Reporter Tribune News, Rena Ayo melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan sejumlah ketentuan membuat produk tidak bisa mendapatkan sertifikasi halal.
Hal ini tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 tentang Nama Produk, Bentuk dan Kemasan yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.
Fatwa tersebut ditandatangani oleh KH Hasanuddin Abdulfattah dan Prof KH Isroon Niam Shuleh yang saat itu menjabat sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI.
Ketentuan berikut dikutip dari versi MUI:
Pertama, produk yang menggunakan nama dan/atau simbol ketidakpercayaan, maksiat dan/atau berkonotasi negatif.
Kedua, produk yang menggunakan nama benda/hewan terlarang.
Fatwa yang dikeluarkan pada Kamis (17/10/2024) itu berbunyi, “Kecuali bagi yang memiliki tradisi (’urf) yang dipastikan tidak mengandung bahan-bahan terlarang.”
Apalagi menurut anggapan umum, tidak ada kekhawatiran dalam penafsiran izin memakan hewan terlarang tersebut. Ia juga memiliki arti lain yang terkait dan dialami dalam penggunaan umum.
Ketiga, syarat produk yang tidak bisa bersertifikat halal adalah produk berupa babi dan anjing yang memiliki desain berbeda.
Keempat, produk yang menggunakan kemasan dengan gambar babi dan anjing sebagai fokus utamanya.
Kelima, produk yang berasa/berbau benda atau binatang terlarang.
Keenam, produk yang menggunakan kemasan dengan motif dan/atau gambar seksual dan cabul