geosurvey.co.id, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui ada pejabat negara (ASN) yang tidak netral pada pemilu serentak 2024.
ADN tidak netral karena diundang atau ditawari menjadi salah satu calon utama di daerah.
Hal itu disampaikan Tito saat menghadiri rapat kerja dengan Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Tito awalnya menyebut persoalan ASN yang tidak netral dalam pemilu merupakan sebuah dilema.
Kata dia, mencari solusi permasalahan ini harus bersatu.
Menurut Tito, banyak ASN yang tidak netral dalam pemilu yang masih berada di level Sekretaris Daerah (Sekda).
Banyak juga dari mereka yang menawarkan diri kepada pasangan calon untuk membantu mereka menang.
“Karena ASN, Sekda dan di bawahnya, cenderung diundang, diminta mendukung pasangan calon, baik petahana maupun lawannya. Tapi saya mau jawab seperti ini pak, bukan sekedar tanya pak. Kadang ada juga mereka yang menawarkan dirinya, Pak (hehehe), kepada mereka yang berpikir: “Dia pikir dia bisa menang karena pemilu,” kata Tito.
Tito menjelaskan, dukungan ASN terhadap calon menikah tidak sia-sia.
Kebanyakan dari mereka meminta kompensasi promosi setelah membantu kemenangan.
“Nah, kemudian bapak mencari cara agar jasa bapak bisa diterima. Supaya jasa bapak ada setelah itu, bisa bertahan atau dipromosikan, dipromosikan. Nah, itu wajar saja terjadi,” kata Tito sambil tertawa.
Lebih lanjut, Tito juga mengutarakan, ASN yang tidak netral di daerah juga punya risiko tersendiri.
Sebab, jika calon yang didukungnya kalah, maka lawannya bisa mencopotnya dari jabatan tersebut.
“Saya kira itu yang terjadi di pemerintahan mana pun, seperti di pemerintahan Korea, di Malaysia, ini sudah terjadi beberapa kali, sekarang di Suriah, seperti itu, ganti pemerintahan, ganti rakyat. Mereka yang tidak cepat berubah, mereka Terdampak. Yang cepat berbalik aman,” jelasnya.
Di sisi lain, mantan Kapolri ini menyebut pemerintah terus berupaya membenahi ASN yang tidak netral. Penguatan regulasi adalah salah satunya.
“Apakah dengan memperkuat aturan lalu mengusulkan lembaga yang bisa menjadi juri untuk melindungi mereka, mungkin Kemenpan RB atau BKN, agar mereka tetap profesional dalam menjalankan tugasnya, apapun pemimpin politiknya?” dikatakan.
Beberapa waktu lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini menegaskan, ASN tidak boleh berpihak pada orientasi politik tertentu.
“Pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN didasarkan pada prinsip netralitas, artinya tidak ada pegawai ASN yang tidak berpihak pada pengaruh apapun dan tidak berpihak pada kepentingan siapapun,” tegas Menteri Rini.
Rini menjelaskan, ada beberapa hal yang kerap dilanggar ASN.
Pertama, dukungan dana yang diperoleh untuk pembuatan aksesoris baik kampanye maupun razia fajar.
Kedua, kegiatan proyek seringkali ‘dipercayakan’ kepada APBD untuk tujuan politik.
Ketiga, adanya permintaan bantuan dalam menggerakkan massa saat menyatakan atau berkampanye.
Sedangkan bidang keempat adalah mobilisasi suara baik dari ASN maupun masyarakat seperti RT, RW, kelurahan, dan kelurahan.
Ada juga intimidasi dan hasutan terhadap jabatan ASN yang dilakukan oleh pimpinan daerah yang ikut serta dalam perselisihan politik, kata Rini.
Netralitas ASN sejalan dengan nilai-nilai inti ASN yaitu kejujuran.
ASN berkomitmen dan mengutamakan kepentingan negara dan negara.
Meski tidak diperbolehkan berpartisipasi aktif dalam politik praktis, ASN tetap mempunyai hak berpolitik, khususnya dalam pemilu.
ASN dituntut netral untuk menghindari spekulasi pilkada dipengaruhi pihak tertentu, serta membangun dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
“ASN memastikan pelayanan publik tidak dipengaruhi oleh pertimbangan politik, memastikan kebijakan pemerintah fokus pada kepentingan publik,” jelas Menteri Rini.
Ada beberapa peraturan yang mendasari prinsip netralitas ASN, di antaranya UU No. 20/2023 tentang ASN, dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan Netralitas dan Pengawasan Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilu pun dikukuhkan.
SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Kepala BKN, Ketua Komisi ASN, dan Ketua Bawaslu.
“Pedoman ini merupakan salah satu perlindungan bagi ASN agar mereka mudah memahami apa yang tidak boleh dilakukan,” jelas Menteri Rini.
SKB tersebut juga menjadi landasan bagi ASN untuk memberikan penjelasan jika berada dalam situasi yang mungkin melanggar netralitas.
Aturan lainnya ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri PANRB No. 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan Netralitas dan Pengawasan Pegawai Pemerintah Non Pejabat Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilu; HE Menteri PANRB No. 18/2023 tentang Netralitas bagi pegawai yang pasangannya (pasangan) berstatus Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Calon Anggota Legislatif, dan Calon Presiden/Wakil Presiden; dan HE Menteri PANRB No. 404/2024 tentang Pengalihan Penyelenggaraan Sistem Merit kepada Manajemen ASN (termasuk Pengalihan Fungsi Pengawasan Netralitas dari KASN ke BKN).
Rini mengingatkan seluruh ASN untuk bijak dalam menggunakan media sosial, terutama saat kampanye.
“ASN harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial, terutama di lingkungan kampanye pemilu saat ini. Kami menghimbau agar ASN tidak melakukan kampanye atau berinteraksi di media sosial dengan memposting, berkomentar, membagikan link, atau memberikan ikon serupa,” kata Menkeu. Rini. (jaringan tribuna/igm/dod)