Laporan reporter Tribunnews, Mario Christian Sumampow
geosurvey.co.id, JAKARTA – Putra pertama Presiden Soekarno dan Fatmawati, Guntur Soekarnoputra mengungkap kisah kepahlawanan adik perempuannya, Megawati Soekarnoputri, dalam mempertahankan lambang kemerdekaan Indonesia, Bendera Pusaka Merah Putih.
Kisah itu terungkap dalam acara peluncuran buku Guntur bertajuk ‘Sangsaka yang Dibalut Perut Megawati: Humaniora, Sejarah dan Budaya Nasionalisme Internasionalisme’ di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (3/11/2024).
Kisahnya bermula di tengah peralihan Orde Lama ke Orde Baru, saat Bung Karno sedang “menunggu” di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Saat itu, bendera Pusaka menjadi simbol penting yang ingin dilindungi keluarga Bung Karno.
Namun situasi tersebut memaksa Bung Karno mengibarkan bendera Orde Baru.
Bung Karno kemudian memanggil putranya, Guntur.
Namun, proses pengiriman standar pada saat itu sangat sulit.
Tapi, masalahnya kalau kita lihat Bung Karno, persoalannya lain.
Guntur menjelaskan, “Ema berpikir untuk membawa sesuatu yang aneh atau semacamnya, kalau ibu menaruh daun di luar, yang melakukannya adalah petugas pemadam kebakaran Wisma Yaso, dan mereka melihat daun di luar makanan dengan bayonet, apa yang kamu takutkan?” begitulah,” jelas Guntur.
Fatmawati dan Guntur pun merumuskan rencana pengembalian bendera dari Bung Karno.
Mengingat ketatnya pengamanan, Fatmawati meminta bantuan Megawati untuk mengibarkan bendera secara diam-diam.
Bendera pusaka itu disegel pada tahun Megawati. Belakangan, Megawati mengenakan gaun kotor untuk menyembunyikannya.
“Kalau ditanya kenapa gemuk, jawab saja hamil,” kata Fatmawati kepada Megawati seperti yang diceritakan Guntur.
Guntur pun mengamini agar sang adik berani menghadapi bahaya besar tersebut.
“Saya bisa menggelengkan kepala, ini tugas orang bodoh,” kenangnya.
Dengan tekad dan keberanian, Megawati berhasil membawa bendera tersebut hingga sampai di kamar Bung Karno di Wisma Yaso, dimana bendera tersebut akhirnya dikembalikan kepada khatib.