TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Pakar kesehatan masyarakat dan epidemiolog Dicky Budiman mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan penyebaran nyamuk Wolbachia di lima kota di Indonesia.
“Sekali lagi hati-hati dalam memilih cara yang mengganggu alam dan sangat berbahaya,” kata Dickey, Senin (20/11).
Peringatan ini, kata Dickey, diperlukan karena bukti ilmiah seputar strategi ini belum kuat.
Nyamuk ini dikembangkan oleh mantan orang terkaya di dunia, Bill Gates, dengan tujuan mengurangi kasus Aedes aegypti atau nyamuk penyebar demam berdarah.
Masih terdapat potensi melemahnya efektivitas karena berbagai faktor.
Misalnya saja peningkatan suhu bumi yang dapat mempengaruhi efisiensi penyebaran nyamuk ber-Wolbachia.
“Saat suhu menghangat, efek Wolbachia terhadap agen penghambat patogen (DBD) menurun,” kata Dickey.
“Karena pada suhu tinggi, masa inkubasi nyamuk untuk menggigit orang yang terinfeksi menjadi singkat. Ujung-ujungnya efektivitasnya tidak terlampaui,” lanjut Dickey.
Kedua, suhu yang lebih tinggi mengurangi perkembangan Wolbachia. Faktanya, dibutuhkan nyamuk ber-Wolbachia dalam jumlah yang cukup besar agar bisa efektif mencegah replikasi virus.
Belum lagi faktor virus, berpotensi menimbulkan mutasi baru yang justru bisa membahayakan manusia.
“Kalau kita campur tangan di alam, dalam konteks makhluk hidup, virus, nyamuk, mereka akan terus berkembang dengan sendirinya karena ada sesuatu yang menghambatnya. Bisa merugikan manusia,” jelas Dickey sambil kembali menegaskan bahwa dirinya adalah makhluk hidup. sebenarnya tidak menentang keputusan pemerintah tersebut. Meski demikian, ia mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati.
“Jangan sampai penelitiannya berkurang, potensinya ada, tapi jalan menuju program yang luas masih panjang.” Saya masih tidak melakukan terlalu banyak. Kita benar-benar perlu memastikan mekanisme pengawasan bisa dilaksanakan,” kata Dickey.
Selain itu, inovasi ini juga perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk mendukung efektivitasnya.
Oleh karena itu pendekatan kesehatan masyarakat yang paling aman, 3M dan lainnya masih menjadi strategi aksi utama, tutupnya.
Lima kota di Indonesia diketahui menyebarkan nyamuk ber-Wolbachia. Kelima kota tersebut antara lain Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan Ngabila Salama mengatakan, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang pelaksanaan pilot project Wolbachia sebagai inovasi pengendalian hemoragik. demam berdarah. demam (DBD).
Lima kota yang menerapkan inovasi Wolbahia setelah Yogyakarta sesuai dengan SK Kementerian Kesehatan RI: Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang, kata Ngabila dalam keterangannya.
Ngabila menegaskan, masyarakat tidak dijadikan kelinci percobaan dalam program ini. Faktanya, nyamuk-nyamuk itu bukan hasil rekayasa genetika.
“Karena Wolbachia merupakan bakteri alami yang terdapat pada serangga dan tentunya ramah lingkungan karena tidak mengganggu ekosistem atau siklus hidup mikroorganisme lainnya,” ujarnya.
Penggunaan teknologi bakteri Wolbachia juga telah diterapkan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif mencegah demam berdarah.
Ini adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Meksiko, Kiribati, Kaledonia Baru, dan Sri Lanka.
Teknologi Wolbachia melengkapi strategi pengelolaan yang berkasnya telah diserahkan ke Strategi Nasional (Strannas).
Khasiat Wolbachia sendiri telah diteliti sejak tahun 2011 oleh VMP di Yogyakarta dengan dukungan kemanusiaan dari Tahija Foundation.
Penelitian dilakukan melalui masa persiapan dan pelepasan Aedes aegypti dengan Wolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).
Wolbachia mampu melumpuhkan virus demam berdarah yang ada di tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga virus demam berdarah tidak menular ke tubuh manusia.
Apabila nyamuk Aedes aegypti jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk Aedes aegypti betina, maka virus demam berdarah pada nyamuk betina akan dapat dihalangi.
Selain itu, jika nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan yang tidak ber-Wolbachia, maka semua telurnya akan mengandung Wolbachia.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap penyebaran nyamuk Wolbachia di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022.
Hasilnya, di lokasi yang banyak terdapat Wolbachia, terbukti mengurangi kasus demam berdarah hingga 77 persen dan mengurangi rawat inap di rumah sakit sebesar 86 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Ariani juga menegaskan, terjadi penurunan angka penyebaran DBD yang signifikan pasca penerapan Wolbachia.
“Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada Januari-Mei 2023 dibandingkan pola tertinggi dan terendah 7 tahun sebelumnya (2015-2022) berada di bawah angka minimum,” jelas Emma.
Meski demikian, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian demam berdarah yang ada di Indonesia saat ini.
Masyarakat tetap diminta melakukan operasional 3M Plus seperti pengosongan, pembatasan, dan daur ulang. Serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Efek samping
Terkait hal tersebut, Direktur Pusat Pengobatan Tropis Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada dr. Riris Andono Ahmad MPH, Ph.D mengatakan bakteri Wolbachia ibarat vaksin yang diberikan kepada nyamuk.
“Ibaratnya vaksin, tapi vaksinnya ada di dalam tubuh nyamuk.” Nyamuk tidak mampu menularkan virus demam berdarah jika tidak lagi berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,” ujarnya.
Tidak ada efek atau efek lain yang terjadi setelah nyamuk menggigit manusia. Dampak lain yang dirasakan adalah nyamuk Aedes aegypti tidak lagi menularkan virus demam berdarah.
“Tidak ada perbedaan dampak gigitan nyamuk pada anak-anak dan orang dewasa. Nyamuk tidak bisa menularkan. Ini berlaku pada anak-anak dan orang dewasa,” jelasnya.
Selain itu, tidak ada yang berubah pada nyamuk meskipun di dalamnya terdapat bakteri Wolbachia.
“Apa yang terjadi adalah semacam mekanisme pemblokiran.” Jadi pada akhirnya efek gigitan nyamuk pun sama saja.
Kecuali mereka tidak bisa menularkan virus (danga). “Yang berbeda tidak lagi menularkan virus,” ujarnya.
Dr Riris juga mengatakan nyamuk Wolbachia memiliki ketahanan atau kekebalan terhadap insektisida yang sama dengan nyamuk lokal.
Oleh karena itu, sebelum melepas nyamuk, penting untuk melihat ciri-ciri nyamuk lokal.
Apakah ada resistensi insektisida tertentu di sana? Jika iya, maka nyamuk ber-Wolbachia akan memiliki ciri-ciri yang sama.
Kekhawatirannya adalah jika dilepaskan tanpa daya tahan yang sama dengan nyamuk lokal, maka nyamuk ber-Wolbachia tidak akan mampu bertahan hidup.
“Jika ciri-cirinya sama, maka mereka bisa bertahan hidup dan berpeluang kawin dengan nyamuk lokal,” tutupnya.
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini menjelaskan bakteri Wolbachia yang ada di tubuh nyamuk tidak bisa menular ke serangga lain, hewan, atau bahkan manusia.
Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang telah dilakukan selama hampir 10 tahun di empat desa di Yogyakarta.
“Selama hampir 10 tahun di daerah yang dilepasliarkan nyamuk ber-Wolbachia, tidak menular ke manusia,” kata Utarini. (Jaringan Tribune/ais/vli)