Laporan koresponden geosurvey.co.id Rahmat W Nugraha
geosurvey.co.id, JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang ulang terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong atau Tom Lembong.
Pada sidang lanjutan Kamis (21/11/2024), agendanya adalah mendengarkan pendapat ahli dalam perkara tersebut.
Majelis hakim meminta mantan Menteri Perdagangan Tim Lembong hadir secara online.
“Hanya melalui Zoom kita akan mendengar apa yang ingin disampaikan oleh tersangka (Tom Lembong). Besok kita akan mendengarkan kesaksiannya,” tegas Hakim Tumpanuli Marbun dalam perkara kemarin.
Sementara itu, saat ditemui usai persidangan, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan kliennya akan memaparkan hubungan mereka sebelum mantan Menteri Perdagangan itu menunjuk pengacaranya sendiri.
“Ini terkait dengan waktu kami tidak mendampinginya,” jelas Ari.
Sementara itu, dalam perkara hari ini, pihak Tom Lembong juga berencana menghadirkan 6 orang saksi ahli dalam kasus tersebut. Lima saksi sedang offline dan satu sedang online.
Sekadar informasi, Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan RI pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Kejaksaan menetapkannya sebagai salah satu tersangka impor gula.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan mantan direktur Perusahaan Pengusaha Indonesia (PPI) berinisial CS dalam kasus yang diduga merugikan pemerintah sebesar Rp400 miliar.
Kerugian yang diderita pemerintah akibat tindakan impor gula dari dalam negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kerugian negara kurang lebih Rp 400 miliar, kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung. . Kantor, Abdul Qohar. , dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Abdul Qohar menjelaskan, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula mentah sebanyak 105.000 ton pada tahun 2015.
Padahal, saat itu Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu mengimpornya.
Namun pada tahun yang sama, yakni 2015, Menteri Perdagangan Pak TTL memberikan izin impor gula mentah sebanyak 105.000 ton ke PT AP untuk kemudian diolah menjadi gula putih, kata Qohar.
Selain itu, Qohar mengatakan impor gula PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait dan tanpa ada rekomendasi dari kementerian untuk menentukan kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang boleh keluar dari gula sebaiknya hanya perusahaan pemerintah.
Sementara MA diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta mengimpor gula. Kemudian muncul PT PPI yang membeli gula.
Faktanya, kedelapan perusahaan tersebut sempat menjual gula pasir di pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilo atau lebih mahal dari harga eceran tertinggi (HET) saat itu sebesar Rp 13.000 per kilo. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan tersebut.
Atas jual beli gula mentah yang telah diolah menjadi gula putih, PT PPI mendapat fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut sebesar Rp105 per kilo, kata Qohar.
Kini mantan Menteri Perdagangan itu mengajukan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.