geosurvey.co.id – Pemerintah menetapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kebijakan yang diumumkan pada Senin (16/12/2024) dan berlaku mulai 1 Januari 2025 ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mendukung pembangunan nasional.
Namun kebijakan ini tidak luput dari perhatian masyarakat. Kekhawatiran muncul di masyarakat terhadap dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kenaikan PPN sebesar 12% ini hanya berpotensi meningkatkan inflasi sekitar 0,3 persen per tahun. Jumlah ini diperkirakan masih terkendali.
Deputi Bank Indonesia (BI) Aida S Budiman menjelaskan dampak kenaikan PPN 12% terhadap inflasi hanya sebesar 0,2 persen dan menurut Aida tambahan inflasi tersebut tidak besar.
Pasalnya, barang yang dikenakan PPN merupakan barang berkualitas tinggi seperti makanan berkualitas tinggi, layanan pendidikan dan kesehatan medis berkualitas tinggi, serta listrik rumah tangga berkapasitas 3.500-6.600 VA.
Jawabannya tidak. Karena hasil perhitungan kita dari prakiraan tersebut kira-kira diatas 1,5-3,5 persen dari sasaran inflasi kita pada tahun 2025, kata Aida. .
Namun, Aida mengatakan kenaikan harga yang terjadi bukan sekadar dampak dari tarif PPN. Namun hal ini juga dipengaruhi oleh faktor harga komoditas global. Dengan demikian, ketika harga komoditas dunia turun maka harga kebutuhan pokok juga bisa turun.
“BI akan terus menerapkan konsistensi kebijakan moneter untuk mengarahkan ekspektasi inflasi agar tetap berada dalam sasaran 1,5-3,5%.
Sedangkan untuk dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, Aida mengatakan dampaknya tidak terlalu besar yakni berkisar 0,02% hingga 0,03%.
Misalnya, insentif yang diberikan harus memberikan Insentif PPN Negara (DTP) sebesar 1 persen atau hanya dikenakan tarif sebesar 11 persen.
Untuk menjaga stabilitas harga komoditas, pemerintah juga menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN DTP) sebesar 1% terhadap tepung terigu merek Minyakita, gula industri, dan minyak goreng grosir.
Selanjutnya diberikan bantuan pangan dan beras untuk zakat fitrah ke-1 dan ke-2 sebanyak 10 kg per bulan. Selain itu, untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, listrik yang dipasang di bawah atau sampai dengan 2200 volt amp (VA) mendapat diskon 50 persen selama 2 bulan.
Terakhir, kata dia, dampak minimal ini dinilai karena adanya sejumlah paket kebijakan pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan PPN.
Menurut Aida, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan, berdasarkan perhitungan pemerintah, inflasi saat ini masih rendah yaitu 1,6%. Sedangkan pada tahun 2023-2024, inflasi Indonesia berada pada kisaran 2,08%.
Femrio kembali menegaskan, pemerintah meyakini tingkat inflasi masih berada dalam kisaran yang ditentukan dalam APBN 2025, yakni 1,5-3,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 diperkirakan masih akan tumbuh di atas 5,0%. Dampak kenaikan PPN menjadi 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tahun 2025 akan tetap sesuai dengan target APBN sebesar 5,2% yang ditutup Febrio dengan keterangan tertulis, Sabtu (21/12).