Wartawan geosurvey.co.id Aisyah Nursyamsi melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Saat ini masyarakat sangat sulit melepaskan kebiasaan menggunakan ponsel atau gadget. Bahkan sebelum tidur, mendengarkan musik di gawai sudah menjadi rutinitas bagi sebagian orang.
Sampai-sampai sebagian orang masih mencolokkan headphone hingga tertidur. Namun kebiasaan ini sebaiknya dihentikan. Karena bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
“Jadi ketika Anda menggunakan headphone, atau earphone, atau headphone, atau bahkan headphone konduktif link yang baru keluar sekarang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,” kata Kepala dan Leher Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT). Dokter Spesialis Bedah, dr Abdillah Hasbi A, Sp THT KL saat memberikan sambutan yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan pada Selasa (24/12/2024).
Menurutnya, risiko pertama yang bisa terjadi akibat kontak headphone dengan kulit adalah iritasi. Semakin lama kontak, semakin besar pula risiko terjadinya iritasi kulit pada saluran telinga atau daun telinga.
Kedua, kelembapan terperangkap di saluran telinga saat menggunakan headphone atau earphone. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan peningkatan potensi pertumbuhan bakteri di sana.
Ketika terjadi iritasi maka terjadilah infeksi. Yakni masuknya kuman atau bakteri ke dalam luka.
Bukan hanya luka biasa, tapi juga ada risiko tumbuhnya kuman yang memicu peradangan. Peradangan menyebabkan pembengkakan pada kulit di saluran telinga dan bisa sangat menyakitkan.
Dan jawabannya iya, alhasil apalagi pakai headphone, kalau headphone dilepas pun telinga kita tetap terasa sakit, ujarnya.
Tak hanya itu, akibat penggunaan headphone terlalu lama juga bisa berdampak pada saraf pendengaran. Terutama pada sel saraf pendengaran di koklea.
Sebab, suara yang dihasilkan bisa memberikan tekanan. Karena (suara) itu berbentuk gelombang. Jadi tekanannya tentu tergantung volume suara yang diatur, bisa mempengaruhi saraf pendengaran kita, jelasnya.
Dalam kondisi yang cukup parah justru dapat menimbulkan kerusakan. Kerusakan bisa bersifat sementara atau permanen.
Kerusakannya bersifat sementara, orang tersebut mungkin merasakan suara di telinga, atau yang disebut tinnitus. Dengungan tersebut tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran, namun cukup mengganggu.
Jadi kalaupun di tempat sepi, atau di tempat ramai, di telinganya akan seperti suara dengung. Tapi karena tidak permanen, sel-sel yang rusak bisa sembuh dan dengungnya hilang, ujarnya. untuk menjelaskan
Namun jika hal ini terjadi terus menerus, kemampuan sel untuk memperbaiki dirinya sendiri menjadi terbatas. Oleh karena itu suatu saat akan mengalami kerusakan permanen. Kemudian terjadi kerusakan pada saraf pendengaran yang menyebabkan penurunan kemampuan mendengar suara.
Untuk mendengar suara yang mempunyai efek sama seperti yang kita rasakan, kita memerlukan volume yang lebih tinggi. “Semakin besar tekanannya, maka semakin besar pula potensi kerusakan saraf,” tutupnya.