geosurvey.co.id, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Khusus Jakarta menilai aturan kemasan rokok elektronik polos tanpa label yang masuk dalam rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) berpotensi menyamakan kedudukan. semakin sulit bagi industri untuk bertahan di tengah tertekannya perekonomian nasional.
Oleh karena itu, Kadin meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai pemrakarsa mengkaji ulang aturan tersebut bahkan membatalkan rencana penerbitan RPMK ini.
Direktur Jenderal Kadin DKJ Diana Dewi mengatakan aturan ini sangat diskriminatif terhadap pelaku usaha dan pemangku kepentingan industri tembakau, termasuk rokok elektronik.
“Wajar jika Kementerian Kesehatan tidak hanya mempertimbangkan, tapi membatalkan rencana penerbitan RPMK tersebut. Kami menyarankan agar Kementerian Kesehatan membicarakan masalah ini terlebih dahulu, baik dengan pelaku usaha, pelaku keuangan, pemerhati, serikat pekerja, dan pihak berkepentingan lainnya. . “, kata Diana, Kamis (24/10/2024).
Saya yakin jika aturan ini terus diterapkan maka produk tembakau dan rokok elektronik ilegal akan semakin banyak beredar di pasaran. Sebab produsen tidak bisa melihat identitas mereknya.
Kondisi ini berpotensi memicu perubahan konsumsi dan menyulitkan pemerintah dalam melakukan pengawasan. Dampak terbesarnya adalah tergerusnya pendapatan pemerintah dari pajak cukai.
“Sulitnya melakukan pengawasan di lapangan karena tidak adanya tanda pada produk yang dijual. Ada pula potensi terjadinya duplikasi produk yang tidak dapat terjamin kualitasnya, dimana masyarakat sulit membedakan produk asli dan palsu” Selain itu barang ilegal akan mudah masuk,” kata Diana.
Kondisi ini tentu akan menurunkan keberlangsungan industri rokok elektronik hingga berujung pada PHK.
Apalagi, sebagian besar pelaku usaha di sektor ini adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, Kadin DKJ meminta Kementerian Kesehatan lebih bijak dalam merancang regulasi agar tidak mematikan pelaku dunia usaha.
Secara umum, Diana menambahkan, kondisi perekonomian Indonesia masih belum stabil. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu memperhatikan pemangku kepentingan dunia usaha, termasuk UKM, agar tidak terbebani dengan peraturan baru yang berpotensi menimbulkan banyak permasalahan.
“Kami mendorong Kementerian Kesehatan lebih terbuka dan mau menerima koreksi dari banyak pihak. Terkait aturan tersebut, ada baiknya ditinjau kembali,” ujarnya.
Presiden Association of Personal Vaporizers of India (APVI), Jenderal Budiyanto, sangat menyesalkan upaya Kementerian Kesehatan untuk mendorong peraturan yang menimbulkan tantangan besar bagi industri rokok elektronik cair dan padat.
Senada dengan Diana, jika tidak dikaji ulang, menurut Budiyanto, hal ini dapat berdampak pada penurunan iuran cukai rokok elektrik yang tentunya akan berdampak negatif terhadap pencapaian target perekonomian nasional.
“Kami berharap Kadin dan pemerintah dapat bekerja sama untuk merevisinya guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” kata Budiyanto.