Laporan reporter geosurvey.co.id, Fahmi Ramadhan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kembali diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) usai ditetapkan sebagai tersangka kasus impor gula.
Tom kembali diperiksa hari ini, Jumat (1/11/2024) oleh penyidik Jaksa Penuntut Umum Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) di Kejaksaan Agung.
“Saya sudah cek, hari ini (Tom Lembong) sudah diperiksa lagi,” kata Ketua Penkum Jaksa Agung Harli Siregar, Jumat (1/11/2024) saat dikonfirmasi.
Namun Harli belum membeberkan secara rinci apa saja yang akan diusut Tom Lembong terkait penyidikan lanjutan kasus impor gula tersebut.
Dia hanya mengatakan, itu domain penyidik yang mendalaminya.
“Beliau peneliti yang paham (materi ujian),” tutupnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
“Setelah melakukan penyidikan dan menemukan cukup bukti, kami menetapkan TTL Menteri Perdagangan periode 2015-2016 sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar dalam konferensi pers. . di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
Sekadar informasi, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Ia juga pernah menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada periode pertama Presiden Joko Widodo.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga mendakwa mantan direktur Perusahaan Dagang Indonesia (PPI) berinisial CS dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 400 miliar.
“Kerugian negara akibat undang-undang impor gula yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, kerugian negara kurang lebih Rp 400 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus di Kejaksaan Agung. . Abdul Qohar. , dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Abdul Qohar menjelaskan, Tom Lembong memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula pasir mentah sebanyak 105.000 ton pada tahun 2015.
Padahal, Indonesia saat itu surplus gula sehingga tidak perlu impor.
Namun pada tahun yang sama, yakni 2015, Menteri Perdagangan yaitu Pak TTL memberikan izin impor gula pasir mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk kemudian diolah menjadi gula pasir putih tersebut, kata Qohar.
Lebih lanjut, Qohar menyatakan, impor gula dari PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait dan tanpa ada rekomendasi dari kementerian untuk menentukan kebutuhan sebenarnya.
Tak hanya itu, perusahaan yang boleh mengimpor gula hanya boleh BUMN.
Sementara CS mengizinkan delapan perusahaan swasta mengimpor gula. PT PPI kemudian tampak membeli gula.
Faktanya, kedelapan perusahaan tersebut menjual gula ke pasar dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dari harga jual tertinggi (HET) saat itu sebesar Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan tersebut.
“Dari pembelian dan penjualan gula pasir mentah yang diolah menjadi gula pasir putih, PT PPI mendapat fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut sebesar Rp105 per kilogram,” ujarnya kepada Qohar.