Mengutip pernyataan tegas Prabow Subiant soal “ikan busuk kepala”, Hardjuno menegaskan persoalan itu harus diselesaikan oleh manajemen puncak.
geosurvey.co.id, JAKARTA – Polisi terus membongkar jaringan situs game online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Teknologi Digital (Komdigi).
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menjelaskan, terungkapnya kasus perjudian online ini merupakan cerminan dari mentalitas korupsi yang masih melekat pada birokrasi Indonesia.
Karena itu, dia meminta tindakan serius untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
“Maka saat ini perlu langkah nyata perbaikannya berupa teknologi dan budaya,” kata Hardjuno, Selasa (11/5/2024) di Jakarta.
Menurut dia, peristiwa penyitaan jaringan perjudian online Komdiga menegaskan lemahnya sistem pengendalian internal kementerian.
“Kasus ini merupakan sebuah kegagalan serius di kantor. Alih-alih menjalankan tugasnya sebagai penjaga moralitas digital, para pejabat malah menyalahgunakan kewenangannya. Bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat,” Hardjuno ditunjukkan.
Hardjuno mengaku prihatin dengan kasus promosi game online di Komdigan.
Selain itu, pegawai Komdigi diduga menjadi sponsor situs judi online.
Ironisnya, pejabat yang didakwa menghapus konten ilegal diduga menggunakan posisinya untuk melindungi situs yang merugikan masyarakat.
“Game internet telah membuat masyarakat tidak bahagia dan juga banyak terjadi kasus bunuh diri, dimana para suami membakar istrinya karena terlibat dalam game online,” jelasnya.
Hardjuno menyarankan keterlibatan teknologi pengawasan terkini diperlukan untuk menyelesaikan masalah korupsi di pemerintahan.
Teknologi ini memberikan langkah nyata untuk meningkatkan etos kerja dan budaya birokrasi mulai dari korupsi hingga pelayanan publik.
Mengutip pernyataan tegas Prabow Subiant soal “ikan busuk kepala”, Hardjuno menegaskan persoalan itu harus diselesaikan oleh manajemen puncak.
“Pimpinan institusi harus memiliki integritas yang kuat untuk ditiru oleh bawahannya,” ujarnya.
Hardjuno menambahkan, kejadian tersebut merupakan peringatan untuk memperkuat sistem pengendalian tindakan dan perilaku petugas.
“Ini bukan hanya persoalan satu atau dua orang saja, ini merupakan representasi kelemahan sistemis dalam pengawasan dan penegakan integritas di lingkungan kerja pemerintah,” jelasnya.
Hardjuno juga menekankan pentingnya penguatan sistem pengendalian internal dan penindakan di kementerian.
Pengawasan internal harus lebih ketat dan setiap pegawai harus diawasi, agar tidak menyalahgunakan kewenangannya. Selain itu, perlu dilakukan penindakan tegas dan transparan terhadap pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam tindakan korupsi, jelasnya.
Selain itu, penguatan etos kerja dan pelatihan antikorupsi harus terus didukung.
Hardjuno mengatakan, membangun karakter antikorupsi pada pegawai memerlukan pendekatan sistemik yang mencakup pembelajaran berkelanjutan dan penerapan teknologi secara transparan.
“Setiap pegawai harus memahami bahwa dirinya bekerja untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” ujarnya. Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Hardjuno mengusulkan integrasi teknologi berbasis kecerdasan buatan untuk memantau aktivitas dan kebijakan internal secara otomatis secara real time.
“Dengan teknologi yang tepat, anomali atau aktivitas mencurigakan dapat dideteksi secara tepat waktu. Hal ini akan membuat manipulasi dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi lebih sulit,” jelasnya.
Teknologi ini, kata Hardjuno, juga harus digunakan dalam mekanisme pelaporan. Pegawai publik dan pegawai internal harus memiliki cara yang aman untuk melaporkan pelanggaran tanpa takut akan konsekuensi negatifnya.
Ke depan, menurut Hardjun, tantangan terbesarnya adalah mengubah budaya kerja di kementerian agar lebih transparan dan bertanggung jawab.
“Indonesia membutuhkan birokrasi yang bersih dan berintegritas untuk menjamin pelayanan publik ditujukan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi.”
Hardjuno menegaskan, kasus tersebut harus menjadi titik balik bagi pemerintah, tidak hanya untuk menegakkan hukum terhadap pelakunya, tetapi juga mengubah cara kerja birokrasi menjadi lebih terbuka dan jujur guna menjaga kepercayaan masyarakat.
“Dengan langkah nyata dan penguatan sistem pengawasan, Indonesia diharapkan dapat menciptakan lingkungan birokrasi yang bebas dari pemikiran koruptif, sehingga menjadikan negara ini lebih bersih dan kuat,” tegas Hardjuno.