Dennis Destriavan dari geosurvey.co.id melaporkan
TRIBUNNEWS.
Budi Ari menjelaskan, data konsumsi susu Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 4,4 juta ton. Sementara produksi dalam negeri saat ini hanya sekitar 838 ribu atau 20 persen kebutuhan susu nasional.
Oleh karena itu, industri harus menyerap susu industri sebanyak-banyaknya. Namun permasalahannya adalah negara pengimpor susu mendapatkan keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.
Hal ini membuat harga produk mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan harga susu eksportir dunia, kata Budi Ari dari kantor Kementerian Koperasi di Jakarta, Senin (11/11/2024).
Budi Ari mengatakan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah akan melakukan kajian terutama dari sisi regulasi agar tidak merugikan petani lokal. Tantangan lainnya adalah industri pengolahan susu (IPS) tidak mengimpor susu segar, melainkan dalam bentuk susu bubuk.
. , “Ini baru karena melalui proses yang berbeda,” jelas Budi Ari.
Budi Ari menjelaskan, saat ini terdapat 59 koperasi susu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Jumlah sapi di koperasi susu akan berjumlah 227.615 ekor pada tahun 2023, dan peternakan saat ini akan memiliki 32.000 ekor sapi perah.
Produksi susu tahunan di koperasi susu adalah 407.000 ton, atau 29 persen, dari peternakan sapi perah, dan 164.000 ton, atau 29 persen, dari peternakan modern.
“Dengan demikian, koperasi, khususnya koperasi susu, menyumbang 79% produksi susu sapi,” tambah Budi Ari.
Dari segi kuantitas dan kualitas, rata-rata produksi susu harian di koperasi susu adalah 8-12 liter per ekor. Sedangkan di peternakan sapi perah modern, produksi hariannya minimal 25 liter per ekor.
99 persen sapi perah berada di pulau Jawa, dimana hanya terdapat satu peternakan sapi perah dengan 4.000 orang di Sumatera Utara, yang dimiliki oleh cabang industri susu Indonesia, dan 1.000 sapi perah di Selatan. Sulawesi.
Saat ini produksi susu nasional dikelola oleh koperasi yang merupakan mayoritas produksi susu segar, dimana koperasi memproduksi susu yang kemudian dialihkan ke IPS.
“Hal ini mengikat erat koperasi susu dengan kontrak pengadaan susu dari industri pengolahan susu atau IPS. Bahkan, hingga triwulan II tahun 2023, beberapa IPS di Jawa Timur telah mengurangi penyerapan susu dari koperasi susu karena berkurangnya permintaan konsumen,” Budi Ari menjelaskan.
Hal ini menyebabkan penumpukan stok susu di cold store milik koperasi susu, yang pada akhirnya mengharuskan koperasi susu tersebut mengalihkan produksi susunya ke IPS besar di Jawa Barat, sehingga produknya didiversifikasi menjadi susu bubuk utuh.
Situasi ini hanya bersifat sementara dan akan berakhir ketika kondisi perekonomian membaik. Penawaran dan saran langsung memastikan IPS atau pabrik dapat menyerap produk peternak dan koperasi susu secara maksimal, kata Budi Ari.
Menurut Buda Ari, Kementerian Koperasi akan bekerja sama dengan koperasi susu dan IPS untuk memastikan penerapan koperasi produksi susu di Indonesia. Kementerian Koperasi juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengkaji ulang aturan impor susu.
Ketiga, pemerintah akan mempertahankan program pemberian makanan gratis yang mengandalkan produksi susu dalam negeri, tambah Budi Ari.
Selain itu, Kementerian Koperasi mengarahkan Lembaga Pengelola Dana Revolusi (LPDB) untuk membiayai koperasi susu untuk meningkatkan volume dan kualitas produksi, serta mendorong koperasi susu untuk masuk ke produk susu.
“Dan yang terakhir adalah meningkatkan standar kualitas produksi melalui kemitraan antara pabrik dengan koperasi atau petani dalam teknologi produksi dan teknologi penyimpanan koperasi susu, dan kelebihan produksi harus diproses sesuai dengan standar proses yang berkualitas tinggi.” tambahnya Budhi Ari.
Menurut dia, koperasi harus merencanakan atau menciptakan produk lain seperti minuman pasteurisasi, yoghurt, dan keju untuk mengolah susu tersebut. Lalu ada kerjasama antar lembaga khususnya BRIN dalam pembentukan bibit yang berkualitas, satu ekor sapi perah bisa menghasilkan susu minimal 25 liter per hari.
Sebelumnya, produsen susu biasa membuang 30-50 ribu liter atau 400 juta liter susu mentah di Boyolala karena ditolak oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) karena pembatasan kuota.
Di Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, ratusan produsen susu dan pengumpul susu menggelar aksi protes pada Sabtu (11/09/2024) dan mendesak pemerintah menanggapi masalah yang mereka hadapi dengan serius.
Para peternak yang berunjuk rasa melakukan aksi membuang 50.000 liter susu di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winong di Boyolali.
Petani juga membagikan 1.000 liter susu gratis kepada warga, termasuk di Monumen Tumpah Susu, Boyolali.
Koordinator peternakan Srino Bongol mengatakan pihaknya memprotes kebijakan pemerintah yang membatasi kuota susu lokal untuk IPS. Menurut dia, keterbatasan ini membuat pasar tidak banyak menyerap susu Boyolali dan terbuang percuma.
“Kami mewakili puluhan ribu peternak di wilayah Boyolali yang saat ini menangis karena kondisi industri susu di Indonesia yang membatasi kuota produk kami,” kata Sriono Bonggol.
Sriyono mengatakan pembatasan IPS mengakibatkan ribuan liter susu terbuang sia-sia bagi para peternak Boiolali. Kebanyakan susu hanya dikumpulkan di perusahaan dagang (UT) atau koperasi.
Peternak Boyolali menduga kebijakan pembatasan kuota IPS ada kaitannya dengan kuota impor susu. Menurut Sriyono, susu impor memenuhi 80 persen kebutuhan susu dalam negeri, sedangkan produk susu lokal memenuhi sekitar 20 persen.
“Sekecil apapun pasarnya, produksi lokal kita harusnya terserap semua. Kalau pemerintah dan industri lebih memilih produksi susu lokal kita. Ini yang menjadi alasan utama tindakan tersebut,” ujarnya.