geosurvey.co.id – Harga pangan meroket di Gaza setelah 100 truk bantuan kemanusiaan yang dikirim ke Palestina dibajak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Menurut surat kabar “Guardian”, harga sekantong tepung dan susu kering masing-masing mencapai 1,5 juta dan 300 shekel.
Jumlah ini beberapa kali lebih tinggi dibandingkan sebelum perang, ketika sekantong tepung dipatok hanya 40 syikal dan susu kering sekitar 30 syikal.
Kenaikan harga pangan terjadi setelah Israel mulai membatasi akses warga Gaza terhadap bantuan pangan.
Akibat pembatasan tersebut, jumlah bantuan yang masuk ke wilayah Palestina yang terkepung telah turun ke titik terendah dalam 11 bulan, turun dari awalnya 600 truk menjadi 88 truk sehari.
Selain memberlakukan pembatasan tersebut, sekelompok kelompok bersenjata yang diduga merupakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) baru-baru ini dengan sengaja membajak ratusan kendaraan bantuan di Gaza.
Pejabat badan pengungsi PBB UNRWA mengatakan 97 dari 109 truk yang membawa makanan untuk pengungsi Gaza dari perbatasan Kerem Shalom ke Gaza “hilang” karena penjarahan.
“Dalam insiden tersebut, para pengemudi memaksa mereka turun dengan mengacungkan senjata, para pekerja bantuan terluka dan kendaraan rusak parah,” kata pejabat UNRWA.
UNRWA belum menyebutkan nama pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penjarahan tersebut, namun menyalahkan pelanggaran hukum dan ketertiban serta metode pemerintah Israel yang menciptakan lingkungan berbahaya. Gaza menderita kelaparan parah
Akibat penjarahan produk makanan, para ahli dari Komite Pengendalian Keamanan Pangan mengatakan kelaparan parah akan segera terjadi di bagian utara Gaza.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) yang menyatakan bahwa antara 75.000 hingga 95.000 orang di Gaza utara masih menghadapi kelaparan akut akibat krisis pangan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres juga menyatakan keprihatinannya terhadap situasi di Jalur Gaza, di mana 2,3 juta orang menghadapi krisis kemanusiaan.
Hal ini termasuk anak-anak di Gaza, yang saat ini terdampar dan mengalami kekurangan gizi parah di kamp-kamp pengungsi tanpa akses terhadap makanan.
Sejumlah pihak meyakini Israel sengaja menghancurkan sistem pangan Gaza sebagai bagian dari kampanye kelaparan yang lebih luas dalam perangnya melawan Hamas.
Pada saat yang sama, pemerintah Israel membantah bahwa mereka telah memblokir bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di Gaza, dan menyalahkan lambatnya pengiriman bantuan karena ketidakmampuan atau efisiensi badan-badan PBB. Pengungsi yang makan rumput
Menghadapi kelaparan yang semakin meningkat, para pengungsi harus memakan ikan sarden liar atau tanaman liar yang tumbuh di Gaza.
Umm Yusuf Awadi, salah satu pengungsi asal Gaza, mengatakan keluarganya harus makan rumput liar yang direbus dalam air tanpa nasi untuk bertahan hidup.
“Karena serangan Israel masih berlangsung, kami mengolah makanan, itu lebih baik daripada tidak makan,” jelas Awadiyeh.
Tak hanya itu, dampak krisis memaksa para pengungsi mengubah pakan ternaknya menjadi tepung.
Pengawas hak asasi manusia Euromed bahkan menggambarkan situasi di Gaza sebagai “perang kelaparan”.
“Kami tahu bahwa risiko kelaparan di Gaza sangat serius kecuali kami memberikan bantuan makanan dalam jumlah besar secara teratur,” kata Matt Hollingworth, direktur regional WFP.
(Ttibunnews.com/Namira Yunia)