BERITA TRIBUNE.
Wakil Wali Kota BI Primanto Giovono mengatakan pedagang harus menerima pembayaran tunai karena berdasarkan UU No. 2 didasarkan. Pada tanggal 7 Juni 2011, siapa pun dilarang menolak menerima rupiah sebagai pembayaran di wilayah Republik Indonesia.
Hendra Setiawan Boen, seorang praktisi hukum swasta, mengatakan bahwa pedagang yang menolak uang tunai tidak bersifat nasionalis dan rupee seolah-olah kehilangan nilainya, terutama ketika konsumen menawarkan rupee hasil jerih payahnya, namun pedagang tersebut menolaknya.
“Di masa pandemi, cashless adalah hal biasa karena bisa mencegah penyebaran virus yang bisa menginfeksi uang, tapi sekarang pandemi sudah selesai. Bagaimana mereka bisa hidup di Indonesia tapi merelakan rupiah, kata Hendra, Kamis (17/10). kata /2024).
Hendra memahami para pedagang pada umumnya lebih memilih transaksi non-tunai karena tidak perlu menyiapkan uang kembalian dan menghitung pendapatan sehari-hari serta terhindar dari pencurian.
Namun, kata dia, pemasar juga harus mempertimbangkan konsumen.
“Bagaimana jika konsumen hanya memegang uang tunai karena dompet digitalnya habis? Atau jika ada pembeli yang lebih memilih menggunakan mata uang karena menghindari pencurian data, baik melalui kartu debit maupun kredit?”
Meski demikian, Hendra mengamini kebijakan cashless untuk beberapa pelaku usaha.
“Transaksi non tunai bermanfaat bagi dunia usaha dan konsumen, misalnya untuk transaksi yang lebih aman saat membeli barang mahal; atau non tunai untuk parkir atau bayar tol, yang bisa menimbulkan kemacetan panjang jika dilakukan secara tunai. perubahannya.”
Namun, bukankah uang tunai sebaiknya digunakan untuk membeli makanan, minuman, pakaian atau pergi ke bioskop? Hendra meminta pemerintah dan Bank Indonesia tidak hanya memberikan nasihat, namun juga memberikan sanksi terhadap oknum pengusaha, seperti pembatalan kode QRIS.
Sanksi masih menunggu keputusan
Pasal 23 UU Mata Uang melarang setiap orang untuk menolak menerima mata uang rupiah sebagai pembayaran atau melaksanakan kewajiban dalam rupiah dan/atau transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. kecuali keaslian rupee diragukan.
Ayat (2) Pasal 23 menjelaskan, penolakan menerima rupiah sebagai alat pembayaran diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp200.000 juta.
Berdasarkan pasal tersebut, penjual tidak punya alasan untuk meninggalkan transaksi tunai.