geosurvey.co.id, JAKARTA – Penolakan vaksinasi masyarakat berdampak buruk pada provinsi Khyber-Pakhtunkhwa (K-P), Pakistan.
Dikutip dari Hamrakura.com pada Senin (23/12/2024), sekitar 78 anak di provinsi tersebut meninggal karena penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksin dalam beberapa tahun terakhir.
Penyakit-penyakit tersebut diyakini merupakan dampak negatif dari misinformasi dan skeptisisme terhadap vaksinasi.
Salah satu surat kabar harian terkemuka Pakistan, The Express Tribune, dalam terbitannya baru-baru ini mengutip data pemerintah yang menyebutkan bahwa 65 persen kasus campak dan 90 persen kasus tuberkulosis terjadi pada anak-anak yang tidak divaksinasi. Hal ini menyoroti meningkatnya kerentanan anak-anak yang tidak menerima vaksin penyelamat nyawa.
Krisis yang sedang terjadi di K-P memerlukan perhatian segera dalam upaya memerangi meningkatnya gelombang penolakan vaksin dan dampak negatifnya. Kematian 78 anak merupakan pengingat akan manfaat dan bahaya jika tidak menggunakan vaksin.
Penyakit campak dan campak yang sebelumnya dapat dikendalikan melalui program vaksinasi, kini muncul kembali dengan akibat yang mematikan. Penyakit-penyakit ini berbahaya bagi anak kecil, yang dapat menimbulkan komplikasi serius seperti ensefalitis, gagal napas, dan bahkan kematian.
Data dari K-P mengungkapkan tren yang meresahkan. Campak menyebabkan banyak penyakit, dengan 65 persen kematian terjadi pada anak-anak yang tidak menerima vaksinasi. Demikian pula kasus tenggorokan putih menunjukkan prevalensi 90 persen di antara mereka yang tidak menerima vaksin.
Faktor penyebab keragu-raguan vaksin
Statistik ini memberikan gambaran yang jelas mengenai risiko yang terkait dengan penolakan vaksin dan menekankan pentingnya peran vaksinasi dalam menjaga kesehatan masyarakat. Berikut beberapa faktor yang menyebabkan keragu-raguan vaksin di K-P:
Misinformasi dan Mitos: Misinformasi mengenai vaksin telah menimbulkan keraguan dan ketakutan di kalangan orang tua.
Keyakinan salah bahwa vaksin menyebabkan kemandulan, berbahaya, atau merupakan bagian dari konspirasi asing merajalela, terutama di daerah pedesaan.
Jaringan media sosial dan kampanye disinformasi di kawasan ini telah memicu tuduhan tak berdasar ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran luas.
Pengaruh budaya dan agama: Tradisi budaya dan keyakinan agama juga berperan penting dalam resistensi vaksin.
Beberapa warga menganggap vaksinasi tidak sesuai dengan adat istiadat atau praktik keagamaan mereka.
Para pemuka agama yang antivaksinasi memperkuat sentimen ini sehingga membuat orang tua enggan memvaksinasi anak mereka.
Kurangnya kesadaran dan pendidikan: Kurangnya kesadaran tentang pentingnya vaksin dan perannya dalam pencegahan penyakit berkontribusi terhadap keengganan.
Banyak orang tua K-P yang tidak menyadari dampak buruk dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, sehingga membuat mereka meremehkan bahaya menghindari vaksin.
Masalah akses: Dalam beberapa kasus, tantangan administratif seperti buruknya layanan kesehatan, kurangnya vaksinasi, dan terbatasnya akses terhadap pusat vaksinasi memperburuk masalah.
Keluarga di daerah terpencil seringkali kesulitan menjangkau pusat kesehatan sehingga menyulitkan anak mereka untuk melakukan vaksinasi.
Hilangnya 78 nyawa anak muda di K-P bukan hanya krisis kesehatan masyarakat namun juga krisis kemanusiaan yang sangat besar.
Banyak keluarga berduka atas kematian anak mereka, yang sebenarnya bisa dicegah dengan tindakan sederhana dan murah.
Selain kerugian langsung, masyarakat luas juga terkena dampak wabah penyakit seperti campak dan terkurasnya sumber daya layanan kesehatan serta menghambat perkembangan perekonomian masyarakat.
Wabah juga menimbulkan risiko bagi orang-orang yang divaksinasi, terutama mereka yang memiliki sistem kekebalan lemah yang mengandalkan kekebalan kelompok untuk perlindungan.
Ketika cakupan vaksinasi menurun, kekebalan kelompok melemah, sehingga menciptakan peluang penyebaran penyakit.
Pendekatan dari berbagai sudut
Upaya ini juga menekankan pentingnya tingkat vaksinasi yang tinggi untuk melindungi seluruh penduduk. Untuk mengatasi krisis keraguan terhadap vaksin di K-P, diperlukan pendekatan multi-cabang.
Pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dan tokoh masyarakat harus bekerja sama untuk menerapkan langkah-langkah efektif:
Kampanye kesadaran masyarakat: Kampanye kesadaran yang terencana penting untuk menghilangkan mitos dan mendidik masyarakat tentang manfaat vaksinasi. Kampanye-kampanye ini harus menggunakan bahasa lokal, pesan-pesan yang sesuai dengan budaya, dan tokoh masyarakat yang terpercaya untuk meningkatkan kepercayaan dan pemahaman.
Libatkan pemuka agama: Keterlibatan pemuka agama dalam upaya vaksinasi dapat membantu memerangi pertentangan berdasarkan keyakinan agama. Dengan mendidik para pemimpin mengenai pentingnya vaksinasi, mereka dapat menjadi pendukung vaksin di komunitas mereka, mendorong penerimaan dan kepatuhan.
Memperkuat layanan kesehatan: Meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan di daerah terpencil adalah hal yang penting. Hal ini termasuk memastikan ketersediaan vaksin, mengirimkan tim vaksinasi keliling, dan berinvestasi pada fasilitas kesehatan untuk mempermudah vaksinasi bagi keluarga.
Memerangi Misinformasi: Upaya untuk memerangi misinformasi harus kuat dan gencar.
Pemerintah dan LSM dapat berkolaborasi dengan jaringan media sosial untuk memantau dan mengatasi misinformasi vaksin. Mempromosikan informasi yang akurat dan berbasis bukti dapat membantu mengubah opini publik dan memulihkan kepercayaan.
Memberikan insentif untuk vaksinasi: Memberikan insentif untuk vaksinasi, seperti tunjangan finansial atau persyaratan pendaftaran sekolah, dapat mendorong orang tua yang enggan memberikan vaksinasi kepada anak-anak mereka.
Langkah-langkah ini telah terbukti efektif di tempat lain dan dapat disesuaikan dengan wilayah K-P.
Efek global
Permasalahan keraguan terhadap vaksin di K-P bukan hanya permasalahan lokal; Hal ini mempunyai implikasi global.
Organisasi internasional seperti UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memainkan peran penting dalam mendukung upaya vaksinasi di Pakistan. Keterlibatan mereka mencakup pemberian bantuan teknis, pendanaan program imunisasi, dan advokasi kesetaraan imunisasi.
Selain itu, kerja sama internasional penting untuk menyelesaikan masalah kesehatan lintas batas.
Penyakit seperti campak dan difteri tidak mengenal batas negara, dan epidemi di suatu wilayah dapat dengan cepat menyebar ke wilayah terdekat.
Memperkuat kemitraan kesehatan global adalah kunci untuk mencegah munculnya kembali penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Kematian 78 anak di Khyber-Pakhtunkhwa merupakan pengingat yang menyakitkan akan konsekuensi mematikan dari penolakan vaksin.
Kerugian yang dapat dihindari ini menyoroti perlunya tindakan segera untuk mengatasi keraguan terhadap vaksin dan memastikan bahwa setiap anak memiliki akses terhadap vaksin yang dapat menyelamatkan nyawa.
Dengan memprioritaskan pendidikan, memerangi misinformasi, dan memperkuat layanan kesehatan, para pemangku kepentingan dapat bekerja sama untuk membangun masa depan di mana penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tidak lagi mengancam jiwa.
Tanggung jawab ada pada pemerintah, penyedia layanan kesehatan, tokoh masyarakat, dan individu untuk mengadvokasi imunisasi dan melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di seluruh Pakistan.
SUMBER