Laporan reporter geosurvey.co.id Rina Ayu
geosurvey.co.id, JAKARTA – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Ina Agustina mengatakan pemberantasan HIV/AIDS pada tahun 2030 di Indonesia masih jauh dari tujuan.
Stigma, diskriminasi dan kurangnya kesadaran sosial telah menciptakan hambatan terhadap layanan dan pengobatan, terutama bagi kelompok marginal seperti masyarakat yang terkena dampak parah, termasuk pengguna narkoba suntik, pelacur, kelompok sasaran, LSL dan transgender.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2024, hingga September, sebanyak 356.802 orang atau 71% dari 503.261 orang dengan HIV atau ODHIV di Indonesia mengetahui status HIV-nya.
Namun, hanya 64% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status pengobatan HIV mereka, dan hanya 49% orang yang hidup dengan HIV yang diobati, menjalani tes viral load, dan mengalami penekanan virus.
“Jumlah ini masih jauh dari tujuan global 95-95-95 dan kami menyadari terdapat sejumlah tantangan dalam mencapai tujuan penghapusan HIV-AIDS dan penyakit menular seksual lainnya,” kata Ina Agustina. Minggu (12 Januari 2024).
Untuk itu diperlukan kemajuan dan inovasi untuk menjawab tantangan pemberantasan HIV-AIDS di dunia.
“Kita memerlukan komitmen terpadu terhadap hak asasi manusia. Kesehatan bukan hanya sebuah keistimewaan namun juga merupakan hak dasar setiap orang. “Ini berarti kita harus memastikan bahwa setiap orang, apapun kondisinya, dapat mengakses layanan dan dukungan kesehatan yang berkualitas,” katanya.
Sementara itu, mengatasi tantangan sistemik seperti kemiskinan, ketidaksetaraan gender dan kurangnya pendidikan yang memperburuk kerentanan terhadap HIV harus menjadi tindakan prioritas.
Keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk misi ini.
“Pendidikan dan kesadaran tetap menjadi alat yang ampuh. Pastikan orang yang hidup dengan HIV, keluarga dan komunitasnya mendapat tempat dan dukung mereka dalam pengambilan keputusan. Pengalaman dan pengetahuannya sangat berharga. “Dengan meningkatkan pemahaman dan menghilangkan kesalahpahaman yang berbahaya, kita dapat melawan stigma seputar HIV AIDS,” kata Dr. Ina.