Laporan jurnalis geosurvey.co.id Eko Sutryanto
geosurvey.co.id, JAKARTA – Laporan Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025 yang diterbitkan oleh NielsenIQ (NIQ) menemukan bahwa konsumen di Indonesia akan terus berbelanja produk dan layanan penting meskipun ada kenaikan harga.
Namun konsumen kini lebih waspada terhadap merek, lebih pragmatis dan selektif.
Laporan dari firma intelijen konsumen ini menemukan bahwa konsumen tetap optimis terhadap keadaan perekonomian Indonesia.
Situasi tersebut berdasarkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan masih stabil hingga tahun 2025, menurut data BPS. PDB diperkirakan meningkat dari 5,1% pada tahun 2024 menjadi 5,2% pada tahun 2025.
Pertumbuhan ekonomi ini didominasi oleh konsumsi rumah tangga (54,5 persen). Inflasi turun, namun tidak terjadi pada sektor makanan, minuman, rokok, perawatan pribadi dan jasa lainnya, kata kepala perdagangan FMCG NIQ Indonesia Dena Firmuansyah. Kadang-kadang
Studi ini dipresentasikan pada NielsenIQ Indonesia Executive Summit di Jakarta, yang menampilkan wawasan mendalam mengenai tren konsumen di Indonesia, analisis peluang pertumbuhan ritel, dan diskusi dengan para pemimpin industri mengenai strategi sukses di tengah dinamika pasar.
Meski begitu, tingkat kepercayaan konsumen Indonesia tidak seoptimis dulu, yakni pascapandemi atau masa pemulihan.
Kenaikan harga pangan dan ancaman resesi masih menjadi faktor utama yang membebani konsumen sehingga mereka harus lebih berhati-hati dan strategis dalam menggunakan uangnya.
Faktanya, kekhawatiran ini mendorong 83 persen konsumen untuk aktif mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka, dan 23 persen mengatakan mereka akan menambah utang untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup mereka, ujarnya.
Konsumen Indonesia yang membutuhkan terus membelanjakan uangnya untuk barang-barang konsumsi cepat saji (FMCG) meskipun harga meningkat.
Namun, kini mereka menjadi lebih praktis untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan lebih baik dari produk yang mereka beli. Selain itu, mereka lebih selektif dalam memilih merek.
“Sangat penting bagi industri untuk selalu memantau perilaku belanja konsumen ketika PDB lebih tinggi dari inflasi, namun tingkat kepercayaan konsumen tidak setinggi sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian yang mendasari masa depan,” ujarnya.
Pengeluaran mungkin akan terus berlanjut, namun konsumen mungkin enggan membuat komitmen keuangan jangka panjang dan konsumen mungkin akan mengubah perilaku belanja mereka karena konsumen Indonesia kini bersedia membayar lebih untuk kenyamanan dan kepuasan hidup, katanya.
“58 persen mengatakan mereka akan mengeluarkan sedikit uang ekstra untuk menjadikan momen atau hari dalam seminggu lebih spesial atau menyenangkan, 64 persen akan menghabiskan lebih banyak uang untuk pengalaman di rumah guna menghemat biaya restoran dan hiburan, dan 57 persen akan menghabiskan lebih banyak uang. pada bentuk produk yang lebih mudah digunakan,” ujarnya.
Head of Analytics NIQ Indonesia Bramantioko Sasmito mengatakan untuk mempertahankan daya saingnya, industri harus beradaptasi secara strategis terhadap perubahan dan lanskap persaingan yang semakin ketat pada tahun 2025.
“Dimulai dengan menyeimbangkan keterjangkauan dan nilai, memberikan diferensiasi produk untuk menjaga loyalitas, pemanfaatan teknologi untuk menjangkau pelanggan, serta menawarkan produk premium dan kenyamanan kepada pelanggan yang bersedia membayar lebih untuk pengalaman berbelanja yang lebih personal melalui berbagai platform digital,” dia dikatakan. Bramantioko.