geosurvey.co.id, JAKARTA – Di tengah konstelasi global yang tidak menentu saat ini, tidak ada lagi satu kekuatan dominan yang bisa mendikte negara lain.
Untuk menghadapi hal tersebut, Indonesia harus mampu memanfaatkan keunggulan geografisnya dan mampu memimpin secara regional bahkan global.
Pandangan tersebut diungkapkan Connie Rahakundini Bakrie, guru besar hubungan internasional Universitas St. Petersburg, dalam diskusi bertajuk Hikmah Kekayaan, Jadikan Indonesia Hebat: Perjalanan Bangsa Kita Menuju Kekayaan dan Pengaruh.
“Saya ingin mengajak kita untuk percaya bahwa negara kita bisa kuat,” kata Connie dalam keterangannya, Rabu (20 November 2024).
Dihadapan para peserta dan investor acara tersebut, Connie menjelaskan bahwa menginvestasikan uang juga harus adil.
Contohnya adalah investasi pada industri pertahanan.
“Saya ingin mengajak kita untuk percaya pada negara yang kuat, seberapa kuat militernya, tetapi harus didukung oleh industri pertahanan yang kuat, sehingga kita memerlukan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang kuat, dan mungkin kita membutuhkan pemimpin yang tahu apa yang dia lakukan. keinginan negaranya dan apa yang akan terjadi selanjutnya dapat memperkuat sikap negara tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Connie, kita harus mendukung visi negara pertahanan dan maritim seperti Indonesia agar benar-benar menjadi kenyataan.
Selain itu, ia juga memuji langkah awal Presiden Prabowo Subianto pasca menjabat, yakni membangun berbagai kemitraan strategis dengan negara asing, termasuk berperan aktif dalam keamanan kawasan.
“Kita juga harus berhati-hati karena kita dikelilingi oleh campuran negara-negara yang mempunyai kepentingan berbeda-beda,” ujarnya lagi.
Sebagai negara maritim, Indonesia juga harus bisa mengamankan wilayahnya guna mengamankan jalur pasokan global.
“Jika terjadi sesuatu, dampaknya terhadap arus perdagangan akan sangat parah,” ujarnya.
Gangguan ini akan berdampak pada investasi langsung atau Foreign Direct Investment, ketahanan energi dan pangan, volatilitas pasar saham akan terganggu, disusul permasalahan sosial dan lainnya.
Hal lain yang juga disinggungnya adalah langkah Presiden Prabowo Subianto yang mendorong Indonesia bergabung dengan Organisasi Negara Berkembang yang meliputi Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan atau BRICS.
“Jadi jangan disebut non-blocking, supaya tidak blokir di mana pun, dan tidak diblokir oleh apa pun.” “Tapi bloknya seperti itu, semua datang, apa pun bisa kita dapatkan dari sana,” ujarnya.
Keunggulan lainnya adalah Indonesia mampu membuka peluang diversifikasi ekspor sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap negara maju. Connie mengatakan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan memperkuat kedaulatan moneter.
“Ada dukungan modernisasi untuk mendorong transformasi industri dan digital Indonesia,” ujarnya.
Terlebih lagi, partisipasi Indonesia dalam keanggotaan BRICS dapat meningkatkan dan memperluas kemitraan energi dan sumber daya (SDA), khususnya di bidang energi terbarukan dan pertambangan.
“Akan ada dukungan untuk modernisasi dan bagaimana cita-cita multi-pihak kita dikembangkan dan kemitraan sumber daya alam kita dilaksanakan dan bagaimana kita dapat memainkan peran yang lebih besar di dunia,” lanjutnya.
Connie juga memaparkan tantangan yang dihadapi Indonesia setelah bergabung dengan BRICS. Kendala tersebut adalah semakin besarnya ketergantungan risiko ekonomi terhadap Tiongkok untuk investasi dan perdagangan.
Risiko lainnya adalah permasalahan geopolitik yang membuat Indonesia sulit membuka hubungan dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
“Juga karena kita tidak bisa terlalu bergantung pada China, karena kita masih bicara kedaulatan ekonomi, maka dikatakan ada risiko geopolitik. Kita mengukurnya dengan benar, jika kita terjun ke dunia politik, lalu apa saja keterbatasan persoalan nasional dan struktural di negara kita. Negara yang harus kita yakini akan segera berkembang untuk menonjolkan pengaruh kita, akan mampu menghadapi semua ini,” ujarnya.
Prabowo mengatakan, komitmennya untuk membawa Indonesia menjadi anggota BRICS sudah muncul sejak ia mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2014.
Keinginan Prabowo membawa Indonesia menjadi anggota BRICS saat berbicara pada Indonesia-Brazil Business Forum yang digelar di Rio de Janeiro, Brazil, Minggu (17/11).
Prabowo juga telah mengumumkan permintaan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS. Dalam hal ini,
Prabowo juga menjelaskan ketidakhadirannya pada KTT BRICS di Kazan, Rusia pada 24 Oktober. Saat itu, ia baru saja resmi dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2024.
“Saya langsung kirim Menlu saya ke Kazan untuk menghadiri KTT BRICS. Saya tidak bisa hadir. Kami ingin bergabung dengan Brazil dan negara-negara BRICS lainnya,” kata Prabowo.