geosurvey.co.id – Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan negaranya tidak membutuhkan kelompok proksi untuk beroperasi secara militer di kawasan Timur Tengah.
Dalam pidatonya pada Minggu (22/12/2024) di Teheran, dikutip The Times of Israel dan Iran International, Khamenei membantah klaim bahwa Iran memerintahkan kelompok bersenjata seperti Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, atau Houthi di Yaman.
“Mereka (kelompok tersebut) berperang berdasarkan keyakinan mereka, bukan berdasarkan perintah kami,” kata Khamenei.
“Jika kami memutuskan untuk bertindak, kami tidak memerlukan proxy,” kata Khamenei di hadapan Imam Khomeini dari Hosseini.
Dia menolak narasi bahwa Iran kehilangan pengaruh di kawasan dan kendali atas kelompok-kelompok yang didukungnya di kawasan.
Pernyataan Khamenei muncul di tengah meningkatnya tekanan terhadap Iran baik dari dalam maupun luar.
Melalui pidatonya, Khamenei berupaya menciptakan narasi bahwa Iran tetap kuat dan tidak bergantung pada proksi untuk melindungi kepentingannya.
Namun, kondisi di lapangan menghadirkan tantangan besar bagi Iran untuk mempertahankan pengaruhnya di Timur Tengah.
Di dalam negeri, pemerintah menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan tuduhan bahwa Amerika Serikat (AS) mengobarkan kerusuhan untuk merusak stabilitas politik.
Khamenei menekankan bahwa rakyat Iran tidak akan tunduk pada “tentara bayaran Amerika” dan mempertahankan kedaulatan mereka.
Hilangnya sekutu strategis, kerugian besar di antara kelompok-kelompok proksi, dan tekanan dari Israel dan Barat akan semakin mempersulit upaya Iran untuk menjaga stabilitas dan kekuasaan di kawasan.
Pernyataan Khamenei tidak hanya mencerminkan sikap defensif Iran, namun juga menunjukkan bahwa negara tersebut menghadapi strategi baru untuk beradaptasi terhadap perubahan realitas geopolitik. Kerugian di antara perwakilan Iran
Di sisi lain, serangan udara Israel yang dimulai pada Oktober 2023 menghancurkan pertahanan udara Iran dan beberapa instalasi militernya.
Serangan tersebut tidak hanya merusak fasilitas strategis, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem pertahanan Iran yang tidak mampu merespons serangan tersebut secara signifikan.
Kelompok bersenjata yang didukung Iran juga mengalami kerugian besar.
Sejak konflik dengan Israel dimulai pada Oktober 2023, Hizbullah di Lebanon telah kehilangan sekitar 3.000 hingga 4.000 anggota.
Serangan udara Israel di Beirut menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan beberapa komandan senior lainnya.
Di Gaza, lebih dari setahun setelah pemboman Israel, Hamas menghadapi masalah besar.
17.000 anggota Hamas dilaporkan tewas sejak konflik dimulai, dan infrastruktur kelompok tersebut mengalami kerusakan parah.
Sementara itu, kelompok Houthi di Yaman mendapat serangan dari Amerika Serikat dan Inggris karena aktivitas mereka di Laut Merah.
Houthi secara terbuka mendukung Hamas dalam solidaritasnya dengan Gaza. Situasi di Suriah: Jatuhnya Bashar al-Assad
Situasi di Suriah menambah beban bagi Iran. Lihatlah foto Bashar al-Assad
Jatuhnya Presiden Bashar al-Assad, sekutu strategis Iran di kawasan, merupakan pukulan besar bagi poros perlawanan anti-Israel yang dipimpin Teheran.
Assad bertindak sebagai titik kontak utama di Lebanon, memasok senjata ke Hizbullah.
Khamenei menyebut situasi ini sebagai “kemunculan kekuatan besar baru” di Suriah dan mendorong generasi muda negara tersebut untuk melawan ketidakamanan yang diatur oleh musuh-musuh mereka.
Namun kehilangan sekutu seperti Assad membuat Iran semakin terisolasi dalam mempertahankan pengaruhnya di kawasan.
(geosurvey.co.id, Andari Wulan Nugrahani)