Reporter Tribune News, Dennis Destrivan melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 12 persen mulai 1 Januari 2025 dikhawatirkan akan memberatkan para pengusaha, khususnya di sektor pertambangan.
Anggota Komisi
Jika kebijakan ini diterapkan, sektor pertambangan mungkin akan menghadapi permasalahan lain.
Menurut dia, kenaikan pajak pertambahan nilai bisa berdampak langsung pada biaya operasional dan daya saing produk pertambangan Indonesia di pasar domestik dan internasional.
“Sektor pertambangan menghadapi tantangan yang serius, mulai dari harga bahan baku yang berfluktuasi, biaya eksplorasi yang tinggi, dan peraturan yang sering berubah.”
“Jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen maka pengusaha pertambangan akan bertambah. Ini akan memperburuk lingkungan investasi dan menghambat perkembangan usaha,” ujarnya di Jakarta, Jumat (22 November 2024).
Namun Jalal juga mengusulkan solusi untuk meningkatkan pendapatan pemerintah tanpa membebani pengusaha pertambangan.
Menurut dia, pemerintah bisa memperbaiki regulasi dan proses perizinan pertambangan agar lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.
Ia mengusulkan pelonggaran izin pertambangan yang pada akhirnya bisa mengurangi praktik penambangan ilegal atau penambangan tanpa izin.
Sebab dengan perbaikan izin pertambangan dan transparansi, banyak pelaku pertambangan ilegal yang beroperasi di luar kendali terdorong beralih ke pertambangan legal.
“Dengan cara ini, pemerintah tidak hanya menerima pajak dari perusahaan pertambangan berizin, tetapi juga mengurangi kerusakan akibat penambangan ilegal yang merusak lingkungan dan tidak terkendali,” kata Jalal.
Ia menambahkan, pemerintah harus mengambil pendekatan holistik dalam pengelolaan sektor pertambangan, termasuk keseimbangan antara kepentingan keuangan pemerintah dan keberlanjutan usaha.
Pengusaha pertambangan yang sudah memiliki izin dan beroperasi sesuai peraturan harus didorong agar lebih untung, sedangkan penambangan liar harus dihilangkan dengan kebijakan yang lebih komprehensif.
Sebelumnya, pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP).
Pemberlakuan PPN sebesar 12 persen dapat mengurangi pendapatan masyarakat, kata Neil Al Hadi, ekonom di Pusat Ekonomi dan Hukum. Hal ini dinilai bertentangan dengan pertumbuhan ekonomi.