geosurvey.co.id, Jakarta – Kejaksaan Agung melalui Tim Intelijen Gabungan dan anggota Satgas Jampidsus menangkap Prasetyo Boeditjahjono, mantan Direktur Kereta Api Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Prasetyo ditangkap terkait kasus korupsi proyek kereta api Besitang-Langsa pada 2017 hingga 2023.
Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 18 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2020 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 UU Tipikor.
Tersangka ditahan selama 20 hari berikutnya di Rutan Saremba dibawah Kejaksaan Agung RI. 3 minggu pelecehan
Prasetyo ditangkap di sebuah hotel di kawasan Sumedang, Jawa Barat, saat sedang bersama keluarganya.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers, Minggu (3/11), mengatakan, “Yang terlibat beserta keluarganya dan tim intelijen serta penyidik langsung mendatangi lokasi terkait dan langsung menangkapnya.” /2024).
Cajal menjelaskan, penangkapan Plasetio tidak dilakukan secara mendadak.
Penyidik telah melakukan pengawasan terhadap tersangka.
“Untuk memahami situasinya, kami menelusuri orang yang terlibat dan kami telah mencarinya selama hampir tiga minggu.
Oleh karena itu, penangkapan tersebut tidak dilakukan secara tiba-tiba. “Kami ingin menegakkan hukum dan menegakkan keadilan. Siapapun yang terlibat tindak pidana korupsi, kalau cukup bukti pasti akan kami kejar,” jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan para tersangka juga beberapa kali dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun panggilan tersebut tidak dihiraukan.
Harry menjelaskan, “Klien berkali-kali dipanggil sebagai saksi, namun tidak digubris. Oleh karena itu, atas kerja sama Satgas SIRI dan tim gabungan Unit Investigasi Khusus, ia mengunci klien tersebut.”
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung diketahui menetapkan tujuh orang tersangka, yakni NSS selaku Kepala Badan Pengguna Anggaran (KPA) dan Balai Teknik Perkeretaapian Medan periode 2016-2017, dan AGP selaku Kepala KPA dan Balai Teknik Perkeretaapian Medan. Pusat pada tahun 2017. AAS menjabat sebagai Ketua Pengembangan Komitmen (PPK) HH menjabat sebagai Pemimpin Pengembangan Komitmen (PPK) RMY menjabat sebagai Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi 2017 AG menjabat sebagai Direktur PT DYG dan juga Konsultan Perencanaan dan Konsultan Pengawasan Pekerjaan. FG merupakan pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya. Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Minggu (11/3) menangkap Prasetyo Boeditjahjono, mantan Direktur Kereta Api Kementerian Perhubungan (Kemenhub), atas tuduhan korupsi terkait proyek kereta api Besitang-Langsa 2017-2023. 2024). (geosurvey.co.id/Abdi Ryanda Shakti)
Dalam kasus ini, para terdakwa didakwa melakukan pembongkaran proyek pembangunan kereta api Besitang-Langsa di wilayah Sumatera Utara antara tahun 2016 hingga Juli 2017.
Proyek dialokasikan sampai nilai masing-masing proyek kurang dari Rp 100 miliar.
Bahkan, total anggaran proyek strategis nasional ini melebihi Rp 1,3 triliun.
Mengalokasikan proyek dengan nilai di bawah Rp100 miliar bertujuan untuk mengatur pemasok.
“Untuk menghindari pengaturan kerja yang rumit, Yu dan Na Rie diperintahkan untuk melakukan lelang dengan metode evaluasi pasca kualifikasi,” kata jaksa.
Negara dilaporkan menderita kerugian lebih dari Rp 1,15 triliun akibat perbuatan para terdakwa.
Nilai kerugian negara tersebut merupakan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kerugian keuangan negara sebesar Rp1.157.087.853.322,- atau sekurang-kurangnya sebesar yang tercantum dalam laporan audit Kementerian Keuangan dan Badan Pengawasan Pembangunan pada 13 Mei 2024 tentang penghitungan kerugian keuangan negara dalam hal dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan kereta api Besitang-Langsa.
Dalam kasus ini, terdakwa didakwa melakukan pelanggaran berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55(1)(1)(3) tambahan pada Pasal 2(1) KUHP.