Laporan reporter geosurvey.co.id Ilham Ryan Pratama
geosurvey.co.id, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (18/12/2024) telah menyelesaikan penyidikannya terhadap mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassonna Laoli.
Politisi PDI Perjuangan itu terlihat meninggalkan ruang ujian lantai dua Gedung KPK Merah Putih pada pukul 16.14 WIB.
Artinya, Yasonna diperiksa sekitar enam jam jika dihitung sejak masuk ke gedung KPK sekitar pukul 09.50 WIB.
Berdasarkan penelusuran geosurvey.co.id, Yasonna terjebak di tangga menuju ruang ujian.
Dia tidak serta merta meninggalkan lokasi KPK.
Yasonna berada di tangga observasi selama kurang lebih 30 menit.
Alasan Yasona tak segera keluar dari gedung KPK karena di saat yang sama, ada massa yang melakukan aksi unjuk rasa di luar gedung KPK menuntut pencopotan mantan calon MLA PDIP dari KPK, Harun Masiku, ditangkap.
Diketahui, Yasonna hari ini diperiksa sebagai saksi kasus suap yang melibatkan Harun Masiku.
Setelah bernegosiasi dengan pihak keamanan KPK, Yasonna akhirnya memutuskan keluar gedung KPK melalui pintu belakang.
Mantan anggota DPR itu kemudian memberikan keterangan pers di hadapan awak media di belakang Gedung Merah Putih KPK selama kurang lebih tiga menit.
Setelah itu, mobil Yasonna melewati Rutan KPK Cabang Merah Putih. Latar Belakang Kasus Harun Masiku
Harun Masiku merupakan caleg PDIP yang maju pada pemilu 2024 sebagai caleg dari daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Samsel) I.
Di daerah pemilihan ini, Masiku hanya memperoleh 5.878 suara dan menempati posisi kelima.
Tentu saja perolehan suara tersebut tidak membuat Masiku bisa duduk di DPR RI.
Saat itu, Nazrudin Keemas merupakan caleg PDIP daerah pemilihan I Sumsel yang dinyatakan terpilih, namun meninggal dunia 17 hari menjelang pemilu.
Untuk itu PDIP harus menyiapkan pengganti Nazruddin yang meninggal sebagai wakil desa lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Nazruddin akan digantikan oleh calon legislatif PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai dan daerah pemilihan yang sama dengan calon legislatif yang meninggal dunia.
Merujuk aturan tersebut, pengganti Nazarudin adalah Rizky Aprilia.
Sayangnya, PDIP tak mau mengambil risiko dan mengusulkan nama Harun Masiku ketimbang Nazarudin, meski tak sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017.
PDIP melalui Donny Tri Istikomah selaku kuasa hukum kemudian menggugat Pasal 54 Peraturan KPU No. 3/2019 tentang pemungutan dan penghitungan suara Mahkamah Agung (MA).
Mahkamah Agung kemudian mengabulkan gugatan tersebut, sehingga pemilihan partai tidak lagi berdasarkan perolehan suara terbanyak kedua, melainkan ditentukan oleh partai.
Kemudian putusan MA menjadi dasar PDIP melayangkan surat ke KPU untuk menggantikan calon legislatif Harun Masiku yang sudah meninggal, kata Lily Pintouli Siregar, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi saat itu.
Uji substantif yang diajukan PDIP nyatanya disetujui Mahkamah Agung.
Namun permintaan tersebut tidak dikabulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menuntut agar Rizki ditunjuk sebagai penerus Nazruddin.
Ada beberapa cara yang dilakukan PDIP agar Masiku bisa menjadi anggota DPR, salah satunya dengan melayangkan fatwa ke Mahkamah Agung.
Tak hanya itu, partai berlambang banteng berhidung putih itu mengirimkan surat konfirmasi calon MLA ke KPU.
Masiku sendiri mencoba dengan mengirimkan dokumen dan fatwa kepada Komisioner KPU saat itu, Wahu Setiawan.
Surat tersebut dilayangkan Staf Sekretariat DPP PDIP Saiful dan Wali Wahu yang juga anggota Agastani Tio Fridelli yang merupakan anggota Bawaslu 2008-2012.
Setelah menerima berkas tersebut dari Saiful, sang menantu menerima dokumen Masiku dan Fatwa dari Agastiyani.
Kemudian, Wahoo menyetujui proses pengangkatan Masiku menjadi anggota DPR melalui Mekanisme Pemukiman Kembali Sementara (PAW).
Sebagai syaratnya, dia meminta uang Rp900 juta agar Harun bisa menggantikan Nazruddin.
Permintaan yang disampaikan Wahyu kemudian diterima Harun Masiku sehingga bisa mendapatkan kursi sebagai anggota dewan.
Pertama, Harun mengirimkan Rp 850 juta kepada Vahyu melalui Saiful pada akhir Desember 2019.
Vahyu juga menerima Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 dan Rp 400 juta pada akhir Desember 2019.
Wahyu mendapat uang 200 juta dan Rp. 200 juta saat itu melalui anggota Bawasalu, seperti Tio Fridelli dari Agastia.
Meski Harun mengeluarkan dana miliaran rupee untuk lolos menjadi anggota DPR, KPU tetap menginginkan Nazruddin menggantikan Rizki.
Wahyu kemudian mendatangi Dhoni, dan kembali berjanji akan berusaha menunjuk Harun sebagai penerus Nazruddin melalui skema PAW.
Saat itu menantunya meminta uang lebih.
Aksinya terhenti karena Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengetahui perbuatannya.
Wahu kemudian ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung sejak Rabu, 8 Januari 2020 hingga Kamis, 9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas.
Selain menangkap Vahyu, KPK juga menangkap Saiful dan Agastani yang juga terlibat kasus Harun Masiku.
KPK menetapkan Haroon sebagai tersangka pada Kamis, 9 Januari 2020, namun ia tidak pernah OTT.
Saat itu, Arvin Gumilang, Kepala Bagian Humas dan Umum Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan Masiku berangkat ke Singapura pada Senin, 6 Januari 2020.
Masiku melarikan diri beberapa hari sebelum Wahyu dan tiga orang lainnya dibawa oleh KPK.
Ali Fikri yang masih menjabat Plt Juru Bicara KPK pada 2020 membantah KPK kalah karena Masiku berhasil kabur dari Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
“Kami tidak melihat dari sudut pandang itu karena tentu ada pertimbangan strategis dari penyidik,” kata Ali, Senin (13/1/2024).
Berbagai langkah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengetahui keberadaan Haroon, salah satunya dengan meminta bantuan Biro Pusat Nasional Interpol.
Sehubungan dengan kaburnya Masiku ke Singapura dan kebingungan mengenai keberadaan Masiku, Direktur Jenderal Imigrasi (Dirgen) Ronnie F Sompi dicopot oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassona H Laoli pada Selasa, 28 Januari 2020.
Yasonna mengatakan Masiku tiba di Indonesia pada Selasa 7 Januari 2020.
Keberangkatan dan kedatangan Masiku dari Indonesia sempat terhindar dari pemeriksaan imigrasi karena adanya penundaan waktu di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta.
Saat itu terjadi kekacauan peralatan teknologi informasi sehingga hanya pendatang yang mengetahui Harun Masiku sudah tiba di Indonesia, sehari sebelum pernikahan OTT dilangsungkan.
Menurut Yasona, gangguan tersebut tidak biasa sehingga membentuk tim gabungan independen yang terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Reserse Kriminal Polri, dan Ombudsman Indonesia. .
Saat melarikan diri, Harun Masiku diduga masih berada di luar negeri, yakni di Filipina dan Malaysia.
Interpol juga mengeluarkan red notice atas surat perintah penangkapan internasional atas nama Haroon Masiku pada Juni 2022, namun keberadaan mantan kelompok PDIP ini masih menjadi misteri.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengatakan pihaknya telah mengirimkan tim penyidik ke Malaysia dan Filipina untuk mengejar Harun pada 2023.
Belakangan terungkap, larangan bepergian ke luar negeri Harun Masiku telah berakhir pada 13 Januari 2021.
Permohonan ganti rugi tidak diajukan kembali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyatakan akan berkoordinasi dengan imigrasi untuk mengajukan kembali permohonan pengungsi Harun Masiku untuk masa istirahat di luar negeri.
Insya Allah kami akan berkoordinasi kembali dengan imigrasi untuk mengajukan lagi permintaan pemblokiran HM [Harun Masiku], kata Wakil Ketua KPK Johannes Tanak kepada wartawan, Rabu (18/12/2024).
Tanak menjelaskan alasan pihaknya tidak memperpanjang masa ganti rugi Harun Masiku.
Ada masa pemulihan, kata Tanak.
Saat itu, KPK menilai tak perlu memperpanjang masa pemberhentian sementara Harun karena jabatan caleg PDIP sudah berstatus DPO.