Laporan Jurnalis geosurvey.co.id Ilham Rian Pratama
geosurvey.co.id, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami permohonan penambahan modal daerah (PMD) pada anggaran Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) 2019.
Hal itu dibuktikan penyidik KPK saat memeriksa Asep Erwin Juanda, mantan Kepala Badan Pembangunan dan Keuangan BPKD Provinsi DKI Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Asep Erwin Juanda yang kini menjabat Kepala Suku Dinas Keuangan Daerah Kota Administrasi Jakarta Selatan diperiksa Provinsi DKI Jakarta sebagai saksi terkait kasus korupsi pembelian tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Silinsing. , Kota Jakarta Utara.
“Dia adalah seorang saksi. Dikaji terkait usulan PMD pada anggaran PPSJ 2019,” kata Juru Bicara KPC Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya.
Dalam kasus korupsi tanah Rorotan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap lima tersangka, yakni Donald Sihombing, CEO PT Totalindo Eka Persada; Di Perum, mantan Dirut Pembangunan Sarana Jaya, Yori Corneles Pinontoan; Senior Business Manager atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharris; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, De Irianto Rajagukguk; dan Eco Wardoyo, Chief Financial Officer PT Totalindo Eka Persa.
Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, mengatakan kelima tersangka menghabiskan 20 hari pertama di rumah tahanan sementara “Gedung Merah Putih” PKC.
Dengan demikian, kelima tersangka akan ditahan hingga 7 Oktober 2024.
“Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan penangkapan terhadap para tersangka pada 20 hari pertama antara tanggal 18 September 2024 hingga 7 Oktober 2024. Penahanan akan dilakukan di Gedung Merah Putih Bagian KPK,” kata Asep. Konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Asep menjelaskan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan lahan kepada Pembangunan Sarana Jaya di Peru, dan salah satunya membeli lahan di Jakarta untuk dijadikan land bank.
Perumda Pembangunan Sarana Jaya membeli lahan di Rorotan seluas total 12,3 hektare dari PT Totalindo Eka Persada pada tahun 2019 senilai Rp 371,5 miliar.
Padahal, tanah tersebut sebelumnya dibeli PT Totalindo dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE.
Seluas sekitar 11,7 hektar, PT Totalindo Eka Persada membeli dari SQO PT seharga Rp 950.000 per meter persegi, yang dihitung sebagai pelunasan total nilai transaksi SQO PT sebesar Rp 117 miliar yang terutang kepada PT Totalindo Eka Persada.
Akibatnya negara merugi sekitar Rp 223,8 miliar akibat kejanggalan proses investasi dan pembebasan lahan yang dilakukan Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.
Nilai biaya negara atau daerah sebesar Rp371,5 miliar dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya dikurangi harga transaksi sebenarnya dengan pemilik tanah asli PT Totalindo Eka Persada PT Nusa Kirana Real. Termasuk biaya lain-lain seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris, total propertinya Rp 147,7 miliar, kata Asep.
Selain karena kenaikan harga, Asep mengatakan pembebasan lahan di Rorotan dilakukan dengan berbagai tindakan ilegal.
Salah satunya, Yori, mengatakan tidak perlu menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah.
Lebih lanjut, PPSJ tidak melakukan investigasi internal terhadap usulan KSO yang diajukan PT Totalindo Eka Persada.
Tak hanya itu, Totalindo Eka Persada mengetahui bahwa keenam SHGB di tanah Rorotan masih atas nama PT SQO dan belum berpindah kepemilikan tanah dari PT SQO kepada PT Totalindo.
Seiring diterimanya fasilitas oleh Yori dari PT Totalindo Eka Persada, diduga terjadi berbagai kejanggalan dalam proses pembebasan lahan di Rorotan.
Yoori diduga menerima mata uang asing dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu bersama perwakilan KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengumumkan penetapan lima tersangka kasus korupsi pembelian tanah di Rorotan, Jakarta Utara, Kerugian Negara di Gedung KPK Rp 223 miliar , Jakarta, Rabu (18/9/2024). (geosurvey.co.id/Ilham Rian Pratama)
Selain itu, Yori mendapat peluang atau kemudahan dalam penjualan aset pribadi yang langsung dibeli oleh karyawan PT Totalindo Eka Persada.
“Pembelian aset YCP berupa rumah dan rumah susun oleh karyawan PT TEP atas instruksi paman EKW dan sumber uangnya diambil dari kas perusahaan berupa pinjaman lunak kepada karyawan yang membeli perusahaan tersebut. . aset,” kata Asep.
Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yori, Donald Sikhombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001. Ayat 1 Ayat 1 Pasal 55 KUHP.