Laporan surat kabar Tribune News, Fahimdi Ramadan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Hakim Agung nonaktif Ghazalba Saleh 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan penjara.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mengatakan, “Sesuai dengan undang-undang, terdakwa Ghazalba Saleh secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi keuangan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama.”
Penilaian majelis hakim didasarkan pada dakwaan kumulatif pertama dan kedua yang sebelumnya diajukan jaksa penuntut umum (JPU).
Hakim Fahzal pada Selasa (15/10/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta mengatakan: “Para terdakwa memvonis Ghazalba Saleh 10 tahun penjara dan denda 500 juta Rial.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Ghazalba lebih ringan dibandingkan tuntutan kejaksaan sebelumnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim menghukum hakim MA nonaktif Ghazalba Saleh dengan hukuman 15 tahun penjara ditambah denda satu miliar Rial, di bawah enam tahun. bulan penjara.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Ghazalba Saleh terbukti menerima suap dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Saat membacakan dakwaan pidana di Pengadilan Pemberantasan Korupsi (Tipikor), Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Vavan Yonarwanto mengatakan: “Para terdakwa memvonis Ghazalba Saleh 15 tahun penjara dan denda satu miliar Rial, selain hukuman alternatif. Hukuman enam bulan di Pengadilan Pusat (PN) Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Jaksa Penuntut Umum juga menuntut agar Ghazalba Saleh divonis sebagai penerima kewajiban membayar ganti rugi sebesar S$18.000 dan INR 1.588.085.000 paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan.
Jika Ghazalba Saleh tidak mampu membayar dalam jangka waktu tersebut, maka hartanya akan disita jaksa dan dilelang untuk menutupi ganti rugi.
Jika Ghazalba tidak memiliki cukup harta untuk membayar ganti rugi, maka ia akan divonis dua tahun penjara.
Jaksa mengatakan: Mengakui bahwa hukuman penjara terdakwa dikurangi seluruhnya dari hukuman yang dijatuhkan.
Ia menambahkan: Penetapan terdakwa masih di penjara. Masalah yang berkaitan dengan kasus pertemuan
Pada tahun 2020, Ghazalba mengajukan perkara ke Pengadilan Tinggi (PK) atas nama terpidana Jafar Abdul Ghaffar dengan nomor registrasi perkara: 109 PK/Pid.Sus/2020.
Jafar Abdul Ghafar didampingi kuasa hukum Neshawati Arsjad yang juga merupakan kerabat Ghazalba.
Pada tanggal 15 April 2020, Gazalba memberikan penghargaan PK.
Neshawati dan Ghazal diberi uang sebesar 37 miliar Rial oleh Jafar Abdul Ghafar untuk menangani kasus tersebut.
Sebagai Ketua Hakim antara tahun 2020 dan 2022, Ghazalba disebut menerima S$18.000 setelah dakwaan pertama dan penghasilan lain sebesar S$1.128.000, US$181.100, US$49.090, dan Rp2.090.490,60
Ghazalba Saleh melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor (UU Tipikor) Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Ghazalba juga diduga terlibat dalam TPPU. Aksi tersebut dilakukan pada tahun 2020-2022 bersama Edi Elham Shule dan Fifi Molyani.
Edi Elham Shuleh merupakan kakak laki-laki Ghazalba yang namanya digunakan untuk membeli mobil Toyota Alphard.
Sedangkan Fifi Molyani merupakan teman dekat Gazalba yang namanya digunakan untuk membeli rumah di kota Sedayu, Kelapa Gading.
Gazalba antara lain dikabarkan membeli Toyota New Alphard 2.5 G A/T berwarna hitam. Sebidang tanah atau bangunan di Jalan Swadaya II, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) no. atau gedung di Citra Grand Cibubur dengan No. SHM 7453.
Kemudian membayar Kredit Pemilikan Rumah (KPR) unit hunian di Sedayu Township di Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur dan menukarkan mata uang asing ke dolar Singapura masing-masing sebesar S$139.000 dan US$171.100. Rp 3.963.779.000.
Atas aksinya tersebut, Ghazalba Saleh menggunakan Pasal 3 UU No.
Keterangan: Hakim Agung nonaktif Ghazalba Saleh saat sidang perkara korupsi dan TPPU di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (15/10/2024) – Fahmi Ramadan