Wartawan geosurvey.co.id Endrapta Pramudhiaz melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Kabinet “lozen” yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia baru terpilih Prabowo Subianto pada 2024-2029 menarik perhatian para aktivis.
Prabowo berencana melantik 49 menteri dan 59 wakil menteri.
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan masa Presiden Joko Widodo yang memiliki 34 menteri dan 17 wakil menteri.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, menilai potensi pengaruh kabinet “gemuk” ini bisa berujung pada tidak efektifnya birokrasi.
Birokrasi yang tidak efisien dapat menyebabkan berkurangnya daya saing dan iklim investasi di Indonesia.
Shinta mengatakan kehadiran banyak kementerian dan pejabat senior menyebabkan birokrasi menjadi berat dan rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Risiko ini sangat nyata dan memerlukan perhatian khusus pemerintah menjelang pemilu presiden, karena akan berimplikasi pada efisiensi dan daya saing iklim usaha/investasi nasional,” kata Shinta kepada Tribunnews, Jumat (18/10). ). /2024).
Indonesia, yang sudah lama dikenal dengan birokrasinya yang rumit, sering menghadapi permasalahan seperti tumpang tindih tanggung jawab antar kementerian, menurut Shinta.
Kemudian juga sering terjadi permasalahan inkoherensi antar kementerian/organisasi, sehingga Shinta menekankan pentingnya pelaksanaan reformasi birokrasi.
“Ada kebutuhan besar untuk memperbaiki atau mereformasi birokrasi agar birokrasi lebih dapat diprediksi, transparan, sederhana dan efisien bagi dunia usaha/investor dalam hal beban kepatuhan dan biaya,” kata Shinta.
Meski ada risiko, Shinta yakin dengan manajemen yang tepat, kabinet yang “gemuk” bisa menciptakan birokrasi yang lebih fokus dan efisien.
Ia mengidentifikasi empat aspek utama yang harus dipenuhi untuk mencapai hal ini.
Pertama, perjelas indikator kinerja utama (KPI) atau indikator kinerja utama Anda.
Peran masing-masing kementerian atau posisi senior harus memiliki KPI yang jelas.
Tugas ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat dan seluruh pelaku ekonomi bangsa.
Hal ini untuk menghindari kebingungan dalam birokrasi bisnis atau investasi internal, menciptakan ketidakpastian, ketidakpercayaan pasar, atau peluang korupsi.
Kedua, adanya mekanisme kontrol, terutama insentif dan disinsentif yang jelas dan tegas bagi Prabowo.
“Presiden terpilih ‘memaksa’ kementerian/organisasi dan pejabat tinggi untuk saling berkoordinasi dan tidak saling sabotase karena ada benturan kepentingan,” kata Shinta.
Ketiga, harus adanya interkoneksi, harmonisasi, sinergi politik, dan proses birokrasi yang baik antar seluruh kementerian/organisasi.
Menurut Shinta, interkoneksi dan sinergi dapat menghilangkan atau mengurangi duplikasi birokrasi.
“Khususnya izin usaha yang persyaratan dokumennya hampir sama dengan pelaku usaha/investor,” kata Shinta.
Keempat, adanya pengawasan ketat dan pertanggungjawaban langsung kepada presiden.
Kontrol dan akuntabilitas langsung kepada presiden diperlukan untuk mengatasi permasalahan birokrasi yang menghambat penerbitan izin usaha.
Apalagi jika terjadi tumpang tindih, konflik, atau stagnasi birokrasi di daerah, jelas Shinta.
Shinta berharap Prabowo bisa memberikan perhatian khusus pada keempat aspek tersebut dan melanjutkan reformasi birokrasi yang ada.
Ia menekankan pentingnya peningkatan digitalisasi birokrasi untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keamanan data, sehingga mendukung tujuan reformasi nasional.
“Digitalisasi birokrasi sejalan dengan tujuan reformasi nasional, yaitu birokrasi yang lebih transparan, jelas, sederhana, harmonis, efisien, dan ramah dunia usaha,” pungkas Shinta. Konten ini ditingkatkan dengan kecerdasan buatan (AI).