geosurvey.co.id, Jakarta – Pemerintah meningkatkan pengiriman migas untuk mengurangi impor yang akan meningkatkan anggaran negara.
Seperti diketahui, produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menghadapi tantangan yang serius. Sebab, produksi migas Indonesia terus menurun.
Fahmi Radhi, dosen pembimbing energi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan kurangnya daya angkat dan terbatasnya kapasitas kilang berarti Indonesia masih menjadi pengimpor minyak bersih. “Bagaimanapun, Indonesia bergantung pada impor minyak mentah dan bahan bakar. “Saat ini disarankan untuk mengurangi ketergantungan impor minyak, karena cadangan minyak dalam negeri semakin menipis,” ujarnya, Kamis (17 Oktober 2024).
Fahmi menilai diperlukan investasi besar untuk mengeksplorasi cadangan minyak. Namun, investor besar Indonesia kurang tertarik karena cadangan minyak bumi semakin berkurang.
“Untuk mendongkrak produksi migas, pemerintah harus fokus memperluas eksplorasi ke cekungan baru yang memiliki potensi geologi besar namun belum terbukti ekonomis.”
“Jika cadangan migas dari sumur-sumur baru terbukti secara geologis dan dinilai layak secara ekonomi, maka investor akan datang,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pengiriman minyak terus mengalami penurunan sejak tahun 2015. Tahun ini, realisasi pertumbuhan minyak sebesar 779.000 barel per hari (bopd). Jumlah ini meningkat menjadi 829.000 bopd pada tahun 2016, kemudian menurun menjadi 804.000 bopd pada tahun 2017.
Setelah itu terjadi kenaikan dan penurunan terus menerus: 778 ribu bopd (2018), 746 ribu bopd (2019), 707 ribu bopd (2020), 660 ribu bopd (2021), 612 ribu bopd (2022) dan 605,4 ribu bopd (205 , 4) ribu.
Penurunan harga minyak dan gas yang terus berlanjut akan berdampak pada keuangan publik. Pada tahun 2023, subsidi BBM di Indonesia mencapai Rp160 triliun dan 60 persen dari jumlah tersebut akan dialokasikan untuk sektor BBM dan LPG.
Saat ini, Indonesia sangat bergantung pada impor minyak mentah dan produk minyak bumi untuk memenuhi defisit tersebut. Subsidi BBM diberikan untuk keterjangkauan dan aksesibilitas kepada konsumen.
PT Chandra Asri Pacific TBK (Chandra Asri Group), pemasok energi, bahan kimia, dan solusi infrastruktur terkemuka di Indonesia, telah mengakuisisi Shell Energy and Chemicals Park (SECP) Singapura melalui kemitraan dengan Glencore PLC.
Aksi korporasi Chandra Asri Group bertujuan untuk mendukung Indonesia dalam meningkatkan ketahanan energi dan memenuhi permintaan produk kimia yang terus meningkat.
Fahmi Radhi menilai kontribusi Chandra Asri Group melalui SECP akan mendukung pertumbuhan produksi petrokimia nasional.
“Bahan baku mudah didapat dan mendorong pertumbuhan industri manufaktur,” ujarnya.
Melalui SECP, salah satu kilang minyak dan pusat perdagangan terbesar di dunia, Chandra Asari Group akan memasok produk minyak bumi termasuk bensin, bahan bakar jet, solar, dan bitumen untuk mendukung berbagai industri di Indonesia.
Irwin Siputra, Presiden dan CEO Chandra Asri Group, menjelaskan seluruh keputusan bisnis perusahaan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi Indonesia. Akuisisi tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Kami berkomitmen untuk menjadi mitra pembangunan Indonesia. Langkah strategis ini merupakan salah satu kontribusi kami terhadap pengembangan industri lokal dan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Irwin mengatakan, keuntungan usaha yang diperoleh dari SECP dipulangkan dan diinvestasikan kembali untuk pengembangan industri dalam negeri sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak nasional baik dari pajak perusahaan maupun pajak pribadi.
Chandra Asri Group diharapkan dapat berperan dalam menciptakan ketahanan energi nasional melalui aliansi strategisnya dengan Pertamina. Pertamina dan Chandra Asri Group dapat berkolaborasi untuk mengimpor produk minyak bumi dari SECP, termasuk bensin, bahan bakar jet, solar, dan bitumen.
Hal ini membuka kemungkinan penurunan harga produk minyak bumi melalui dukungan transportasi dan infrastruktur. Bahan kimia lain yang dihasilkan oleh ester, seperti MEG dan poliol, penting dalam proses pembuatannya. Indonesia masih banyak membutuhkan bahan kimia tersebut dan seringkali mengimpornya dari negara maju.
Chandra Asri Group berencana memprioritaskan kebutuhan pasar Indonesia dengan mengalihkan produk dari Aster untuk mengisi kesenjangan tersebut.