Laporan jurnalis Tribunnews Mario Christian Sumampov
geosurvey.co.id, JAKARTA – Hingga saat ini, belum ada agenda resmi Dewan Kehormatan Yudisial (JHC) untuk mempertimbangkan kasus tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terjerat kasus suap dan suap.
“Jadi setahu saya sejauh ini belum ada agenda MKH. Belum,” kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto dalam jumpa pers di Media Center MA, Kamis (24/10/2019). 2024). ).
Dia menjelaskan, ketika seorang hakim ditetapkan sebagai tersangka suatu perkara pidana, proses pencopotannya biasanya didasarkan pada temuan bukti-bukti hukum yang dilakukan aparat penegak hukum (LAO).
Yanto mencontohkan kasus sebelumnya, di mana pemecatan mantan hakim Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati dilakukan setelah ada bukti yang sah.
“Seperti kasus sebelumnya, kasus Pak Drajat dan barang buktinya ada di APH. Begitu kasusnya berlarut-larut, yang bersangkutan langsung diberhentikan dengan tidak hormat,” imbuhnya.
Sementara itu, Yanto mengaku baru mendengar informasi mengenai jumlah yang seharusnya masuk ke panitia kasasi.
Dia menegaskan, jika ada informasi resmi mengenai hal tersebut, maka pimpinan MA akan segera mengambil tindakan yang tepat.
“Kok saya mendengarnya sekarang, Pak? Itulah yang saya dengar. Tentu saja, jika ada laporan resmi, manajemen akan mengambil sikap. Tapi saya belum mendengarnya. Nanti akan kami sampaikan ke manajemen,” jelas Yanto.
Sekadar informasi, kasus ini terungkap setelah ditangkapnya tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (23 Oktober 2024) oleh Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Jaksa Agung Muda.
Mereka adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Hari Hanindyo.
Para hakim ini diduga terlibat dalam kasus suap yang dilakukan Majelis Hakim dalam kasus Gregorius Ronald Tannur. (Kiri) Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik, tersangka suap, dan (kanan) Gregorius Ronald Tannur yang memukuli pacarnya hingga tewas. (Kolase geosurvey.co.id) Terancam pemecatan
Mahkamah Agung (MA) menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya (PN) yang ditangkap karena diduga menerima suap dan menghendaki pembebasan Ronald Tannur, diancam akan diberhentikan secara tidak hormat.
Ketiga juri tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Hari Hanindyo.
Juru Bicara MA Yanto mengatakan MA menghormati proses hukum yang dilakukan Kejagung.
“Adapun ketiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, setelah mendapat konfirmasi penangkapan dari Kejaksaan Agung, maka hakim tersebut diberhentikan sementara dari tugasnya oleh Presiden berdasarkan pengajuan administratif ke Mahkamah Agung,” Yanto jelasnya kepada pers. Konferensi di Media Center Mahkamah Agung Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
Jika hakim kemudian dinyatakan bersalah dalam putusan akhir, Mahkamah Agung akan merekomendasikan ketiganya dibebaskan tanpa rasa hormat.
“Secara administratif, hakim tersebut akan diberhentikan sementara oleh Presiden berdasarkan permintaan Mahkamah Agung,” kata Yanti.
“Kemudian jika mereka terbukti bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan akhir, maka akan diusulkan pemberhentian ketiga hakim tersebut tanpa menghormati presiden,” lanjutnya.
Kasus ini menambah daftar panjang permasalahan integritas hakim, terutama setelah pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 344. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2024 baru saja menaikkan tunjangan dan remunerasi hakim untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan integritas. di peradilan.
Namun Yanto mengatakan insiden tersebut merusak kepercayaan terhadap sistem peradilan dan ia masih menghadapi tantangan dalam menjaga kredibilitas.
“Kejadian ini melukai kebahagiaan dan rasa syukur kami atas fokus pemerintah dalam meningkatkan tunjangan dan gaji hakim. Namun kami tetap berkomitmen menjaga integritas lembaga dan akan mengambil tindakan tegas sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkas Yanto. .
Menghadapi ancaman pemberhentian tidak hormat, MA berharap proses hukum ini dapat menjadi peringatan bagi seluruh pejabat pengadilan untuk tetap menjaga profesionalisme dan menghindari praktik korupsi.