geosurvey.co.id, JAKARTA – Peristiwa tragis 26/11/2008 di Mumbai dan serangan 7/10 ke Israel oleh Hamas (7 Oktober 2023) dianggap sebagai momen penentu perjuangan global melawan aksi terorisme. kekerasan yang membunuh dan melukai banyak orang.
Kedua insiden tersebut melibatkan serangan terkoordinasi dan berskala besar terhadap warga sipil dan infrastruktur, namun terjadi dalam konteks geopolitik yang sangat berbeda.
The European Times, Rabu (27 November 2024), menunjukkan kemiripan yang mencolok antara serangan-serangan tersebut.
Khususnya, dalam hal strategi dan dampak psikologis, serta perbedaan utama dalam pelaksanaan dan motivasi yang mendasarinya.
Ambil contoh tanggal 26 November, dengan pengepungan 60 jam di Mumbai.
Sepuluh agen Lashkar-e-Taiba (LeT) menyusup ke Mumbai, India.
Mereka melakukan serangkaian serangan terkoordinasi di lokasi-lokasi penting termasuk Hotel Taj Mahal Palace, Hotel Oberoi Trident, Chhatrapati Shivaji Maharaj Terminus dan Rumah Nariman.
Berbekal senjata otomatis dan bahan peledak, para penyerang merebut kota itu selama tiga hari, menewaskan 166 orang dan melukai ratusan lainnya.
Pengepungan ini memiliki skala dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga menarik perhatian internasional terhadap kerentanan wilayah perkotaan.
Adapun insiden 10 Juli adalah serangan lintas batas yang dilakukan Hamas terhadap Israel, salah satu hari paling berdarah dalam sejarah negara itu.
Serangan tersebut mencakup serangan roket terkoordinasi, serangan pemberontak di kota-kota Israel selatan, dan pertemuan warga sipil, termasuk upacara.
Lebih dari 1.400 orang tewas, ribuan lainnya terluka dan ratusan lainnya disandera.
Skala dan kebrutalan serangan tersebut mengejutkan dunia dan mendorong Israel menyatakan perang terhadap Hamas, sehingga meningkatkan ketegangan di kawasan.
Serangan terkoordinasi dari berbagai lini Kedua serangan tersebut ditandai dengan penargetan beberapa lokasi secara bersamaan.
Para penyerang 26/11 menyerang hotel-hotel, pusat-pusat transportasi dan pusat-pusat keagamaan, sementara para penyerang 7/10 menyerbu pertahanan perbatasan, menyusup ke kota-kota dan melancarkan pemboman rudal tanpa henti.
Strategi ini bertujuan untuk memaksimalkan korban jiwa dan menebar teror sehingga membuat aparat keamanan kewalahan.
Dalam kedua kasus tersebut, warga sipil menjadi sasaran, dan merekalah yang menanggung dampak kekerasan paling besar.
Bangunan terkenal dan ruang publik di Mumbai dipilih untuk mengganggu kehidupan sehari-hari dan aktivitas ekonomi.
Hamas juga menargetkan infrastruktur dan pertemuan warga sipil, dengan laporan mengerikan mengenai pembantaian di daerah pemukiman dan festival musik. Perang Israel-Hamas
Dampak psikologis dan media Kedua acara tersebut dirancang untuk menarik perhatian media secara maksimal.
Pengepungan berkepanjangan di Mumbai memastikan liputan global yang konstan, dengan gambar-gambar grafis dan tingginya jumlah korban serangan Hamas mendominasi berita utama.
Trauma psikologis yang dialami para penyintas dan masyarakat luas sangatlah luas dan mempunyai dampak jangka panjang terhadap keamanan dan kohesi sosial.
Sementara itu, ada perbedaan utama antara kedua serangan tersebut. Secara khusus, pada tanggal 26 November mereka menjadi anggota Lashkar-e-Taiba, sebuah organisasi yang berbasis di Pakistan yang bertujuan untuk mengganggu India dan pusat perekonomiannya.
Sebaliknya, Hamas, yang menguasai Gaza, melancarkan serangan 7/10 sebagai bagian dari konflik berkepanjangan dengan Israel, yang dimotivasi oleh alasan ideologis, teritorial, dan politik.
Durasi dan ruang lingkup Serangan Mumbai berlangsung 60 jam, melibatkan sandera dan baku tembak yang berkepanjangan.
Serangan tanggal 7 Oktober, meskipun durasinya lebih singkat, namun jauh lebih besar, melibatkan ribuan rudal dan penetrasi darat yang luas.
Jumlah korban tewas di Israel jauh lebih tinggi dibandingkan Mumbai, yang mencerminkan intensitas dan skala serangan.
Konteks Geopolitik Serangan 26/11 mengungkap kelemahan operasi kontra-terorisme perkotaan dan menyoroti ketegangan lintas batas antara India dan Pakistan.
Serangan 7/10 memicu konflik yang sudah bergejolak di Timur Tengah, dan mempunyai implikasi signifikan terhadap geopolitik regional dan global.
Reaksi masyarakat internasional terhadap kedua peristiwa tersebut juga berbeda-beda, dipengaruhi oleh perbedaan konteks politik.
Perlunya persiapan Kedua fakta ini menyoroti pentingnya sistem intelijen yang kuat dan respons yang cepat.
Setelah peristiwa 26/11, India memperbarui aparat kontra-terorismenya, membentuk Badan Investigasi Nasional (NIA) dan meningkatkan keamanan pesisir.
Israel, meskipun memiliki sistem pertahanan yang canggih, tidak siap menghadapi tanggal 10 Juli, sehingga memaksa negara tersebut untuk meninjau kembali protokol perbatasan dan intelijennya. Ketahanan terhadap ancaman terorisme
Konteks Geopolitik Serangan 26/11 mengungkap kelemahan dalam operasi kontra-terorisme dan menyoroti ketegangan lintas batas antara India dan Pakistan.
Serangan 7/10 memicu konflik yang sudah bergejolak di Timur Tengah, dan mempunyai implikasi signifikan terhadap geopolitik regional dan global.
Reaksi masyarakat internasional terhadap kedua peristiwa tersebut juga berbeda-beda, dipengaruhi oleh perbedaan konteks politik.
Tantangan Perang Saudara dan Perencanaan Kota. Serangan-serangan ini menyoroti sifat terorisme yang terus berkembang, dengan semakin banyaknya pusat kota dan populasi yang menjadi sasarannya.
Kebutuhan akan pengawasan yang canggih, infrastruktur yang kuat, dan kesadaran masyarakat sangatlah penting.
Kerjasama internasional Sifat global dari terorisme memerlukan respon yang terkoordinasi.
Serangan 26/11 mendorong kerja sama internasional untuk memerangi pendanaan teroris dan operasi militer lintas batas.
Serangan tanggal 10 Juli membawa fokus baru pada kompleksitas konflik Israel-Palestina dan perjuangan ekstremisme yang lebih luas.
Serangan 11 Juli dan 10 Juli merupakan pengingat akan dampak buruk terorisme terhadap warga sipil, negara, dan tatanan global. Meskipun konteksnya berbeda, tema-tema yang sama—kebrutalan terkoordinasi, penargetan simbolis, dan kehancuran psikologis—menyoroti tantangan-tantangan umum dalam menghadapi ancaman. Tragedi-tragedi ini mengharuskan pemerintah, organisasi, dan komunitas di seluruh dunia untuk waspada, memperkuat pertahanan, dan meningkatkan ketahanan terhadap ancaman terorisme yang selalu ada.
SUMBER