Laporan reporter Tribunnews Mario Christian Sumampow
geosurvey.co.id, JAKARTA – Mantan karyawan perusahaan Henry Kurnia Adhi Sutikno atau John LBF mengatakan akan dikenakan denda sebesar Rp200 ribu dan Rp2,5 juta jika melakukan kesalahan saat bekerja.
Kesalahan tersebut antara lain menanggapi percakapan John LBF selaku Komisaris Utama Hive Five, ketidakhadiran, bahkan kesalahan klasifikasi.
Hal itu diungkapkan Septia, mantan karyawan perusahaan John LBF.
Septia diketahui telah bekerja di industri tersebut selama kurang lebih dua tahun.
“Penurunan upah minimum dari 200.000 menjadi 2,5 juta. Mulai dari akal sehat hingga standar yang tidak masuk akal, kata Septia kepada geosurvey.co.id di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2024).
“Misalnya kalau undang-undangnya masuk akal, terkesan terlambat. Lalu misalnya ada yang tidak masuk akal, kita seperti membaca chatnya saja, tapi dia tidak merespon. “Terus lakukan kesalahan lagi, meski divisi kita juga terkena dampaknya,” lanjutnya.
Mengenai keterlambatan kedatangan, aturan ini tidak termasuk dalam kontrak kerja.
Jadi jumlah pemotongan gaji pekerja belum bisa dipastikan.
“Waktu cuti juga mengurangi upah. Itu tergantung. Tentu saja tergantung, itu tidak benar-benar tertulis. “Jadi kamu suka kalau soal nama,” katanya.
Sementara itu, John LBF memberikan penjelasan.
Dia setuju untuk mengirimkan komunikasi yang mengancam, namun tidak mengurangi gaji pekerjanya.
Di hadapan juri, ia menegaskan bahwa pesan tersebut merupakan inspirasi dirinya kepada para karyawannya yang didominasi oleh generasi muda.
Diketahui, kasus tersebut akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Septia menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik setelah terungkap pemotongan gaji serikat pekerja, pembayaran di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), jam kerja berlebihan dan tidak adanya BPJS Kesehatan serta penggajian oleh perusahaan John LBF dilakukan melalui rekening X (sebelumnya Gugup). . miliknya.
John melaporkan Septia ke penegak hukum karena diduga melakukan pelanggaran UU ITE.
Berdasarkan catatan, Kejati Jakarta Pusat menangkap Septia pada 26 Agustus 2024.
Ia menjadi PNS setelah divonis pada 19 September 2024.
Ia didakwa melanggar Pasal 27 ayat. 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik dan Pasal 36 UU ITE yang terancam hukuman hingga 12 tahun penjara.
Dalam putusannya, Rabu (10/3/2024), majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak keberatan yang diajukan Tim Advokasi Negara Septia Gugat Abai (TEAM ASTAGA) yang meminta agar dakwaan tersebut dibatalkan.
Keputusan itu berarti kasus ini akan dilanjutkan.
Akhirnya John LBF dan Septia menyetujui perdamaian.
Kesepakatan damai itu disimpulkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (10/9/2024). John LBF dan mantan pekerja berjabat tangan dan menyetujui perdamaian
Perjanjian damai tersebut adalah John LBF dan Septia berjabat tangan di depan hakim dan disaksikan banyak orang di persidangan.
Hakim Saptono merekomendasikan kedua belah pihak untuk mencari penyelesaian di luar pengadilan.
John LBF setuju bisa mengikuti rekomendasi hakim.
“Pilihan apa pun demi kepentingan terbaik saya dapat mencapai hal itu,” kata John di pengadilan.
John mengaku tidak menginginkan manfaat dari proses hukum yang sedang berjalan.
Ia tak terima dengan pernyataan Septia soal PT Lima Sekawan yang menurutnya tidak benar.
Septia pun sepakat mengambil jalan damai.
Setelah itu, mereka berdua sepakat.
Mereka berdua berjabat tangan cukup lama dan berbicara satu sama lain.
FYI, dalam persidangan, John mengaku sempat menelepon Septia untuk berdamai sebelum menempuh jalur hukum.
Namun dalam perjanjian damai, John meminta pengembalian dana sebesar Rp300 juta kepada Septia.
Septia pun menolak permintaan pembayaran tersebut.
Ditemui seusai pernyataan pengadilan, John menegaskan bahwa dia tidak melakukan apa pun yang diminta Septia.
“Tidak, aku tidak menginginkan apa pun. Saya punya banyak uang. “Saya tidak ingin uang dalam masalah ini,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Septia, Jaidin Nainggolan, mengatakan mereka akan membahas lebih lanjut mengenai rencana perdamaian antara kliennya dan John.
Namun pihaknya menegaskan, proses permintaan maaf bukan berarti mengakui kesalahan Septia dalam kasus tersebut.
“Untuk penjelasannya, kami akan berdiskusi terlebih dahulu dengan Septia dan keluarganya apakah kami akan melakukan sesuatu setelah perdamaian di luar pengadilan ini atau tidak. Jaidin berkata, “Ini juga akan kita bicarakan dulu dengan keluarga Septie.