geosurvey.co.id, JAKARTA. Pada hari Jumat tanggal 15 November 2024, beberapa anggota Dewan Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) mengunjungi tempat pengaduan “Laporan Mas Wakil Presiden” di kompleks Wakil Presiden RI di Jakarta.
Mereka datang untuk mengadu sekaligus meminta agar dua peraturan terkait organisasinya dibatalkan karena dinilai merugikan banyak pihak, khususnya tenaga kesehatan.
Dua peraturan yang diminta dicabut adalah Peraturan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Tata Cara Seleksi, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian, serta Tata Kerja Dewan Kesehatan Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dan Disiplin Profesi Indonesia. Dewan; dan Keputusan Presiden (Keppres) No. 69/M/2024 tentang pemberhentian keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia dan keanggotaan masing-masing konsil tenaga medis serta pengangkatan pengurus Konsil Kedokteran Indonesia.
Mereka mengeluhkan kebijakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang memecat beberapa anggota KTKI secara massal tanpa prosedur.
Mereka juga menyebut pemilihan anggota baru pembentukan Dewan Kesehatan Indonesia (KKI) terindikasi sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Kami datang ke Wapres untuk mengadukan dugaan maladministrasi,” kata Nellie Frieda Hursepunya dalam keterangannya, Minggu (17/11/2024).
Sekadar informasi, KTKI merupakan badan nonstruktural yang didirikan pada 14 September 2017 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2017. 90 untuk KTKI.
KTKI merupakan lembaga yang secara mandiri melaksanakan tugas yang terdiri dari dewan masing-masing tenaga kesehatan, termasuk meningkatkan mutu praktik tenaga kesehatan.
Dan organisasi ini melapor kepada presiden melalui menteri kesehatan. Pada hari Jumat tanggal 15 November 2024, beberapa anggota Dewan Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) mengunjungi tempat pengaduan “Laporkan Wapres” di Gedung Wakil Presiden Republik Indonesia di Jakarta. (Khususnya)
Sementara itu, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Rahma Fitriati menilai PMK 12/2024 dan Perpres 69/M/2024 harus segera dicabut untuk menghindari preseden buruk di lembaga pemerintah non-struktural.
“Demi menegakkan keadilan, PMK 12/2024 dan Perpres 69/M/2024 sebaiknya dicabut agar tidak menjadi preseden buruk bagi lembaga nonstruktural lainnya di Indonesia,” tegas Rahma.
Firdaus mengatakan kebijakan tersebut juga melanggar asas hukum yang tidak berlaku surut.
Menurut dia, undang-undang baru seperti UU Kesehatan No. 17/2023, seharusnya hanya berlaku di kemudian hari dan tidak mengubah keputusan yang sudah ada, seperti Perpres 31/M/2022 yang mengangkat KTKI.
“Ini yang namanya obstruksi keadilan. Hukum diciptakan untuk menciptakan keadilan, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan melindungi hak-hak individu,” ujarnya.
Perpres 69/M/2024 tentang pembentukan Dewan Kesehatan Indonesia (KIC) juga menjadi sorotan karena Ketua CCI terpilih merupakan purnawirawan Dirjen Tenaga Kesehatan yang juga duduk dalam panitia seleksi anggota CCI. . .
Selain itu, beberapa anggota CCI yang baru dilantik direkomendasikan untuk merangkap jabatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan direktur rumah sakit, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik kepentingan.
“Ini jelas penyalahgunaan kekuasaan, karena pejabat tersebut baru pensiun dari Kementerian Kesehatan pada 1 Oktober 2024, namun dilantik pada 14 Oktober 2024, padahal yang bersangkutan juga mengikuti proses seleksi. situasi, administrasi publik yang baik melanggar prinsip,” kata Ismail, anggota KTKI yang juga mewakili profesi teknisi pelayanan darah.
Selain itu, anggota KTKI lainnya, Tri Moedji Hartiningsih yang kini menjadi driver online pasca dipecat Kementerian Kesehatan menyatakan keputusan tersebut sangat tidak adil bagi mereka yang sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia kesehatan di Indonesia. . .
Dari laporan yang mereka sampaikan, diketahui KTKI-P melaporkan hal tersebut ke berbagai lembaga seperti Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Informasi Pusat, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan untuk mencari keadilan.
Dalam penutupnya, Pengurus PPNI sekaligus Anggota KTKI Her Basuki menegaskan, mereka hanya ingin Kementerian Kesehatan tetap setia pada visi Asta Cita untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Kami ingin Kementerian Kesehatan kembali menjadi pengayom dan pembimbing masyarakat, tidak sembarangan menentukan nasib kami,” kata Her Basuki.
KTKI-P menegaskan, pengabdiannya kepada Indonesia tidak akan sia-sia dan berharap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bisa turun tangan menyelesaikan permasalahan tersebut guna memastikan kesejahteraan tenaga kesehatan tetap menjadi prioritas.