geosurvey.co.id, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memulai relokasi 14 kepala keluarga yang tinggal di kolong Tol Angke, Jakarta Barat.
Pemindahan tersebut terjadi di Rumah Susun (Rusun) Rawa Buaya pada Sabtu (30/11/2024).
Warga ber-KTP Jakarta yang direlokasi akan mendapat keistimewaan khusus dari Pemprov DKI.
Mereka dibebaskan dari biaya tetap selama enam bulan.
Tak hanya itu, bahkan bantuan berupa sembako juga diberikan kepada mereka oleh Pemprov DKI.
Mereka adalah warga Jakarta yang sudah bertahun-tahun hidup di kolong tol.
Di bawah Tol Angke merupakan salah satu kawasan yang dibidik pemerintah pusat dan daerah dalam rencana perencanaannya.
Ada 685 orang yang tidur setiap hari hanya beberapa centimeter di bawah infrastruktur beton raksasa kota Jakarta. Pintu masuk kediaman warga kolong Tol Angke, Jakarta. Kehidupan warga yang berada di bawah jalan tol
TribunJakarta.com memantau kondisi terkini di Tol Angke pada Sabtu (30/11/2024) sore atau beberapa jam setelah proses relokasi dimulai pada Sabtu pagi.
Proses relokasi tersebut dilakukan secara bertahap, sehingga hingga Sabtu sore, puluhan keluarga masih tinggal di gubuk-gubuk liar di kolong tol.
Untuk memasuki pemukiman melalui jalan tol, warga harus melewati Jalan Inspeksi Sungai Ciliwung.
Dinding beton yang membentang lebih dari satu kilometer menjadi pembatas antara jalan kendali dengan area di bawah jalan tol.
Terdapat celah sempit di sepanjang dinding beton yang memungkinkan warga mengakses dari jalan inspeksi hingga “rumah” mereka di bawah Tol Angke.
Setelah masuk celah sempit di tembok, maju sekitar 10 meter, Anda akan melihat sisi jalan tol.
Terlihat ruang masuk di bawah jalan tol yang menjadi akses warga untuk kembali ke pondoknya.
Pantauan di lapangan, jarak antara beton jalan tol dengan tanah di bawahnya yang menjadi akses utama menuju pemukiman hanya sekitar 1 meter. Potret kehidupan masyarakat miskin kolong Tol Angke, Jakarta Barat, Sabtu (30/11/2024).
Dengan demikian, siapa pun yang memasuki celah tersebut tidak dapat berjalan normal atau harus membungkuk, atau bahkan berjongkok, untuk memasuki koloni tersebut.
Di sinilah Anda dapat melihat tempat tinggal penduduk setempat yang menyedihkan.
Dia tidur di kasur yang dibentangkan di lantai dengan langit-langit beton jalan tol.
Penerangan juga minim.
Kalau baunya pasti kurang sedap karena banyak juga sampah berserakan di kolong tol. Tinggal di bawah jalan tol yang bau
Apin baru saja terbangun saat awak media mengunjungi kabinnya, Sabtu sore.
Dadanya yang telanjang memperlihatkan dirinya masih menunggu kabar lebih lanjut mengenai rencana relokasi dan uang rohani yang akan diberikan pemerintah kepada warga yang melewati tol tersebut.
“Saya hanya berharap semuanya berjalan baik. Saya tidak bisa berkomentar banyak,” ujarnya kepada wartawan.
Apin tinggal di bawah jalan tol dan memanfaatkan ruang sempit untuk membuat ruangan.
Di sana ia tinggal bersama putranya di sebuah ruangan sempit yang hanya dilengkapi satu lampu dan kipas angin.
Mariyam (60) sedang menikmati mie instan di warung ilegal lainnya di kolong tol.
Ia menghabiskan mie instan panasnya dan menatap layar TV tabungnya ditemani cucunya.
“Saya sudah tinggal di sini sejak tahun 70an,” kata Mariyam.
Mariyam tinggal bersama empat anggota keluarganya di sebuah lahan terbuka kolong jalan tol yang lebih luas dan luas dibandingkan rumah Apin.
Di sana, Mariyam bertahan hidup dengan berjualan makanan dan minuman ringan.
Kemiskinan adalah makanan sehari-hari Mariyam selama beberapa dekade.
Mariyam sebenarnya sedikit ogah-ogahan saat mengetahui pemerintah akan merelokasi dirinya dan ratusan warga lainnya ke apartemen.
Mariyam merupakan salah satu warga ber-KTP DKI Jakarta yang bisa pindah ke apartemen gratis sewa selama enam bulan ke depan.
“Saya pernah pindah ke apartemen sebelumnya, tapi saya tidak mampu membelinya, jadi saya akhirnya pindah kembali ke sini, jadi sekarang saya bisa melepaskannya,” katanya.
Mariyam mengaku pindah ke apartemen di Kapuk Muara beberapa tahun lalu, namun akhirnya kembali tinggal di kolong tol karena terlalu kesulitan mengeluarkan uang untuk membayar sewa.
Selama di bawah tol, dia hanya mengeluarkan uang untuk listrik, entah kepada siapa dia membayarnya.
Hal ini juga harus dilakukan.
Sambil menyantap mie instan dan menyeruput sup pedas, Mariyam mengaku akan pasrah dengan keputusan pemerintah yang merelokasi warga di kolong tol Angke.
Yang terpenting, pemerintah dapat menjamin bahwa penduduk yang dimukimkan kembali akan mempunyai kesempatan untuk bekerja atau membuka usaha di rumah susun tempat mereka akan direlokasi.
Lain halnya dengan Julianto (29), seorang buruh harian lepas yang tinggal bersama istri dan anak-anaknya di kolong tol.
Kebisingan mobil yang melintas di atas tak lagi menjadi masalah karena Julianto sudah tinggal di kolong tol sejak kecil.
“Saya tidak tahu berapa lama, tapi saya sudah tinggal di sini sejak kecil,” katanya.
Soal keabsahan dokumen tersebut, Julianto bukan warga Jakarta.
Ia merupakan pendatang asal Pekalongan, Jawa Tengah, sesuai KTP-nya.
Seperti kebanyakan orang, Julianto percaya bahwa hal terpenting dalam hidup adalah menjalani hidup, apa pun keadaannya.
Bahkan ketika diminta pemerintah untuk mundur dari tol, Julianto mengalah dan terpaksa melakukannya.
“Saya tidak bisa berkata apa-apa, saya menyerah. Itu namanya pemerintah, kita kejar, itu saja,” kata Julianto sambil menghisap rokok kretek.
Berbeda dengan Mariyam, Julianto yang memiliki kartu Jakarta tanpa DKI tidak berhak mendapatkan apartemen gratis selama enam bulan.
Ia pun harus menggunakan uang Rp 2 juta yang telah disepakati sebagai uang hantu yang diberikan pemerintah untuk mencari akomodasi selama satu atau dua bulan ke depan.
“Saya sudah memikirkannya sejak lama, nanti saya lihat sewanya,” kata Julianto.
“Tetapi jika ada perubahan, seperti jika saya mempunyai kesempatan untuk menempati apartemen, saya akan menerimanya,” ujarnya penuh harap. Pengiriman kunci datar
Aksi yang dilakukan pada Sabtu (30/11/2024) pagi itu dilanjutkan dengan penyerahan kunci apartemen kepada warga yang direlokasi pada Sabtu sore.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Daerah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait secara simbolis menyerahkan kunci kepada beberapa eks penghuni Tol Angke yang kini berkesempatan tinggal di Rusun Rawa Buaya di Cengkareng. di barat. Jawa.
Pada tahap pertama pemukiman kembali, pemerintah merelokasi 44 keluarga eks penghuni kolong Tol Angke yang berjumlah 120 orang.
Pemindahan akan dilakukan secara bertahap pada hari-hari berikutnya.
“Kami berharap tidak hanya tempat tidur saja yang dipindahkan, tapi juga ruang kerja, termasuk peningkatan ibadah dan kualitas hidup,” kata AHY.
Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto mengatakan, total ada 227 KK atau sedikitnya 685 jiwa yang terdaftar di tol tersebut, 98 di antaranya tidak memiliki KTP DKI Jakarta.
Uus menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan uang rohani bagi mereka yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta.
Kami berharap jumlah simbolis uang spiritual yang memungkinkan mereka mendapatkan tempat tinggal setidaknya selama dua bulan ke depan belum disepakati secara resmi.
“Kami sedang mencari solusi untuk DKI non-KTP, ada yang pulang ke kampung halaman, tapi kami tetap memberikan uang sewa (perumahan) dan selama 2 bulan mereka menerima uang sewa di tempat terdekat,” jelas Uus.
“Karena rata-rata mereka juga punya penghasilan, ada penghasilan, tapi mungkin di sini dimanfaatkan dan sekarang kita akan manfaatkan, manfaatkan, atau mungkin sterilkan agar warga kolong tol tidak ada lagi di DKI Jakarta. , ”lanjutnya.
Sementara itu, mengenai proyek penataan jalan tol ke depan, pemerintah daerah memberikan saran dan masukan kepada pemerintah pusat mengenai fasilitas apa saja yang berguna untuk dibangun di bawah lempengan beton raksasa tersebut.
Uus menjelaskan, pemerintah berencana menyulap Tol Angke menjadi ruang interaktif bagi masyarakat.
“Mungkin dijadikan sarana olah raga, taman bermain atau tempat usaha kecil menengah yang bisa menguatkan masyarakat,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Jempol di Bawah Beton Raksasa: Potret Kehidupan Masyarakat Miskin Jakarta di Bawah Tol Angke.