geosurvey.co.id, JAKARTA – Sejumlah pengunjuk rasa dari berbagai lapisan masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (14/10/2024).
Mereka antara lain Laskar Merah Putih (LMP), Aliansi Masyarakat Peduli Hukum, dan Gerakan Rakyat Proletar (Gerap).
Dalam permohonannya, mereka ingin menolak pemilihan Hakim Pengadilan Tinggi Sunarto sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA) jika Tanah Bumbu yang terpidana izin usaha pertambangan (IUP) korupsi lolos dalam peninjauan kembali (PK). . Bupati Mardani H Maming.
Dalam aksi tersebut, massa membawa mouse dan poster meminta hakim menolak PK Mardani H Maming.
Koordinator Lapangan Gerap Amri dalam sambutannya mengatakan, “Kami meminta penolakan terhadap Hakim Sunarto sebagai Ketua Mahkamah Agung.”
Amri berharap MA bertindak independen dalam memutus PK yang diajukan Mardani H Maming, terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP).
Sebab, ada dugaan Ketua MA Sunarto ikut campur dalam PK Mardani Maming.
“Dalam proses ini, jika tim peradilan MA tidak independen dalam mengambil keputusan, maka hukum dan keadilan di Indonesia bisa dirugikan,” ujarnya.
Amri menegaskan, Mardani H Maming yang kini menjadi terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP), sudah tiga kali kalah melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di pengadilan dan pengadilan banding.
Menurut Amri, dengan kondisi seperti ini sudah sepantasnya PK Mardani H Maming diberhentikan sementara.
“Mengapa PK Mardani Maming didesak keras oleh Ketua Mahkamah Agung Sunarto? Apakah terjadi pertukaran antara Hakim Sunarto dan Mardani Maming? Amri mengatakan, “Jika PK Mardani Maming berhasil diterima, maka Hakim Sunarto akan menjadi Ketua Mahkamah Agung”. Dia akan mendapat penghargaan sebagai juri,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Laskar Merah Putih H Ade Erfil Manurung dalam sambutannya juga menyerukan keberanian Hakim Agung Sunarto menolak PK kasus Mardani H Maming.
“Mendesak Majelis Hakim PK untuk menolak PK Mardani H Maming,” ujarnya.
Ia pun mendesak MA mematuhi putusan kasasi Mardani H Maming sebelumnya.
Saat itu, MA menolak kasasi dan memvonis Mardani H Maming 12 tahun penjara dan harus membayar uang pengganti sebesar Rp 110.604.371.752 (Rp 110,6 miliar).
Secara terpisah, Sarjana Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai seharusnya Hakim Agung Sunarto memecat PK Mardani H Maming. Menurutnya, tidak ada alasan untuk mengubah suatu keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau konsolidasi.
“Hakim mempunyai kebebasan untuk memutuskan suatu hal sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, (calon Ketua Mahkamah Agung, Hakim Sunarto) seharusnya menolak PK Mardani H Maming karena tidak ada alasan untuk mengubah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, ujarnya. Mardani H Maming, mantan petugas Tanah Bumbu, mengenakan rompi penjara usai diperiksa di Gedung KPK Jakarta, Kamis malam (28/7/2022). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menangkap Mardani Maming atas dugaan suap dan pengambilan keuntungan dalam penerbitan izin pertambangan saat menjabat Pengelola Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan antara 2010-2015 hingga 2016-2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RİSMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RİSMAWAN)
Abdul Fickar melanjutkan, penting agar Hakim Sunarto yang dicalonkan sebagai Ketua Mahkamah Agung tidak memiliki kesalahan sosial dan hukum.
Oleh karena itu, Hakim Sunarto perlu menolak keras PK Mardani H Maming agar tidak meninggalkan pencemaran nama baik dalam pencalonannya sebagai Ketua Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, selama hakim Mahkamah Agung tidak mempunyai kesalahan sosial dan hukum, ia mempunyai kuasa untuk dipilih oleh hakim Mahkamah Agung yang lain.
Mardani H Maming merupakan narapidana korupsi sehingga ia sudah terlanjur korupsi saat mengajukan PK. Oleh karena itu, siapa pun yang menerima dan mengurangi hukuman Mardani H Maming harus dituduh melakukan kesalahan, ujarnya.