geosurvey.co.id, JAKARTA – Mulai tahun 2025, industri dalam negeri harus membayar harga regasifikasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yaitu USD 16,67 per MMBTU mulai 1 Januari hingga 31 Maret 2025.
Hal ini dikarenakan program Penetapan Harga Gas Bumi (HGBT) secara bertahap dihentikan pada harga gas $6/MMBTU di tujuh sektor industri, antara lain pupuk, petrokimia, petrokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Tentang keberlanjutannya.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Fabri-Hendry-Antoine Arif optimistis harga gas bumi industri bisa bertahan di level $6/MMBTU.
“Mudah-mudahan harga gas industri tetap $6 dan pasokan lancar,” kata Febri di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2025).
Saat ini pemerintah masih membahas keberlanjutan program LGBT. Fabry menjelaskan, jika program LGBT tidak dilanjutkan maka ada korelasi negatif.
“HGBT masih berjalan. Berdasarkan temuan penelitian para ekonom UI, terdapat korelasi negatif antara harga gas dengan PMI (Purchasing Managers Index) dan IKI (Industrial Confidence Index)”, kata Fabri.
Korelasi negatifnya adalah ketika harga gas industri naik, PMI turun. Jika harga gas turun maka PMI dan IKI manufaktur Indonesia akan naik.
Jadi kita hanya bisa bilang begitu. Kalau harga gas mentah industri naik, maka PMI dan IKI akan tertekan dan bisa turun 50 poin atau di bawah kontrak, jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah telah memberikan harga gas bumi spesifik (HGBT) sebesar US$6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri pada tahun 2020 hingga 2023. Program tersebut berlanjut hingga akhir Desember 2024 lalu.
Pada periode pelaksanaan 2021-2023, pemerintah melepas subsidi senilai Rp51,04 triliun, sedangkan nilai tambah perekonomian nasional sektor industri mencapai Rp157,20 triliun.