Laporan jurnalis geosurvey.co.id Willem Jonata
geosurvey.co.id – Meluasnya peredaran budaya asing di Indonesia tidak membuat upaya pengenalan sastra tenun dan songket kepada Generasi Z (Gen Z) tidak mudah.
Namun menurut budayawan Prof. dr. Muhammad Hatta, upaya ini bukan tidak mungkin.
Oleh karena itu, ia menerima dilantiknya Prof Anna Mariana sebagai Ketua Yayasan Cinta Budaya Kain Indonesia.
“Tidak mudah mengenalkan tenun dan songket. Ini merupakan tantangan untuk mencegah generasi muda agar tidak bergantung pada budaya luar,” ujar Ketua Komunitas Seni Mode & UMKM Internasional Indonesia, Hatta, dalam keterangannya, Senin (9/9/2024).
Menurut Prof Hatta, Grand Final Tenun Songket Putra dan Putri Indonesia Tahun 2024 yang baru saja berakhir, mempunyai banyak maksud dan tujuan.
“Pertama, penting untuk secara khusus menangani dan mendorong partisipasi generasi muda. Karena kalau bicara generasi muda, kebanyakan sekarang lebih tertarik dengan budaya dan produk luar negeri,” lanjutnya.
Oleh karena itu, kegiatan ini membangkitkan kecintaan dan kebanggaan generasi muda untuk memanfaatkan tenun wasera, songket, sebagai ciri khas negara.
“Tujuan kedua adalah membuat peran pemerintah lebih terlihat. Karena kegiatan ini merupakan bagian dari peningkatan kualitas, memajukan pembangunan dan pendidikan daerah, maka para perajin (penenun) juga membutuhkan bantuan lokal dalam hal pemasaran.” “Tentunya mereka juga membutuhkan bantuan dari segi permodalan”, “ketersediaan bahan baku. Dalam konteks ini, kinerja menjadi rumit,” jelasnya.
Lebih dari itu, menurut Prof Hatta, acara ini mempromosikan pelestarian, pengembangan dan promosi sastra web dan songket tradisional Indonesia.
Festival Tenun Songket Indonesia Putra dan Putri Tahun 2024 merupakan gelaran kelima. Diharapkan acara tahunan ini tidak hanya terbatas pada budaya sastra saja, namun juga meluas ke budaya lain yang lebih luas.
Wastra merupakan kain tradisional yang penuh makna dan filosofi dalam budaya Indonesia. Masing-masing mempunyai ciri khas yang dapat kita kenali melalui simbol motif, warna, ukuran, bahan, bahan baku dan proses pembuatan yang diwariskan dari generasi ke generasi penenun.
“Kami berharap kedepannya penggunaan tenun dan songket semakin meningkat. Misalnya UMKM yang akan menjadikannya sebagai fashion,” kata Tjokorda Agung Kusumayudha usai konferensi pers grand final Ajang Tenun Songket Indonesia Putra dan Putri Tahun 2024, Sabtu (9/7/2024).
Ia menambahkan, sektor pengembangan tenun dan songket saat ini diwakili oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda). Di bawah bimbingan istri gubernur dan bupati atau walikota.
Ia berharap perkembangan ini tidak sekedar pameran yang terus dibeli oleh pejabat pemerintah setempat. Kemudian, setelah kami tidak selesai, kami melanjutkan.
“Harus mampu menarik investor dan pembeli agar dapat terus menghasilkan daya beli yang tidak terbatas setiap saat, sehingga terus berkembang dan berkelanjutan,” harapnya.
Ia juga berharap dengan adanya grand final Lomba Tenun Songket Putra dan Putri Indonesia Tahun 2024 ini dapat menciptakan pemahaman kebangsaan serta sejarah dan budaya daerah di masa depan.
“Makanya pandangan dan pemahaman (generasi muda) terhadap budaya lokal lebih baik. Mereka lebih paham mengingat serbuan budaya asing yang masuk ke Indonesia,” ujarnya lagi.
Prof.dr. Hatta kemudian mengingatkan kita untuk mewaspadai bahaya perolehan budaya Web dan Songket kita secara ilegal dari negara lain, yang merupakan ciri khas budaya kita Indonesia.
“Saat ini budaya kita banyak yang dijiplak dan diadopsi dari negara lain. Nah, kalau tidak ada upaya yang besar untuk menjadikannya ciri khas Indonesia dan tidak mendapat perlindungan hukum (hak cipta) dari pemerintah Indonesia, maka tidak akan ada.” Butuh waktu beberapa saat untuk menghilangkannya,” ungkapnya prihatin.
Oleh karena itu, menurutnya, jelas hal tersebut bukan hanya menjadi tugas penenun dan penenun songket di daerah saja, melainkan juga menjadi tugas pemerintah.
“Dua kementerian yang bertanggung jawab seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pariwisata dan Industri Kreatif serta kementerian lainnya dapat memberikan bantuan,” kata Prof Even. Pengunjung melihat busana bordir di salah satu stand Festival Batik, Sulaman, dan Tenun Indonesia di Graha Manggala Siliwangi, Jalan Aceh, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (08/01/2024). Pameran yang berlangsung hingga 4 Agustus 2024 ini menampilkan berbagai busana mulai dari batik, bordir, tenun, songket, dan eco-printing. Acara ini juga diisi dengan talk show, workshop dan fashion show. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) *** Caption Lokal *** (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Pada kesempatan yang sama, Prof Anna Mariana berbincang dengan sepuluh juta penenun aktif di seluruh wilayah Indonesia yang dipimpin oleh Yayasan Cinta Budaya Kain Nusantara dan Yayasan Songket Putera Puteri Tenun Indonesia.
“Sebelum COVID-19, jumlah orang yang dilatih sekitar 42 juta orang, namun pada masa pandemi COVID jumlahnya menurun drastis,” kata Anna.
“Kita harus mendorongnya lagi. Kami membangunnya selama kurang lebih 37 tahun, kini kondisinya semakin rusak dan hancur di masa pandemi COVID. Permasalahan utamanya adalah tidak adanya daya beli,” kata Prof Anna.
Oleh karena itu, tetap perlu diadakan pameran dan mengharapkan dukungan pemerintah terhadap upaya penetapan “Hari Tenun Nasional” dan memperkenalkan wajib pakai pakaian tenun dan songket setiap minggunya bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kami memberi semangat kepada Presiden dan Pemerintah Indonesia karena ini sangat mendesak dan sangat penting bagi pengembangan ekonomi rakyat di daerah,” tutupnya.