Reporter geosurvey.co.id Rina Ayu melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA — Dokter Spesialis Anak Prof. Dr. Dr. Rinavati Rosisvatmo, SpA(K), Konsultan Neonatologi menekankan pentingnya perawatan khusus pada bayi prematur.
Bayi prematur berisiko terkena berbagai infeksi.
“Perawatan bayi prematur harus dilakukan dengan pendekatan multidisiplin yang melibatkan orang tua dan tim medis untuk mengurangi risiko komplikasi serius,” kata Prof. Dr. Dr. Pada Rabu (4/12/2024) Rinavathi ditulis dalam rangka Hari Penuaan Sedunia 2024.
Di antara infeksi tersebut adalah RSV (respiratory syncytial virus).
RSV adalah virus pernafasan umum yang dapat menyebabkan bronkitis dan pneumonia, dua kondisi serius yang sering terjadi pada anak-anak berisiko tinggi, terutama mereka yang berusia di bawah satu tahun.
RSV menyebabkan berbagai gejala, mulai dari gejala ringan seperti flu hingga masalah pernafasan yang lebih parah, terutama pada populasi rentan seperti bayi, anak kecil, dan orang lanjut usia.
Infeksi RSV dapat menyebabkan gejala parah bahkan kematian, terutama pada bayi yang lahir sebelum minggu ke-29 kehamilan.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan petugas kesehatan untuk mewaspadai gejala infeksi RSV dan segera mencari pertolongan medis jika diperlukan.
Dibandingkan dengan bayi berisiko rendah, bayi prematur dua kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit karena RSV pada tahun pertama kehidupannya.
Bayi prematur harus dirawat di rumah sakit lebih lama, memerlukan oksigen tambahan, memerlukan perawatan intensif (ICU), ventilasi mekanis, dan terapi cairan parenteral (dialirkan langsung melalui infus).
Akibat infeksi RSV terjadi pada bayi prematur karena antibodi IgG yang ditransfer dari ibu ke janin belum optimal di bulan-bulan terakhir kehamilan, ujarnya.
Oleh karena itu, tingkat antibodi pada bayi prematur lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan atau cukup bulan.
Selain itu, infeksi RSV dapat mengurangi suplai oksigen.
Hal ini dapat memperburuk gangguan kemampuan distribusi dan perfusi oksigen pada bayi dengan displasia bronkopulmoner terkait prematuritas (BPD) atau penyakit jantung bawaan (PJK).
Profesor Rina mengenang kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan risiko penyakit akibat RSV.
Termasuk orang tua yang memiliki anak berisiko tinggi tertular RSV dan pneumonia.
“Penting bagi kita untuk memperhatikan tumbuh kembang bayi prematur, termasuk memantau kesehatannya, melindunginya dari infeksi. Ke depan, mereka harus bersaing dengan anak-anak lain, jadi Pertama, kita harus menjaga kualitasnya. kehidupan sekarang. dan di masa depan,” katanya.
Di Indonesia, prevalensi kelahiran prematur di Indonesia sebesar 29,5 per 1.000 kelahiran berdasarkan Survei Kesehatan Dasar (Riskestas) tahun 2018.
Indonesia menempati urutan kelima dengan 657.700 kelahiran prematur per tahun.
Untuk menyikapi situasi tersebut, AstraZeneca Indonesia bersama Yayasan Prematur Indonesia menyelenggarakan pelatihan dengan topik Kualitas Hidup Bayi Prematur: Sekarang dan Nanti.
Presiden AstraZeneca Indonesia Ezra Ergome mengatakan pihaknya mendukung kesehatan masyarakat.
Melalui kegiatan ini, pihak meyakini bahwa edukasi mengenai bayi prematur dan infeksi RSV sangat penting, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas hidup bayi prematur di Indonesia di masa depan.–