Koresponden Tribune News.com Andrapata Pramudhyaz melaporkan
Tribun News.com, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MankopUKM) Teten Masduki mengungkapkan keinginan Indonesia untuk melakukan hilirisasi rumput laut masih menghadapi beberapa kendala.
Teten mengatakan, 92 persen rumput laut Indonesia masih harus diekspor ke China dalam bentuk mentah.
Setelah ekspor, Tiongkok mengolah rumput laut dan barang olahannya dikirim kembali ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih rendah.
“Sembilan puluh dua persen rumput laut kita diekspor ke China sebagai bahan mentah. Kemudian China mengekspor bahan olahannya dengan harga yang sangat rendah,” kata Teton dalam forum bersama redaksi media di kantor KemenkopUKM, Jakarta Selatan, Senin (7/10). . Dikirim kembali ke Indonesia.
Situasi ini memberikan tantangan besar bagi industri dalam negeri, dimana produk olahan dari luar negeri bisa masuk tanpa beban tarif sehingga menyulitkan Indonesia untuk menurunkan rumput laut.
“Tidak mungkin kami olah di sini karena bahan bakunya di sini dari China, jadi tanpa tarif, bodoh sekali bagi kami. Kalau tidak diubah, rumput laut tidak bisa kami jadikan hilirisasi,” kata a. . Teton.
Menurut dia, salah satu penyebab menurunnya rumput laut adalah kebijakan investasi dan perdagangan yang kurang baik.
Ia menekankan perlunya perubahan kebijakan agar ambisi hilirisasi rumput laut Indonesia dapat tercapai.
“Jadi patut kita pikirkan. Hal-hal seperti ini harusnya dibuka, karena Kemenkop dan UKM tidak bisa merubah dirinya sendiri, padahal kebijakan investasinya, kebijakan perdagangannya, masih bebas dan masih mengikuti pembangunan. Tidak kompatibel. Industri rumah tangga ,” pungkas Teton.
Pemerintah sudah beberapa kali mengusulkan untuk melakukan pembongkaran dasar laut, salah satunya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia yakin bahwa hilirisasi rumput laut bisa memberikan keuntungan yang sama seperti yang dilakukan pemerintah terhadap nikel.
Berkat hilirisasi, nilai ekspor nikel yang diterima Indonesia 10 tahun lalu hanya 1,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS), namun pada 2023 akan mencapai sekitar 34 miliar dolar AS, kata Luhut.
“Kalau lihat 2014, ekspor kita hanya 1,5 miliar dolar AS. Tahun lalu, ekspor kita sekitar 34 miliar dolar AS.”
“Saya yakin, dengan ekosistem nikel, pada tahun 2030 ekspor kita mencapai sekitar 70 miliar dolar AS,” ujarnya pada seminar “Integrasi Hulu-Antar Industri Rumput Laut” di Bali, Rabu (22/5/2024). ).
Luhut menilai selain besarnya keuntungan yang didapat dari hilirisasi nikel, rumput laut juga bisa memberikan manfaat serupa.
Ia kemudian mengatakan, proyek percontohan rumput laut ini telah dibahas dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahu Trenggono.
“Saya sampaikan kepada rekan saya, Menteri Trengono, mari kita buat pilot project yang paling besar. Kita punya 1.000 hektare, tapi akan segera kita perluas,” kata Luhut.
Ia menambahkan, perkiraan nilai ekspor sea shad bisa mencapai 19 miliar dolar AS pada tahun 2033 setelah dilakukan hilirisasi.
Jadi jawabannya kenapa rumput laut? Itu masa depan masyarakat Indonesia dan global. Jadi, mari kita maju, kata Luhut.
“Saya kira hasil penelitiannya sudah ada. Banyak hal, jadi kita bisa memulainya,” tutupnya.
Dalam unggahannya di Instagram, Jumat (27/9/2024), Luhut menyebut Indonesia berpotensi menjadi pemain kunci dalam membawa rumput laut turun di kancah dunia.
Menurutnya, 62 persen masyarakat Indonesia yang tinggal di tepi laut suatu saat akan senang menggunakan rumput laut.
Luhut menambahkan, penurunan dasar laut tidak hanya akan memperkuat perekonomian Indonesia, tetapi juga berperan penting dalam memerangi perubahan iklim global.
Potensi ekonominya juga dinilai sangat besar, bahkan melebihi sektor lain yang menjadi andalan Indonesia.