkan terima kasih sambil menunjuk ke arah ambulans.