Laporan geosurvey.co.id, Aisyah Nursyamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 1 dari 7 anak usia 10-19 tahun di seluruh dunia menderita masalah kesehatan mental.
Gangguan jiwa pada remaja antara lain depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian.
Data UNICEF Indonesia (2021) menunjukkan bahwa sekitar 50 persen masalah kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun dan sekitar 75 persen pada usia 24 tahun.
Studi ini menunjukkan bahwa sekitar 50 persen anak muda di Indonesia menderita depresi, kecemasan, atau mengalami stres ekstrem.
Dalam konteks ini, Inspektur Deputi Kesejahteraan Keluarga dan Pemberdayaan Keluarga Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (KemenKPK) Nopian Andusti menjelaskan, keluarga memegang peranan penting.
“Keluarga merupakan tempat yang berperan penting dalam keberhasilan tumbuh kembang anak,” ujarnya dalam buku Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja, “Membuka Yang Terbaik – Remaja Bahagia, Dunia Bahagia di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu ( 26/06) 10/2024).
Menurut Nopian, keluarga merupakan komunitas pertama yang mengenal dan memahami perkembangan anak.
Orang tua dalam keluarga, kata Nopian, ibarat cermin bagi anak.
Karakter, temperamen, dan kemampuan anak bergantung pada bagaimana orang tua bersikap dan mengasuh anak.
Sayangnya, cara orang tua berkomunikasi dengan anak seringkali berbeda.
Seringkali komunikasi antara orang tua dan anak justru menimbulkan ketegangan, kebingungan, bahkan konflik dalam hubungan.
Faktanya, mencintai dan mendukung hubungan keluarga yang kuat dapat berdampak positif pada kesehatan mental remaja.
Faktanya, hubungan emosional yang positif dapat mengurangi kemungkinan remaja terkena masalah kesehatan mental.
Nopian berkata: “Hubungan antara seseorang dan orang tuanya adalah salah satu hubungan terpenting yang mereka (remaja) miliki. Orang tua memainkan peran penting dalam mempengaruhi interaksi remaja dengan faktor-faktor kompleks dan saling berhubungan yang menyebabkan kecanduan. Di depan, kata Nopian.
Kaum muda membutuhkan cinta dan dukungan yang berkelanjutan saat mereka mengalami perubahan fisik, sosial, seksual dan emosional.
Seiring pertumbuhan remaja, hubungan mereka dengan orang tua berubah dan beradaptasi dengan kebutuhan spesifik usia mereka.
Kaum muda berjuang untuk kemandirian dan otonomi, yang memerlukan negosiasi ulang dan reorganisasi hubungan dengan orang tua.
Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak konflik dan berkurangnya keintiman dalam hubungan
“Jika tidak segera melakukan penyesuaian, berbagai perubahan tersebut dapat membuat generasi muda berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan,” kata Noopian.
Selain itu, berkaca pada permasalahan ini, UNICEF meluncurkan program “Kesehatan Mental dan Dukungan Kejuruan”.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental.
Selain itu, UNICEF juga menyediakan tempat yang aman untuk berbagi dan berdiskusi serta memberikan dukungan psikologis yang diperlukan bagi mereka, terutama kaum muda yang membutuhkan.
Kami berharap program ini dapat menjadi salah satu cara untuk memberdayakan generasi muda dalam mengatasi stres, meningkatkan kesejahteraan mental, dan menguatkan pikiran dalam menghadapi tantangan hidup.
UNICEF juga merilis panduan, “Membantu Remaja Mengembangkan Panduan Aksi bagi Remaja Berusia 15 hingga 19 Tahun.”
Panduan ini memberikan informasi penting tentang mempromosikan, membicarakan dan mendukung kesehatan mental remaja.