geosurvey.co.id, JAKARTA – Pemanasan global kini menjadi masalah banyak negara dan upaya dilakukan untuk menguranginya dengan menggunakan sumber energi ramah lingkungan.
Berdasarkan data, sektor manufaktur dan konstruksi merupakan dua sektor yang menghasilkan emisi karbon tertinggi di dunia. Masing-masing menyumbang 30 persen dan 40 persen.
“Sisanya dari sektor transportasi, logistik dan lain sebagainya,” Martin Setiawan, Presiden Schneider Electric Cluster Indonesia dan Timor Leste pada acara Innovation Day di Jakarta, Kamis, 7 November 2024.
Martin menjelaskan, hasil studi Schneider Green Impact menunjukkan 52 persen perusahaan di Indonesia mengakui risiko perubahan iklim sangat tinggi dan 47 persen industri khawatir perubahan iklim akan mengganggu rantai pasokan mereka.
“Banjir, kebakaran hutan, pencairan es, banjir dan lain-lain merupakan dampak negatif dari perubahan iklim,” jelas Martin.
Hasil survei Schneider juga menyebutkan bahwa hampir 100 persen perusahaan Indonesia memiliki strategi pembangunan berkelanjutan. Namun hanya 51 persen yang memiliki strategi keberlanjutan yang komprehensif.
Schneider menyebut fenomena ini sebagai Kesenjangan Dampak Hijau (Green Impact Gap).
Ia juga mencatat bahwa 71 persen CEO yang ditanyai mengatakan keberlanjutan adalah prioritas utama mereka, dan satu dari tiga perusahaan mengatakan mereka bersedia berinvestasi dalam keberlanjutan.
Mengurangi emisi karbon melalui digitalisasi dan elektrifikasi
Dari sisi tren pemanasan global, kata dia, pihaknya bisa memetakan elemen dan material yang digunakan sebagai langkah konservasi energi.
“Kami ingin mengedukasi pengguna di sektor konstruksi dan industri tentang cara mengendalikan konsumsi energi. “Dekarbonisasi tidak sulit selama perusahaan bekerja secara digital dengan pasokan listriknya,” jelasnya.
Dilaporkan bahwa 38 persen perusahaan di Indonesia mengatakan mereka akan menginvestasikan US$1 juta pada aset untuk meningkatkan keberlanjutan operasi mereka dalam dua tahun ke depan melalui digitalisasi (44 persen) dan keberlanjutan rantai pasokan (43 persen).
Beberapa tantangan yang menghambat upaya dekarbonisasi perusahaan di Indonesia antara lain terbatasnya ketersediaan energi bersih/Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan, kendala operasional, politik dan keuangan, serta kurangnya ketersediaan data yang memadai.
“Kendala terbesar yang sering kita temui adalah terbatasnya data operasional yang menyulitkan dunia usaha untuk mengidentifikasi permasalahan dan mengambil langkah strategis untuk membangun keberlanjutan,” kata Martin.
Dengan merayakan Hari Inovasi Jakarta 2024, asosiasi berupaya membantu para eksekutif bisnis di Indonesia mempercepat strategi keberlanjutan mereka, terutama dalam upaya menghilangkan karbon melalui solusi terintegrasi yang mencakup konsultasi pemetaan masalah dan pembuatan rencana aksi, untuk penerapan solusi digital dan otomatis.
Salah satunya adalah konsultasi audit energi, sehingga perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki data konsumsi energi yang akurat dalam kegiatan usahanya dan meningkatkan efisiensi energi serta mencegah pemborosan energi.
Menurut Martin, Innovation Day 2024 akan diselenggarakan di 3 kota antara lain Medan, Surabaya, dan Jakarta.
Kemitraan Pemasaran SPKLU
Pada acara yang sama, perseroan juga menjalin kemitraan strategis dengan PT Starvo Global Energi, PT Haleyora Power, Kawasan Tunas Batam, INKINDO dan Institut Teknologi Bandung dalam pengembangan kompetensi dan solusi ketenagalistrikan.
Menurut Chandra Goetama, pihaknya bersama Schneider Electric berupaya mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia melalui pembelian, penjualan, dan pemasangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik (SPKLU) untuk memberikan akses pengisian kendaraan listrik yang lebih luas dan mudah bagi masyarakat. . . .
“Upaya ini akan mendukung ekosistem kendaraan listrik dan memperkuat infrastruktur energi berkelanjutan Indonesia,” kata Chandra Goetama.