Laporan jurnalis Tribunnevs.com Aisia Nursiami
TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Speech delay atau keterlambatan bicara sering terjadi pada anak-anak.
Keterlambatan bicara merupakan kemampuan berbahasa ekspresif yang tidak sesuai dengan kelompok usia anak.
Menurut dr Fitri Hartanto, SpA(K), Departemen Sosial Anak dan Koordinasi Perkembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan bicara ini.
Ia membaginya menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal dan ekstrinsik.
“Yang pertama adalah faktor internal. Faktor ini menyebabkan keterlambatan jenis sekunder, antara lain kelainan organ, gangguan saraf, gangguan perilaku, dan gangguan kognitif,” ujarnya dalam media briefing secara virtual, Selasa (15/10/2024).
Pada saat yang sama, faktor ekstrinsik biasanya ditemukan pada jenis utama keterlambatan bicara.
Biasanya penundaannya hanya pada sisi lidah saja. Bukan karena kelainan pada tubuhnya.
Dr Fitri membagi faktor ini menjadi dua faktor.
“Saya simpulkan karena dua alasan, kurangnya motivasi dan pembelajaran yang salah,” ujarnya.
Kurangnya stimulasi terlihat jelas pada saat anak belajar berkomunikasi.
Anak-anak harus menggunakan bahasa lisan ketika mereka berbicara.
“Tapi anak sudah terbiasa meminta dengan mengulurkan tangan atau menunjuk sesuatu, orang tua memberi. Berharap anak tidak menangis, ini tidak membuat anak bisa belajar dengan baik. Hal ini tidak boleh terjadi,” lanjutnya.
Dr Fitri menekankan, sebaiknya orang tua mengajari anaknya bahasa lisan, bukan menggunakan isyarat.
Selain itu, kurangnya motivasi juga berhubungan dengan tidak diberikannya kesempatan kepada anak oleh orang tua untuk belajar.
Seperti halnya segala kebutuhan bayi, segala sesuatunya diberikan untuk mencegah bayi menangis.
Akibatnya, insentif yang diberikan akan berkurang, begitu pula kesempatan anak untuk belajar pun berkurang.
Ini juga akan berdampak pada anak-anak terlantar karena tidak ada insentif,” lanjutnya.
Yang kedua adalah ajaran palsu. Menurut dr Fitra, ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari mengasuh anak.
Beberapa dari mereka adalah bilingual, menggunakan lebih dari satu bahasa sejak awal kehidupannya.
Sekalipun mereka masih anak-anak, anak-anak perlu belajar bahasa agar dapat berkomunikasi.
Literatur menyebutkan bahwa bilingualisme dapat membantu fungsi kognitif anak.
Namun beberapa literatur lain menyatakan bahwa upaya tersebut efektif jika dilakukan pada usia sekolah. Tidak dalam dua tahun pertama kehidupan seorang anak.
“Literatur mengatakan bahwa bilingualisme pada usia muda menghambat proses belajar bahasa. Oleh karena itu, akan terjadi keterlambatan dalam berbicara. Menerjemahkan bahasa yang salah, seperti sebelumnya, menggunakan bahasa tubuh,” kata Dr. Fitri.
Anak-anak tidak diperbolehkan menggunakan bahasa tubuh.
Karena anak akan memahami bahwa bahasa isyarat adalah bahasa yang nyata. Apalagi jika orang tuanya juga merespons.
Selain itu, pembelajaran tanpa bantuan juga menjadi salah satu faktor terjadinya keterlambatan bicara.
Saat ini, banyak anak yang diharuskan belajar mandiri dari televisi, telepon seluler atau perangkat lainnya tanpa didampingi orang tua.
“Jadi yang dibicarakan itu bahasa planet. Kenapa menurut saya itu bahasa? Ya karena ajarannya belum diikuti. Dia pakai bahasa yang dia campur aduk dari apa yang dilihatnya,” lanjutnya.
Terakhir, keterlambatan bicara juga disebabkan karena tidak melalui tahapan-tahapan tersebut.
Belajar berbicara harus dimulai dengan fase pengenalan, fase pemahaman, dan kemudian fase pengucapan.
“Setelah tahap perkenalan, anak tidak bisa diminta berbicara tanpa memahami apa yang dibicarakan,” tutupnya.