Laporan Jurnalis geosurvey.co.id, Fahmi Ramadhan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Broker Exi Anggraeni mengaku disuruh orang kaya gila Budi Said asal Surabaya untuk menangani pembuatan sertifikat tidak serah emas Antam senilai 1.136 kilogram atau 1,1 ton.
Hal itu diungkapkan Eksi saat tampil sebagai saksi dalam sidang rekayasa jual beli emas Antam, Selasa (29/10/2024), yang mempertemukan Budi Said dan mantan Direktur Utama PT Antam Tbk Abdul Hadi Avicena di pengadilan tipikor Jakarta.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar Eksi soal sertifikat tidak serah emas Antam.
Soal sertifikat, ibu pernah ditunjukkan sertifikat (tidak diserahkannya emas) senilai 1.136 kg emas, siapa yang minta sertifikat itu?
“Yang minta itu Pak Budi Said,” jawab Eksi.
Eksi kemudian menjelaskan, awalnya dirinya ditelepon Budi Said sekitar Oktober-November 2018 untuk mencatat seluruh transaksi terkait pembelian emas Antam.
“Dari tanggal, jumlah uang diterima, nomor invoice dan penyerahan barang. Semua dipimpin oleh Pak Budi Said,” kata Eksi.
Setelah melengkapi catatan tersebut, Budi Said kembali memerintahkan Eksi untuk mengirimkan sertifikat ke Antam.
Dimana nantinya pada sertifikat tersebut akan berisi catatan yang dibuat Eksi sebelumnya.
Saat itu, Eksi awalnya ingin bertemu dengan pengelola toko BELM Surabaya Endang Kumoro untuk membuat sertifikat.
Namun karena Endang berangkat umrah, Eksi akhirnya bertemu dengan Misdianto sebagai staf administrasi di BELM Surabaya 01 Antam Misdianto dan Ahmad Purwanto sebagai senior service dan general produksi di PT Antam.
“Saya datang ke butik Surabaya. Saya bilang, ada permintaan dari Pak Budi Said untuk minta sertifikat, ini catatannya. Saya telepon saat itu juga, baru mereka dan Pak Ahmad segera melakukannya.” kata Exi.
Usai pertemuan dengan Ahmad Purwanto dan Misdianto, sertifikat sudah siap dan Eksi langsung menyerahkannya kepada Budi Said.
Eksi saat itu mengaku menyerahkan surat tersebut kepada Budi Said di rumahnya di Jalan Procurorul Jenderal Suprapto, Surabaya.
Namun setelah surat itu disampaikan, Eksi mengaku langsung menelepon Budi Said.
“(Budi Said) tidak mau maksudnya karena Pak Endang tidak menandatanganinya. Keesokan harinya. Lalu aku kembali ke butik. Jadi setelah menunggu Pak Endang datang, saya minta Pak Endang melakukannya,” jelasnya.
“Apakah saya mengenal Pak Endang secara langsung?” tanya jaksa.
“Iya. Singkatnya saya bawa, saya serahkan. Pak Budi Said bilang, ‘Betul Bu,” pungkas Eksi.
Sekadar informasi, Eksi Anggraeni merupakan broker pembelian emas milik Budi Said. Ia juga dianggap bertanggung jawab atas kekurangan emas di BELM Surabaya 01 Antam.
Penampilannya dibawakan bersama sejumlah pengurus BELM Surabaya 01 yakni Ahmad Purwanto, Endang Kumoro dan Misdianto.
Baik Eksi maupun tiga mantan pengurus BELM Surabaya 01 diadili dan dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Saat itu, dia mengajukan banding ke PT Surabaya.
Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya kemudian memberlakukan hukum yang lebih tegas dibandingkan putusan Pengadilan Tipikor Surabaya tingkat pertama.
Berdasarkan laman SIPP tingkat banding, sebagaimana tertuang dalam putusan nomor 13/PID.SUS-TPK/2024/PTSBY, Eksi Anggraeni secara sah dan meyakinkan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu PT Surabaya memvonisnya 11 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dikenakan hukuman tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebesar 87 miliar lei, tambahan 5 tahun penjara. Putusan hakim banding akan dibacakan pada 22 Februari 2024.
Hukuman ini lebih berat dibandingkan putusan pengadilan yang memvonis Eksi 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Besaran denda tambahan ganti rugi sebesar Rp87 miliar atau kurungan 2 tahun 6 bulan.
Sementara tiga terdakwa lainnya Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto sebagaimana disebutkan dalam putusan nomor 11/PID.SUS-TPK/2024/PTSBY masing-masing divonis 9 tahun penjara dan denda Rp300.000. juta. , subsider 6 bulan penjara.
Hukuman ini juga lebih berat dibandingkan putusan pengadilan yang masing-masing menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta.