Laporan dari Koresponden geosurvey.co.id Namira Yunia
geosurvey.co.id, SEOUL – Industri pariwisata di Korea Selatan (Korea Selatan) terancam setelah banyak wisatawan asing membatalkan perjalanannya ke Korea Selatan akibat kerusuhan politik.
Ancaman ini mulai muncul ketika Korea Tourism Start-up Association mengungkapkan jumlah hotel dan penerbangan yang dipesan di Korea Selatan pada paruh pertama tahun 2025 telah berkurang secara signifikan.
Informasi tersebut juga dibenarkan oleh grup hotel Accor yang mencakup brand Fairmont dan Sofitel dalam keterangan resminya yang menyebutkan pemesanan hotel mengalami peningkatan pembatalan sekitar 5 persen sejak 3 Desember, lebih tinggi di bulan November.
“Kamar hotel yang dipesan sebelumnya di ibu kota Seoul kini tersedia karena pembatalan dan pemesanan berlebih,” kata juru bicara grup hotel Accor.
“Untuk mengurangi kerugian akibat pembatalan tersebut, perusahaan hotel Accor bahkan menurunkan harga dan memberikan penawaran khusus untuk menarik lebih banyak pemesanan,” kata seorang agen perjalanan di Hy, yang enggan disebutkan namanya.
Meski jumlahnya tidak dibatalkan, permasalahan ini ternyata menjadi ancaman baru bagi industri perhotelan dan pariwisata di Korea Selatan. Karena industri perjalanan dan pariwisata Korea Selatan merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara.
Total pendapatan yang dihasilkan sektor pariwisata Korea Selatan mencapai 84,7 triliun won atau 59,1 miliar dolar AS pada tahun 2023, menyumbang 3,8 persen terhadap PDB negara tersebut.
“Ada kekhawatiran bahwa masalah keamanan di Seoul akan berdampak negatif pada industri pariwisata,” kata Walikota Seoul Oh Se-hoon pada hari Rabu saat ia bertemu dengan pejabat industri pariwisata untuk membahas penurunan permintaan perjalanan.
Selain sektor pariwisata, klinik bedah plastik di bagian atas Gangnam di Seoul juga berisiko tertular setelah banyak pasien asing membatalkan kunjungan sejak krisis darurat militer.
Krisis bisnis terjadi setelah krisis politik Korea Selatan ketika Presiden Yoon mengumumkan darurat militer pada tengah malam pada Selasa (3/12/2024) dan mengerahkan pasukan di sekitar gedung parlemen.
Yoon mengambil langkah ini dengan dalih munculnya keadaan darurat di beberapa wilayah Korea Utara. Dia menuduh oposisi sebagai “tentara yang melawan negara Korea Utara” dan mengatakan mereka telah melakukan kudeta yang mengancam konstitusi.
Namun, baru-baru ini terungkap bahwa alasan Presiden Yoon memberlakukan darurat militer adalah karena perselisihan antara Presiden Yoon dan parlemen yang dikuasai oposisi mengenai anggaran dan tindakan lainnya, bukan ancaman eksternal.
Meskipun darurat militer dicabut enam jam setelah diumumkan, Presiden Yoon menghadapi risiko tentangan dari berbagai faksi setelah kerusuhan.
Politisi Korea Selatan menyebut pengakuan Yoon Suk Yeol ilegal. Pemimpin partai Yoon Suk Yeol, Partai Kekuatan Rakyat Konservatif, menyebut langkah Yoon Suk Yeol sebagai “langkah yang salah”. Penjualan Won Korea Selatan Turun
Selain itu, konflik politik yang sedang berlangsung di Korea Selatan berdampak negatif pada volatilitas mata uang won hingga menyebabkan nilainya anjlok ke level terendah pada Senin (9/12/2024).
Laporan dari Refinitiv, Won Korea Selatan terus mencatatkan pelemahan sebesar 2,11 persen dalam beberapa hari terakhir hingga menyentuh KRW1.424,14 terhadap dolar AS pada 6 Desember 2024.
Sementara itu, pada pukul 11:09 WIB siang tadi, won Korea Selatan kembali melemah ke kisaran KRW1.435,29 terhadap dolar AS, mencapai level tertingginya lalu melemah sejak 2009.
Pasca kemenangan tersebut, banyak saham Korea Selatan yang melemah, termasuk indeks Kospi yang turun 2,8 persen, disusul anjloknya indeks Kosdaq yang lebih kecil yang turun lebih dari 5 persen, terendah sejak April 2020.