Reporter geosurvey.co.id Dennis Destryawan melaporkan
BERITA TRIBUN.
Artinya, Indonesia akan mengalami resesi kelima berturut-turut pada tahun 2024. Anis menilai situasi tersebut luar biasa dan menunjukkan perekonomian Indonesia menghadapi tekanan yang luar biasa.
Anis menjelaskan, devaluasi pertama berturut-turut terjadi pada Mei 2024 sebesar 0,03 persen (mtm). Kemudian pada bulan Juni mencapai 0,08 persen dan kurang baik pada bulan Juli sebesar 0,18 persen.
Deflasi kemudian mulai membaik pada bulan Agustus kembali menjadi 0,03 persen. Kesenjangan tersebut kembali melebar pada bulan September 2024, tampak semakin dalam sebesar 0,12 persen, yang berarti devaluasi bulanan kelima pada tahun 2024.
Katanya, “Jadi devaluasi ini menunjukkan memang ada penurunan daya beli perseroan. Penurunan daya beli ini disebabkan oleh menurunnya pendapatan masyarakat kelas menengah, serta ditutupnya industri manufaktur. itu menciptakan gelombang penolakan. Hal ini menyebabkan banyak yang mengurangi konsumsinya,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (13/10/2024).
Anis juga mengatakan, persoalan devaluasi ini harus dikaji dari dua sisi perekonomian, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran, sehingga bisa melihat krisis keuangan perekonomian negara yang terjadi dalam lima bulan terakhir.
Krisis ekonomi global dapat menyebabkan penurunan belanja konsumen di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Menurunnya permintaan konsumen terlihat dari peningkatan penyaluran kredit, khususnya kredit kecil dan menengah.
Pada pertengahan tahun 2024, pinjaman perbankan tumbuh 12,36 persen (tahunan). Pertumbuhan pinjaman perbankan, yang terutama didasarkan pada pinjaman kepada perusahaan besar (enterprise), meningkat sebesar 15,89 persen (y/y).
Peningkatan kredit korporasi tidak melewati sektor kecil dan menengah, melainkan hanya 5,68 persen (tahunan). Begitu pula dengan sektor perekonomian yang paling banyak menyerap tenaga kerja seperti industri 9,94 persen (tahunan) dan perdagangan 9,87 persen (tahunan).
Anis mengatakan, dari sisi bisnis, indikator bisnis juga menunjukkan tekanan, terutama pada Purchasing Managers’ Index (PMI) yang merupakan gambaran bisnis di industri barang konsumsi. Sejak April 2024, PMI terus turun, bahkan pada Juli 2024 mengalami kontraksi yakni indeks PMI turun hingga di bawah 50.
“PMI Indonesia mengalami kontraksi, berada di zona merah atau tidak berubah di bawah 50,0 selama tiga bulan berturut-turut hingga September 2024,” kata Anis.
Ia mengatakan, indikator ekonomi dan keuangan tersebut menunjukkan perekonomian Indonesia sedang menghadapi tekanan yang tidak mudah sehingga menyebabkan kekuatan konsumen semakin menurun.
Oleh karena itu, Pemerintah dan BI harus mengambil langkah-langkah efektif untuk meningkatkan perekonomian.
“Salah satunya adalah mempertimbangkan kembali kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12% pada tahun 2025 dan menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia,” ujarnya.