Koresponden Tribune News.com Lita Fabriani melaporkan
geosurvey.co.id – Hilirisasi sumber daya alam (SDA) menambah nilai suatu produk. Pengolahannya menjadi produk setengah jadi juga berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dampak positif hilirisasi dirasakan oleh masyarakat Pulau Obi, Maluku Utara. Menurut akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Agung Satrio Nugroho, perekonomian masyarakat desa meningkat dua kali lipat akibat turunnya nikel.
Keadaan yang meningkatkan perekonomian desa ini disebut boomtown. Boomtown mengacu pada kota atau komunitas yang mengalami pertumbuhan ekonomi dan populasi yang cepat dan tiba-tiba.
Istilah ini biasa digunakan untuk menggambarkan suatu kota yang berkembang pesat dalam waktu singkat, baik dari segi jumlah penduduk maupun uang.
Agung mengatakan dibandingkan tahun 2016 atau sebelum penurunan harga nikel, kawasan terbangun di Desa Kawasi, Pulau Obi, meningkat pesat.
Hal ini disebabkan adanya migrasi akibat kegiatan hilir. Jumlah penduduk dan luas wilayah terbangun meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2016.
“Kota ini merupakan kota yang berkembang pesat dalam hal jumlah penduduk, dengan jumlah penduduk yang meningkat dua kali lipat dalam waktu yang relatif singkat,” kata Agung dalam acara Business Indonesia Forum minggu ini.
Agung mencatat, dampak hilirisasi juga dirasakan pada sektor non-tambang yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah usaha ekonomi, khususnya pertokoan dan restoran.
Berdasarkan survei pada tahun 2014, hanya terdapat 17 toko di desa tersebut. Jumlah ini akan kembali bertambah menjadi 152 unit pada tahun 2024.
Selain itu, jumlah restoran juga mengalami peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun 2014 jumlah restoran nol atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada tahun 2024 jumlah restoran mencapai 38 unit.
Namun pertumbuhan tersebut harus diimbangi dengan penambahan fasilitas untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
Sedangkan fasilitas yang tidak berfungsi antara lain bidan, dokter, guru SD, balai masyarakat, possiandu, bahkan kantor dokter.
“Jika kondisi fasilitas umum yang ideal terpenuhi, maka Desa Kawasi diproyeksikan akan mencapai Kelas I yang berada tepat di bawah ibu kota kabupaten,” kata Agung.
Perusahaan pertambangan nikel di Pulau Obi saat ini adalah Harita Group yang telah beroperasi di sana sejak tahun 2010.
Harita mengelola sedikitnya 5.524 hektare lahan pertambangan di Pulau Obi. Operasi penambangan dilakukan oleh anak perusahaan PT TBP (NCKL), sedangkan pengolahan saprolit nikel kadar tinggi menggunakan fasilitas RKEF dilakukan oleh PT Megha Surya Partivi.
Di sisi lain, Harita juga mendukung upaya pemerintah untuk memasuki rantai pasokan baterai kendaraan global dengan mendirikan smelter berbasis HPAL.
Untuk pengolahan nikel atau limonit kadar rendah ini, Harita dipercayakan kepada anak usahanya, PT Halmehra Persada Legend (HPL).
Selain itu, banyak ekosistem nikel hasil karya Harita yang masih ada di Pulau Obi. Ekosistem ini mencakup pabrik feronikel yang dioperasikan oleh PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) dan PT OB Nickel Cobalt yang akan memproduksi nikel dan kobalt sebagai bahan utama kendaraan listrik.
Mulai dari rantai pasok nikel yang dikuasai Harita, perekonomian Pulau Obi, hingga wilayah Halmehra bagian selatan dan provinsi Maluku bagian utara.
Sebagai contoh, saat ini masyarakat setempat turut aktif membuka usaha untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan kegiatan pertambangan di Harita. Sebanyak 65 pemasok lokal mencapai omset bulanan sekitar Rp 11 miliar.