geosurvey.co.id, JAKARTA – Sejak kemerdekaan, Indonesia berupaya mengembangkan perekonomiannya melalui berbagai sistem.
Mulai dari model ekonomi warisan konstitusi ultra-sosialis, hingga upaya membuka peluang besar bagi modal asing.
Namun belum ada sistem ekonomi yang berhasil mencapai kesetaraan dan kesejahteraan.
Bhima Yudistira, Direktur Eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), mengatakan sudah saatnya Indonesia menemukan kekuatannya sendiri tanpa mengikuti model ekonomi dominan.
Model perekonomian Indonesia yang terbukti tahan terhadap krisis seperti krisis keuangan tahun 1998 dan pandemi COVID-19 mengandalkan komunitas lokal dan usaha kecil. Perekonomian lahir dari usaha kecil dan menengah (UMKM).
Menurutnya, ini adalah model ekonomi yang tidak hanya pemerataan kemakmuran, tetapi juga memulihkan alam, karena menghindari ekstraksi skala besar seperti pertambangan dan pertanian skala besar.
Bhiima mengatakan revitalisasi perekonomian menghasilkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup.
Dalam kajiannya, CELIOS mendefinisikan ekonomi restorasi sebagai model ekonomi yang bertujuan memulihkan ekosistem yang terdegradasi guna memulihkan fungsinya dan menyediakan barang dan jasa yang berharga bagi masyarakat.
“Jika pemerintah tidak menyadari bahwa ini adalah Indonesia yang nyata dan model ekonomi yang terbukti, maka ini adalah kerugian kita,” kata Bhima dalam bukunya “It’s Time for Restorative Economics” dan Ekonomi di Era Krisis Iklim. » Kamis 10 Oktober 2024 di Jakarta
Dialog ini adalah CELIOS, Platform LaporIklim; Radio Jaringan KBR; Sejumlah penulis independen dan organisasi pendukung seperti Econusa; Koalisi Ekonomi Down to Earth Kabupaten Lingkar Temu Lestari; Kekuatan Traksi Asia; Kolaborasi antara Ilmuku.org dan Bambu. Yayasan Lestari.
Bhima mempertanyakan model ekonomi ekstraksi sumber daya, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai solusi.
Menurut hasil penelitian CELIOS; Misalnya, desa-desa yang pendapatannya bergantung pada pertambangan seringkali kesulitan mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Parahnya, karena ketergantungan terhadap bahan mentah seperti nikel dan batu bara, harga berfluktuasi dan terus turun sehingga perekonomian Indonesia rentan terhadap pengendalian eksternal.
Bhima menilai ekonomi berbasis sumber daya tidak hanya bersifat destruktif, tetapi juga merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Analis ekonomi Harryadin Mahardika menjelaskan dilema Indonesia dalam memilih model ekonomi. Indonesia ingin melakukan industrialisasi, namun kenyataannya Tiongkok tidak mudah karena kapasitas industri India atau Vietnam sudah tertinggal.
Oleh karena itu, Indonesia saat ini tampaknya mengejar kekayaan melalui ekstraksi sumber daya dan strategi hilir.
Menurutnya, hal tersebut merupakan langkah pragmatis namun praktis yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo.
Ia menegaskan kembali bahwa kebijakan ekonomi di Indonesia saat ini telah gagal menciptakan efek tetesan ke bawah atau mendistribusikan kekayaan secara merata kepada masyarakat sebagaimana dimaksud.
Artha Siagiani, penanggung jawab kampanye Hutan dan Taman WalhUlly, Manusia, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.
Guna membangun pemulihan ekonomi dan perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, Ully menekankan perlunya mengkritisi model ekonomi ekstraktif dan kapitalis yang berlaku saat ini.
Kawasan lahan gambut berdasarkan penelitian WALHI tahun 2019-2020; Perekonomian suatu masyarakat kuat apabila lingkungan hidup, termasuk daerah dataran tinggi dan pesisir, tetap terjaga.
Ristika Putri Istanti, koordinator Sekretariat Kabupaten Lingkar Temu, menyoroti upaya reformasi di tingkat kabupaten yang dimulai pada tahun 2017, dengan banyak daerah yang secara sukarela bergerak menuju perekonomian yang lebih berkelanjutan.
Kebakaran hutan besar-besaran pada tahun 2019 dan banjir besar di Kalimantan pada tahun 2021 memberikan dorongan bagi asosiasi untuk mendorong transformasi politik di tingkat kabupaten. Namun, mempertimbangkan skala dan keragaman kondisi di Indonesia masih merupakan tantangan besar.
Ristika menyerukan larangan ekstraksi sumber daya dan perkebunan pertanian. Indonesia harus mendorong pengelolaan dan pengembangan berbagai komoditas yang bertanggung jawab.
Menurut Ristika, ekonomi restorasi tidak hanya soal reboisasi, tapi juga mendorong model ekonomi yang timpang.
Kapan membuka usaha; Dia menyarankan agar negara-negara memiliki kriteria yang jelas untuk memperluas atau menghentikan.
Purwanto Setiadi, salah satu penulis buku “Time for Restorative Economics,” mengatakan bahwa buku tersebut merangkum praktik ekonomi restoratif yang diterapkan di pulau-pulau tersebut sebagai respons terhadap praktik tidak adil dan bencana ekologi.
Ia berharap buku ini dapat memperkaya narasi model transformasi dan pemulihan yang komprehensif untuk mendongkrak perekonomian Indonesia.