Reporter Tribunnews Mario Christian Sumampow melaporkan
TRIBUNNEWS.CO, JAKARTA – Wakil Presiden Kantor Berita Bambang Harymurti menekankan pentingnya merevisi Undang-Undang Informasi dan Transfer Elektronik (UU ITE) untuk mencegah keterbukaan independen yang lebih baik di dunia saat ini.
Hal itu diungkapkannya saat menjadi ahli di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara no.
Menurut Bambang, masuknya tindak pidana ke dalam UU ITE yang berlaku sejak tahun 2008 menyebabkan banyak tindak pidana yang dianggap tidak adil, terutama terkait dengan kata-kata kotor dan ujaran kebencian.
Ia mencontohkan, pelanggaran dalam UU ITE kerap disalahgunakan untuk merugikan masyarakat.
Ketidaktahuan terhadap perkembangan saat ini membuat pelanggaran UU ITE tahun 2008 rentan disalahgunakan, kata Bambang.
Contoh yang dicontohkan Bambang adalah kasus Prita Mulyasari pada 2009, ibu dua anak yang dipenjara 20 hari hanya karena mengeluhkan pelayanan rumah sakit dalam email yang viral.
Bambang juga mengungkapkan, tujuan utama UU ITE tahun 2008 memang hanya untuk mengatur proses perdagangan elektronik, bukan untuk melakukan tindak pidana atau ujaran kebencian.
Dia mengatakan, Dewan Pers tidak menyebut rancangan pertama UU ITE karena saat itu belum ada ketentuan mengenai pelanggaran pencemaran nama baik.
“Tidak ada kaitannya dengan pencemaran nama baik dan lain-lain pada Pasal 27 dan 45,” imbuhnya.
Menurut Bambang, undang-undang tambahan UU ITE merupakan undang-undang yang tidak berdasarkan konstruksi HAM saat ini.
Menurutnya, UU ITE harus ditinjau ulang agar tidak menjadi alat untuk mematahkan semangat masyarakat dalam menyampaikan pendapat, baik di media maupun media sosial.