TribuneNews.com, Jakarta – Kisah Masin (14) yang membunuh ayah kandungnya APW (40) dan nenek RM (69) di Kompleks Apartemen Taman Bona Inda di Lebak Bulus, Silandak, Jakarta Selatan, Sabtu, terungkap. (30/11/2024) Hari-hari pertama.
Tetangga dan bibinya berbeda pendapat tentang penampilan MAS.
Bibinya mengatakan kehidupan sehari-hari di MAAS seperti anak usia 14 tahun pada umumnya.
Meski agak pendiam, MAS tetap mudah didekati saat diminta berbicara dengan anggota keluarganya.
“Tapi kalau dilihat dari pernyataan tante dan kakeknya kemarin, anak itu agak tertutup, tapi tidak terlalu terbuka, jadi biasa saja. Jadi biasa saja, kalau diajak ngobrol, dia nyambung,” ujarnya.
Di sisi lain, tetangga korban, RS (70), membeberkan akun MAS.
Di mata para tetangganya, Shua dikenal sebagai remaja yang sangat baik.
Normalnya, anak usia 14 tahun bersikap ramah jika bertemu dengan orang yang lebih tua.
“Kalau kita ketemu beliau (MA) selalu menyapa,” ujarnya seperti dikutip Tribun Jakarta.
Sebelum kejadian berdarah tersebut, RS belum pernah melihat adanya keributan di rumah tetangganya.
Dia berkata, “Saya juga tidak mendengar suara apa pun di rumah korban. Citra korban di mata tetangga
Tetangga korban RS (70) kaget dan tak menyangka akan terjadi pembunuhan.
Sebab MAS tahu dirinya jauh dari kenakalan remaja.
Kenyataannya 180 derajat malah sebaliknya, aku tahu kalau Shua adalah orang yang sangat baik.
Normalnya, anak usia 14 tahun bersikap ramah jika bertemu dengan orang yang lebih tua.
Pada 30/11/2024 (30/11/2024), Kompas.id mengutip ucapannya, “Kalau kita ketemu, dia (MAS) selalu menyapa.”
Bahkan, ia dikenal sebagai remaja yang gemar beribadah MAS.
Sebelum kejadian berdarah tersebut, RS belum pernah melihat adanya gangguan di rumah tetangganya.
“Saya tidak mendengar suara apa pun di rumah korban.
Agus Sulizwanto, 55, seorang pedagang bakso keliling, senada dengan MA.
Ia sering mengunjungi M.A. saat berkeliling di kawasan pemukiman.
Menurut Agusin, MA adalah sosok yang pendiam namun ramah terhadap semua orang.
“Saya melihat MA ketika saya berolahraga dan ketika saya berdoa,” tambahnya.
MA dikenal sebagai orang yang tidak suka bersosialisasi.
“Saya tidak menyangka menjadi penjahat yang membunuh keluarganya,” tambahnya. Seorang psikolog forensik menjelaskan
Psikolog forensik Reza Indragiri mengomentari bocah 14 tahun yang membunuh ayah dan neneknya di Jakarta Selatan.
Dia menjelaskan, menghadapi pelaku dewasa itu berbeda.
“Tentunya dalam menghadapi pelaku kejahatan dewasa dan pelaku kekerasan terhadap anak, kita harus memiliki cara pandang dan sikap yang berbeda,” jelasnya, Minggu (1/12/2024).
Bagi pelaku yang berusia dewasa, kata Reza, tidak perlu mendalami terlalu dalam motifnya melakukan kejahatan.
Sebab tanggung jawab pidana sepenuhnya berada pada orang tersebut.
Menurutnya, hal ini berbeda dengan kenakalan remaja.
Reza menjelaskan ada lima hal yang harus dipelajari saat memeriksa pelaku anak.
“Setidaknya lima sistem atau lima lingkungan perlu dipelajari. “Secara khusus, ketika saya memeriksa remaja nakal, saya mencari lima hal.
Pertama, kata Reza, mereka akan mengetahui apakah anak tersebut memiliki kondisi mental khusus.
Selain itu, orang tersebut diperiksa untuk mengetahui kecenderungan penyalahgunaan obat-obatan, zat psikoaktif atau adiktif.
“Kedua, aku akan menemukan fantasi kejamnya.”
“Bicara fantasi kekerasan berarti kita harus mencari tahu apa yang dia baca, situs apa yang dia kunjungi, film apa yang dia tonton, mimpi apa yang dia miliki,” kata Reza.
Menurut Reza, hal ini akan membantu kita memahami bagaimana anak ini mengekspresikan fantasi kekerasannya.
Ketiga, akan dianalisis cara anak mengungkapkan amarahnya, cara ia mengungkapkan amarahnya, dan apakah berbeda dengan anak lain.
Keempat, memeriksa apakah lingkungan pendidikannya stabil, apakah ia mempunyai kendala dalam belajar, apakah ia putus sekolah, apakah ia kehilangan nilai, dan apakah ia mengalami kesulitan belajar.
Kelima, saya akan mencari tahu hubungan mereka dengan teman sebaya, teman sekolah, tetangga, dan keluarga, termasuk orang tuanya, jelasnya.
Dengan menelaah lima poin ini, kami berharap dapat menyimpulkan faktor terpenting di balik kesalahan dan perilaku buruk pada anak.
“Jika kita melalui penelitian, ada dua faktor yang paling dominan: persahabatan atau hubungan dengan keluarga atau orang tua.”